11 Elf

641 110 13
                                    

Rupa bisa membunuh.

Wooseok percaya pada frasa yang satu itu. Tidak semua hal bisa dijelaskan. Seperti ketika psikopat lebih suka menyiksa dengan ujung jarum terkecil daripada pedang tertajam. Dan juga ketika seseorang nyaris gila hanya karena melihat orang lain tertawa lepas.

Hanya... sulit di jelaskan.

Hyungjun menggigit ujung Sandwich dan mengunyahnya pelan-pelan sambil bergumam; memberitahu bahwa Jyunhao pernah mengatakan untuk mengunyah makanan sebanyak dua puluh kali sebelum ditelan untuk memudahkan proses pencernaan.

Wooseok hanya mengangguk tanpa mendengarkan dan larut dalam pikirannya sendiri. Hyungjun juga tidak merasa terganggu saat Wooseok memandangnya intens seolah menikmati indahnya karya dari pelukis legendaris.

Mata bulat itu selalu terlihat jernih dan bening, menggambarkan betapa lugu dan bersihnya si kecil. Bibirnya mengatup rapat dengan pipi menggembung saat mulutnya penuh makanan. Beberapa kali jarinya bergerak menghitung jumlah kunyahan sebelum ditelan.

Wooseok menggigit bibir menahan senyum, dia tidak pernah pusing menghitung dua puluh kali saat makan.

Ya, Hyungjun punya caranya sendiri untuk segala hal, dan Wooseok menyukai segalanya tentang anak itu.

Sandwich yang tinggal separuh ditaruh di piring, Hyungjun meraih segelas susu dan meminumnya beberapa teguk. Meninggalkan garis putih tipis di atas bibir.

Untuk yang satu itu, Wooseok tidak bisa memberi toleransi. Wajahnya mendekat cepat dan lidahnya menyapu bersih bekas susu yang menyerupai kumis putih di atas bibir. Menyesapnya lembut dan memberikan lumatan di akhir.

Hyungjun melotot kaget. Matanya mengerjap beberapa kali saat Wooseok menjauhkan wajah beberapa senti ke belakang. Tidak lama, hanya beberapa detik sebelum si kecil tersenyum malu dan merona.

Wooseok tersenyum, mengacak surai ikal yang selalu beraroma Strawberry kesukaannya. Akhir-akhir ini Hyungjun terlihat sudah punya malu saat mereka bersentuhan.

Itu menggelikan.

"Eum... Sarapannya 'kan udah selesai. Kaka mau bawa aku pulang ke rumah atau pergi ke kampus?"

Wooseok mengangkat alis, merogoh saku celana dan mengeluarkan smartphone. Ayah Hyungjun akan menghubunginya jika situasi tepat untuk membawa Hyungjun pulang. Namun tidak ada pesan atau panggilan masuk.

Apa kali ini Wooseok harus membawa muridnya ke kampus? Lagi? Mengingat hal buruk yang si kecil dapatkan di kunjungan pertamanya membuat Wooseok bergidik ngeri sekaligus menyesal dan marah.

Seketika bayangan tentang Lee Midam yang sedang memojokkan tubuh Hyungjun di sudut kamar mandi terbayang jelas; berbarengan dengan suara bel pintu yang ditekan secara brutal oleh seseorang didepan.

Wooseok beranjak, membawa serta emosinya pada bayang-bayang Lee Midam saat tangannya membuka kenop pintu dan tinjunya melayang ke orang yang menekan bel kesetanan.

Bugh!

Itu Kang Minhee. "Bangsat!"

"Belajar mencet bel sebelum bertamu. Jangan di ulangi, gue patahin jari lo nanti." Wooseok berujar dengan wajah apatis andalannya.

Minhee menatap sinis dan membuntuti pemiliknya masuk kedalam flat berukuran sedang itu. Sudah dapat tinju, kena ancam pula. Padahal Minhee hanya ingin pintu cepat dibuka karena dia membawa sekotak akuarium berisi satu ikan warna merah muda yang senada dengan warna rambut barunyaㅡ dan beratnya membuatnya berkeringat.

EINSERZ | CatLemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang