dua puluh dua

31.6K 4.5K 1.9K
                                    

"Cause tonight I'm gonna come up closer to your heart." — NCT127, Fly Away With Me

Note: karena komentar di chapter kemarin banyak, aku publish cepet (soalnya harusnya kan Sabtu atau Minggu hehe). Makanya, ramein komen cus, biar cepet update :3

 Makanya, ramein komen cus, biar cepet update :3

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Hal pertama yang gue lihat ketika gue membuka mata setelah entah berapa lama pingsan adalah muka kak Doyoung yang berjarak tipis dari muka gue

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Hal pertama yang gue lihat ketika gue membuka mata setelah entah berapa lama pingsan adalah muka kak Doyoung yang berjarak tipis dari muka gue. Segitu dekatnya, gue bahkan bisa merasakan deru napas hangatnya menyentuh hidung gue. Tatapannya jatuh meneliti muka gue sementara gue cuma bisa diam sambil berusaha mengumpulkan kembali kesadaran gue.

Kak Doyoung mengerjap, tapi gerakan seremeh itu ternyata bisa bikin jantung gue berdegup lebih cepat. Mata sayunya kelihatan begitu lembut meskipun di waktu yang bersamaan gue bisa melihat ada sorot kekhawatiran di balik sana. Dan di sela ekspresi fokusnya, dia sempat menggigit bibir bagian bawahnya. Gue enggak tahu kenapa dia melakukan itu, tapi yang jelas itu bikin dia kelihatan makin... menggoda?

Maksud gue, semua orang juga tahu kalau kak Doyoung emang ganteng dan punya daya tarik tersendiri dari dulu. Tapi rasanya gue kepingin menepis pola pikir gue tiap gue mulai melihat kak Doyoung lewat sudut pandang yang berbeda dengan kalimat, 'Astaghfirullah! Ingat, Jane! Kak Doyoung itu udah jadi suami orang!' Tapi, ya, di sisi lain ada diri gue yang menyangkal kalimat itu dengan bilang, 'Lah ya kan laki lo sendiri. Goblok!'

Nah, kalau udah begitu, gue bisa apa?

Gue refleks memejamkan mata lagi waktu sebelah tangan kak Doyoung tiba-tiba mendarat di jidat gue. Dia menekan sesuatu yang hangat sampai benar-benar menempel di permukaan kulit gue. Kalau gue boleh menebak, itu pasti handuk kecil khusus kompres yang belum pernah tersentuh sejak gue tinggal di sini. Handuk itu biasanya ada di bagian pojok tempat handuk di kamar mandi dan jarang gue perhatikan keberadaannya. Tapi hari ini, gue pikir handuk yang terabaikan itu sedikit banyak udah membantu gue.

"Alhamdulillah udah bangun." Desahan napas lirih terdengar menyusul. Dia mengangkat handuk kecil yang lepek dari jidat gue—dan dugaan gue benar kalau itu handuk, lalu menempelkan sebelah tangannya ke jidat gue. "Demam kamu juga kayaknya udah mendingan."

[2] Scriptsweet ✔Where stories live. Discover now