8- Scene of Lira (Lari Pagi).

688 80 11
                                    

Happy reading!

Jangan lupa tinggalin jejak ya:) hargai usaha author..

•••

"Omegat! Adik gue, jam segini baru pulang??" Neo menggelengkan kepalanya, matanya menatap adiknya yang tadi baru saja turun dari mobil temannya.

"Kenapa? sirik ya? Lira keluar, kakak enggak?"

Cowok itu menegapkan badannya yang tadinya bersender di pintu utama. "Ya kali, gue sirik sama adik sendiri!"

"Terus?"

"Ck! Cepetan noh masuk! Udah ditunggu sama papa."

"Ngeles aja, bohong nih pasti!" mata Lira memicing menatap kakaknya. Gadis itu maju satu langkah mendekat. "Mau kabur, ya?"

Neo sontak melebarkan matanya.

"Heh! anak kecil sok tahu banget, dah sana masuk!" Cowok itu mengibaskan tangannya, menyuruh adik perempuannya ini untuk segera masuk sebelum suara teriakan mama terdengar memanggilnya.

"Kakak kabur, awas aja! Aku teriak nih!" gadis itu sudah mengambil ancang-ancang untuk berteriak membuat Neo gelagapan dan segera membungkam mulut adiknya itu.

"Ssstt! Bantu kakak kek buat keluar dari rumah. Gue bosen tahu nggak? Dari lo pergi sampai pulang, gue tuh dari tadi dipaksa buat dengerin omelan mereka!" Lira melepas bekapan tangan kakaknya, lalu dia berdehem seraya berpura-pura berpikir.

"Oke. Tapi ada syarat!"

"Yaelah, tinggal bantu apa susahnya sih? Pake acara syarat segala." Laki-laki itu berkacak pinggang.

"Gini deh, kalau kakak lupa, Lira bilangin, mana ada coba yang gratis di dunia ini?" Gadis itu menarik turunkan alisnya, membuat kakaknya itu memutar bola matanya malas.

"Oke, apaan?"

"Kakak harus ngajak aku jalan-jalan seminggu ini, gimana?"

Neo melongo, mana bisa? Ini saja dia sudah telat datang berkumpul dengan temannya. Apalagi dia yakin, adik perempuannya ini pasti akan mengajak Neo ke tempat-tempat yang cowok itu tidak suka. Toko buku, misalnya.

"Nyusahin amat, sih?" Gerutu Neo.

"Oke, deal!"

Gadis itu tersenyum sumpringah. Lalu dengan cepat dia melangkah masuk tanpa memperdulikan kakaknya yang sedang berdecak kesal itu.

Tadi, Neo memang sengaja pergi tanpa izin, dia kira juga Lira- adiknya akan pulang nanti. Tapi ternyata tepat saat langkah Neo di ambang pintu, gadis itu tiba-tiba saja sudah di depan rumah dan baru saja turun dari motor temannya, membuatnya kelimpungan sendiri.

••••

Pagi-pagi sekali Lira keluar dengan menenteng sepatu kets. Dia berniat lari pagi ini. Mengingat selama ini dia jarang sekali olahraga di pagi hari.

Lira mengucek matanya berkali-kali melihat pemandangan didepannya.

Itu kakaknya, kan?

Cowok itu tertidur dengan posisi duduk di teras rumah. Kepalanya dia senderkan diatas meja yang memang diletakan di teras beserta dua kursi lainnya.

Apa mungkin semalam kakaknya pulang tapi keadaan rumah sudah gelap serta pintu pun sudah tertutup dan memutuskan untuk tidur di luar?

Ah, iya mungkin.

Lira segera beranjak menghampiri kakaknya itu, menepuk pipinya pelan, lalu mengguncangkan tubuh cowok itu dengan sedikit kasar.

"Kak!"

"Kak Neo!"

Tidak ada pergerakan, Lira memutuskan untuk mengambil botol air minum yang memang sengaja dia bawa untuk lari pagi ini. Sedikit menumpahkannya ditangan lalu meneteskannya tepat di wajah kakaknya itu.

