#4

4.7K 143 0
                                    

Anna menghela nafasnya setelah ia menceritakan semuanya pada Marcel.

"Lalu bagaimana? Apa yang harus kita lakukan Na? Agar makhluk itu bisa melepaskanmu?" tanya Marcel yang terlihat berapi-api, bahkan raut wajahnya terlihat sedang menahan emosi.

Namun Anna mengggelengkan kepalanya, "Tidak ada, tidak ada yang bisa dilakukan, karena aku tak akan pernah bisa melarikan diri dari Count", jawabnya dengan lesu dan menatap ke depan.

"Tidak Na! Kita pasti mempunyai suatu cara, atau. . ." Marcel terdiam sejenak dan memotong ucapannya.

"Atau apa?" tanya Anna tanpa menoleh kearahnya.

"Kita bunuh saja makhluk itu!" cetusnya dengan sebuah seringaian.

Mendengar apa yang baru saja Marcel katakan, membuat Anna langsung menoleh ke arahnya, dan membulatkan kedua matanya.

"Bukankah itu ide bagus?" tambah Marcel sambil menaikkan satu alisnya.

"Tidak Marcel. Kita tidak bisa membunuhnya, lagipula Count adalah makhluk yang abadi" tukasnya.

"Kau yakin?", Marcel menaikkan satu alisnya dan menatap Anna dari samping, "Anna, tidak ada yang abadi di dunia ini. Pasti ada suatu cara untuk membunuhnya. Lagipula, memangnya kau mau hidup bersama dengan makhluk seperti itu?", cibirnya.

Anna pun terdiam terdiam, sedangkan jantungnya berdebar dengan begitu cepat, ia tak bisa membayangkan jika Marcel sampai benar-benar membunuh Count

"Aku akan mencari cara untuk membunuh, dan memusnahkan makhluk itu!" ujar Marcel yang kembali menyeringai.

Namun Anna masih saja terdiam dan melirik ke arah Marcel.





********************





Anna sudah pulang kuliah sedari tadi, dan saat ini ia sedang mengerjakan tugas kuliahnya. Namun tiba-tiba, ia jadi teringat kembali, dengan apa yang dikatakan oleh Marcel tadi. Sebenarnya, apa yang dikatakan oleh Marcel, membuatnya jadi tidak tenang, ia sangat takut kalau Marcel benar-benar berusaha untuk membunuh Count, apalagi jika mengingat, ia adalah seseorang yang suka berbuat nekad, dan melakukan segala cara, untuk mendapatkan apa yang ia inginkan.

Dengan cepat ia segera menggelengkan kepalanya, ia tak mau membayangkan yang tidak-tidak. Namun di satu sisi, ia jadi merasa sangat menyesal, karena sudah menceritakan hal yang sebenarnya pada Marcel, sehingga membuatnya jadi ingin mencari cara untuk membunuh Count, agar Anna terbebas dari makhluk kegelapan itu.

Anna memang ingin terbebas dari Count, tapi ia tidak mau jika Count sampai terbunuh, meski katanya ia adalah makhluk yang abadi dan tak bisa mati. Karena bagaimana pun juga, Count Dracula adalah salah satu makhluk kegelapan yang Anna suka, jadi ia tak rela, jika melihat Count sampai terluka apalagi terbunuh, meskipun nyatanya tidak mungkin. Tapi tetap saja, saat ini Anna jadi terus memikirkan hal itu. Dan ia memutuskan untuk memberitahunya pada Gabriel nanti malam, agar ia bisa memberitahu pada Count, agar Count dapat berhati-hati.


Tok tok tok. . .


Tiba-tiba terdengar suara pintu kamar yang diketuk.

"Anna, apa kau sedang tidur?" tanya seseorang dari luar kamarnya, yang merupakan Axell.

"Belum, kau masuk saja, pintunya tidak dikunci" pekik Anna sambil menoleh ke arah pintu.

Kemudian pintu pun dibuka oleh Axell, lalu ia berjalan memasuki kamarnya Anna, dan menghampirinya, "Kau sedang apa?", tanyanya sambil menatap adiknya itu.

"Seperti biasa, sedang mengerjakan tugas" jawab Anna sambil melirik ke arah laptopnya.

"Ingin kubantu?" tanya Axell, yang duduk di tepi tempat tidurnya Anna.

Dengan cepat Anna menggelengkan kepalanya, dan mengukirkan sebuah senyuman, "Tidak perlu, lagipula sebentar lagi juga akan selesai", jawabnya.

Axell pun menggangguk paham, dan menatap ke arah layar laptopnya Anna, "Oh ya, bisakah kau menceritakan kepadaku kemana kah kau pergi selama ini?", tanya Axell. Ya, semenjak pulang ke rumahnya, Anna memang belum sempat menceritakan kepada Axell, mengapa ia bisa menghilang cukup lama.

Mendengar apa yang baru saja Axell katakan, membuatnya langsung terdiam seribu bahasa dan menundukkan kepalanya, karena ia tak tahu harus menjawab apa, ditambah ia belum menyiapkan alasan yang tepat untuk dijelaskan kepada Axell.

Axell mengernyitkan dahinya, saat melihat raut wajahnya Anna yang tiba-tiba saja berubah, "Kenapa kau diam saja sayang?", tanyanya sambil memegang bahunya Anna.











To be continue. . .

The Immortal Love [COMPLETE]Where stories live. Discover now