lima belas

29.1K 4.3K 1.6K
                                    

"The dream that shook my world last night. It's a nightmare or I'm still in a dream. I'm following the familiar light the maze in the dream. I found another pathway there." - NCT127, Limitless

Satu per satu cucian peranti makan-yang udah dibilas-gue angkat dan gue susun rapi ke dalam rak piring khusus buat meniriskan air di sebelah wastafel

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Satu per satu cucian peranti makan-yang udah dibilas-gue angkat dan gue susun rapi ke dalam rak piring khusus buat meniriskan air di sebelah wastafel. Baru kali ini gue cuci piring, gelas, dan sendok yang jumlahnya genap sepasang. Biasanya, gue selalu cuci peranti makan gue sendiri aja di rumah.

Atau sekali-kali, gue cuciin punya mama dan papa. Itu pun kadang diambil alih sama kak Johnny karena gue harus buru-buru berangkat kuliah atau nugas ngejar deadline. Jadi, menurut gue, cucian piring sejodoh ini dan beberapa barang berpasangan lainnya di apartemen ini-misalnya sikat gigi di kamar mandi, atau dua pasang sandal bulu di bawah tempat tidur-masih terkesan aneh dan belum biasa buat gue.

Itu tandanya, hari pertama kehidupan bareng kak Doyoung baru aja dimulai.

Air masih mengucur dari kran wastafel sementara tangan gue sibuk menata gelas di rak. Mau gue matiin, tanggung. Soalnya habis ini mau gue pakai sekalian buat cuci tangan. Makanya, sebelah tangan gue mencoba menampung air yang mengalir, padahal gue tahu kalau itu sia-sia. Jari-jari gue kan ada celahnya. Jadi, airnya ya tetap mengalir turun ke saluran pembuangan wastafel.

"Boros." Tangan kak Doyoung menginterupsi, memutar kran wastafel sampai air berhenti mengalir.

Dia berdiri di belakang gue persis. Ya ngga persis-persis banget lah. Palingan tingkat kesalahan gue soal posisi kak Doyoung sekarang cuma sekitar lima persen aja, ngga lebih. Peduli amat sama akurasi posisinya. Yang penting gue cukup tahu kalau laki-laki itu sekarang ada di bekakang gue.

"Tadi tanggung, mau cuci tangan sekalian."

Awalnya, gue berencana buat berbalik dan menghadap kak Doyoung. Tapi belum jadi bergerak barang sedikit pun buat mewujudkan rencana gue barusan, badan yang dari tadi pecicilan di dapur ini terpaksa mendadak mematung di tempat. Napas gue yang tadi sempat tersengal-sengal karena kecapekan joget-joget juga sontak tertahan.

Itu semua karena...

... kedua tangan kak Doyoung bertumpu di tepi wastafel, mengunci badan gue di antara kedua tangannya. Deru napasnya berembus membelai lembut tengkuk gue. Dan yang paling bikin tenggorokan gue tercekat adalah, dia menjatuhkan dagunya perlahan ke atas pundak sebelah kanan gue.

Anjir ini orang mau ngapain.

Maju selangkah, kak Doyoung mendesak gue semakin menempel ke konter wastafel. Jarak di antara gue dan kak Doyoung semakin tipis. Bahkan gue bisa ngerasain dada bidangnya menempel di punggung gue. Napasnya terasa makin menggelitik waktu dia mulai membenamkan wajahnya di ceruk leher gue.

"Kamu kok nggak langsung ke kamar lagi sih?" kata kak Doyoung dengan vibe serak pagi yang menyertai suara lirihnya.

Mencoba melepaskan diri, gue menggeliat pelan. Sedikit banget gerakan yang gue ciptakan, tapi berhasil bikin kak Doyoung melepaskan tangannya dari tepi wastafel, dan menempatkan kedua tangannya melingkar di pinggang gue.

[2] Scriptsweet ✔Where stories live. Discover now