Dalam hitungan detik, Neo terbangun. Cowok itu dengan reflek menutupi wajahnya.

"Kak! Bangun cepet! lo nggak mau kan mama papa sampai tahu lo tidur disini karena semalem pergi?"

Iya, Lira terpaksa berbohong semalam demi kakaknya ini. Padahal ini baru pertama kalinya Lira melakukan akting berpura-pura tidak tahu dimana keberadaan Neo- kakaknya.

Demi apapun Lira sebenarnya takut, tapi, apa boleh buat?
Kakaknya juga sudah menyetujui syaratnya kemarin.

"Kak!"

"Ck! Iya-iya!"

Cowok itu berjalan lunglai masuk rumah. Ini memang masih sangat pagi, sekitar pukul lima lewat tiga puluh menit. Dan itu berkemungkinan mama masih di dapur dan tidak akan melihat kakaknya itu masuk.

Lira kembali memakai sepatu kets-nya. Gadis itu dengan telaten mengikat tali sepatu dengan benar, agar nantinya tidak terlepas saat dia lari.

"Beres." baru saja Lira akan melangkah, tapi sebuah suara membuatnya menoleh ke belakang.

"Ssttt!"

Lira mendapati kakaknya itu berdiri tidak jauh darinya.

"Apaan?"

"Mama kemana? Di dapur nggak ada?"

Lira berpikir. Kalau mama tidak di dapur, pasti di halaman belakang.

"Halaman belakang mungkin." jawab Lira cuek. Gadis itu sudah berlari keluar halaman rumah dan memasuki jalanan komplek.

"Ck, tuh anak nggak tahu apa gue takut ketahuan. Tahu gitu nggak usah bangunin gue aja tadi. Eh, tapi nanti sama aja ketahuan, ck!" gerutunya.

•••

Lira berhenti tepat di hadapan seoarang anak kecil. Gadis itu membungkuk mengatur napasnya yang tersengal. Lari lima menit saja ternyata sudah membuatnya tak berdaya seperti ini.

Wajah Lira dia palingkan ke anak kecil yang sedang duduk di bangku taman, dia tersenyum sebelum akhirnya memutuskan ikut duduk bersama anak kecil itu.

"Hai!" Sapa Lira. Anak kecil itu tersenyum memamerkan lesung di kedua pipinya.

Tangan anak kecil itu mengambil botol air minum berwarna pink yang dia letakan di sampingnya. Satu tangannya terulur ke arah Lira.

"Kenapa?" Lira menaikan alisnya bingung. Matanya menatap botol dan wajah anak itu bergantian.

"Buat kakak."

Lira tercengang. "Eh, nggak usah, Kakak bisa beli nanti." Lira menolaknya dengan lembut. Dia tidak ingin membuat anak ini nantinya menangis karena nada bicaranya yang biasanya meninggi.

"Nggak, buat kakak. Kakak kan hausnya sekarang, bukan nanti."

Tau benget gue haus?

Lira menggaruk pelipisnya, benar juga sih.

Ini semua gara-gara kakaknya tadi pagi. Jika saja kakaknya itu tidak sulit untuk bangun mungkin dia tidak akan menumpahkan sedikit air minumnya ke tangan dan berakhir air minumnya ketinggalan di teras tadi. Jadi, Lira punya alasan logis untuknya menolak air minum yang anak kecil itu ingin berikan.

"Nggak usah kok, beneran." tolak Lira. Ya...gimana? Masa minta air minum orang sih?

Anak kecil itu menggeleng. "Nggak, buat kakak aja."

"Terus, kamu..?"

"Aku ada dua." anak itu menunjukan botol minumnya satu lagi dengan warna botol yang sama, pink.

"Yaudah, makasih loh ini." anak itu tersenyum lebar, matanya yang sipit membuatnya seolah-olah sedang memejamkan matanya ketika tersenyum.

Lira menerim botol air minum itu. Sebelum kembali berucap, seseorang tiba-tiba datang menghampiri anak kecil disampingnya itu.

"Aara!"
____


See you next part....

Kelas Sebelah [end]Where stories live. Discover now