prolog

87K 6.2K 496
                                    

"Sometimes they cry, sometimes they laugh." - D.O, That's Okay

Dulu, gue selalu memandang senior-senior gue yang sibuk skripsian sebagai makhluk apatis yang susah diajak komunikasi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dulu, gue selalu memandang senior-senior gue yang sibuk skripsian sebagai makhluk apatis yang susah diajak komunikasi. Kerjaannya kalau ngga bimbingan, nongkrong seharian di perpustakaan, ya seliweran nge-print berkas revisian ke sana kemari.

Keseringan telinganya disumpel headset, temennya cuma kopi bergelas-gelas dengan alasan biar ngga ngantuk, tontonannya cuma deretan tulisan yang sama sekali ngga gue pahami.

Kadang senior yang biasanya aktif di organisasi atau UKM, tiba-tiba ilang ngga tau ke mana. Pas ketemu, gue tanyain, "Gimana kabarnya, Kak?" pasti ujung-ujungnya sensi, dikira gue nanyain kabar skripsinya padahal engga.

Kalau ada banyak revisi, mereka selalu ngeluh dan nyalahin dosen pembimbing alias dosbingnya. Katanya, dosbingnya rewel lah, ribet lah, galak lah, sampai topik yang udah jalan aja masih banyak koreksinya.

Gue dulu cuma bisa ngangguk-ngangguk tanpa mencoba memahami gimana rasanya jadi mereka. Tapi sekarang, setelah gue bener-bener ngejalanin kehidupan skripsi, gue udah tau gimana rasanya.

Rasanya? Ya emang gitu, semua keluhan yang pernah mereka ceritain ke gue kebanyakan bener-bener gue rasain.

Dari mulai topik yang ngga stabil dan butuh banyak revisi, ketersediaan data yang minim, metode yang ngga sesuai sama analisisnya, bahkan sampe hasil pengolahan yang ngga sesuai teori. Mulai dari drama dosbing yang susah ditemui sampai penolakan pihak jurusan yang ngga mau nerima bukti bimbingan bulanan gara-gara mahasiswa terlambat nyerahin.

Intinya ya sama aja kayak senior-senior gue yang udah bebas dari kampus ini dan ngga tau sekarang pada ke mana dan masih hidup atau engga.

Tapi...

...ada satu hal yang gue rasain tanpa pernah mereka rasain.

Yep, mimpi buruk gue jadi kenyataan.

Ganti dosbing.

Sumpah, gue pengen terjun ke laut aja pas tau kalo dosbing kesayangan gue, bu Rena, harus cuti beberapa bulan karena harus ikut serangkaian pengobatan di luar negeri.

Pertama, gue sedih banget karena orang sebaik dan secantik dia harus menderita kanker di usia yang tergolong muda. Beliau baru tiga puluh tahun, udah punya dua anak; kembar. Daripada ngeliat bu Rena sebagai dosen, gue prefer buat nganggep dia sebagai kakak gue sendiri-meskipun sebenarnya gue juga punya kakak kandung.

Bu Rena baiknya luar biasa kalau sama gue. Tiap gue ada keluhan-apapun itu, termasuk keluhan soal percintaan-dia selalu ngasih arahan buat gue. Muda-muda gitu, bu Rena udah banyak banget pengalamannya, tambah-tambah dia udah berkeluarga.

Gue cuma bisa berharap dan berdoa semoga bu Rena segera sembuh dari penyakitnya.

Kedua, ini yang bikin gue makin gregetan sama kehidupan skripsi gue. Gara-gara bu Rena cuti, gue harus pindah dosbing. Ralat, bukan gue yang pindah dosbing, tapi gue dipindahin ke dosbing lain. Pemindahan gue ke dosbing baru itu atas usulan bu Rena sendiri. Jadi, beliau yang ngajuin gue ke dosbing baru.

[2] Scriptsweet ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang