10 Zehn

687 120 17
                                    

"Yakin dia 16 tahun?"

Wooseok menenggak jus mangga yang Jyunhao berikan padanya. Mengamati bocah yang asik sendiri menjatuhkan remahan roti di dalam akuarium di sudut ruangan. Wooseok jadi berpikir kalau Hyungjun sebenarnya bocah 12 tahun. Anak itu akan mengajarkan cara berterimakasih jika salah satu ikan kecil itu memakan remahan roti pemberiannya.

"Biasa ngomong sama ikan kok dari kecil." Si koki tersenyum sederhana. "Mungkin beberapa bulan lalu udah 17 tahun."

Refleks Wooseok tersedak jus mangga. "Mungkin?"

Lagi-lagi Hao tersenyum lucu saat menyadari nada terkejut yang dilontarkan Wooseok. "Disini ngga ada yang namanya ulang tahun, makan malam keluarga, atau sekedar liburan akhir pekan."

Wooseok masih melotot tak percaya. Ternyata banyak orang kaya yang 'miskin waktu' sampai bahkan tak punya pengalaman indah bersama keluarga.

"Anggap aja si papa itu mesin penghasil uang yang pulang ke rumah cuman buat tidur. Dan anaknya dipaksa hidup kaya binatang dalam kandang, yang penting makan, tidur, belajar, mandi, tidur. Gitu terus bertahun-tahun."

Klasik, itu mengingatkan Wooseok bahwa manusia diciptakan untuk dimatikan tanpa tujuan jelas dibaliknya. Terlalu kejam jika harus menyia-nyiakan waktu yang singkat itu. Terlalu keterlaluan jika nyawa hanya dikurung dalam sangkar mewah tanpa pernah melepasnya untuk bernafas. Terlalu tidak adil.

"Ngomong-ngomong tentang preman yang tempo hari datang itu..."

Wooseok menghentikan ucapannya saat ekspresi Hao berubah. Si koki terlihat memalingkan wajah seolah tak akan menjawab apapun yang Wooseok tanyakan tentang kejadian tempo hari.

"...mereka mau datang lagi." Wooseok menghembuskan nafas kasar saat membayangkan ucapan salah satu dari keempatnya. Mereka tipe preman yang menyembunyikan cutter di saku celana. Wooseok tau karena sudah melihatnya sendiri. Beruntung dia tidak buruk dalam urusan berkelahi. Empat lawan satu bukan masalah.

Masalahnya adalah Wooseok yang tidak akan selalu ada untuk menghentikan orang-orang yang entah siapa dan darimana itu. Membayangkan tentang kelompok bersenjata dan anak lugu itu jelas bukan sesuatu yang lucu.

Dunia terlalu tidak adil untuk Hyungjun kecilnya.

"Kaka Haooo~ ikannya dikasih makan apa, sih? Kok jadi ngga mau makan rotinyaa~" Hyungjun berlari menghampiri Jyunhao dengan ekspresi yang tidak bersahabat. Si koki melirik sekilas ke sudut ruangan, mencari tau apa yang salah dengan para ikan kecil sebelum kemudian menemukan hal yang lucu.

"Ya ngga mau lah, harusnya kamu kasih remahannya kecil-kecil. Jangan dikasih sebungkus langsung. Mereka ngga bisa gigit." Hao terbahak sendiri.

"Ya kan aku baik ngasihnya gede biar cepet gede jugaa~ ih kaka ngga usah ketawa deh. Itu tolongin airnya jadi kotor."

"Tuh kan jadi nyusahin?" Hao beranjak dari duduknya, menghentakkan kaki keras saat berjalan ke sudut ruangan tempat akuarium yang airnya sudah mulai keruh karena sebungkus roti.

Si kecil mengedikkan bahu tak berdosa.

"Hyungjun?" Wooseok memanggil.

Anak itu menghampirinya. Duduk di pangkuan Wooseok yang tengah duduk di kursi dekat dapur. "Iya kenapa?"

Sejujurnya Wooseok tidak percaya muridnya sudah berumur 17 tahun. "Ngga papa. Cuman mau liat kamu dari dekat."

"Oo, kaka bawa ponsel?" Hyungjun memainkan kerah baju Wooseok.

"Ada, di saku celana." Wooseok melotot terkejut saat muridnya merogoh saku celananya tiba-tiba. "Mau buat apa?"

Hyungjun fokus pada smartphone, membuka sebuah aplikasi sebelum bunyi tangkapan layar terdengar. "Foto, biar kaka bisa liat dari dekat kalo udah pulang dari sini."

EINSERZ | CatLemWhere stories live. Discover now