19 Neunzehn

981 119 61
                                    

Minhee menggigit besar-besar sepotong Pizza sambil memikirkan satu hal tentang alasannya masih duduk santai di sofa padahal sudah lewat jam sepuluh malam yang berarti kawasan sirkuit ilegal sudah beroperasi seperti biasa.

"Gue ngga mau balapan."

Kalimat itu meluncur begitu saja saat batas keraguan membuatnya tidak yakin. Memang benar, Minhee yang minta kesempatan untuk bebas beberapa hari lalu, namun yang dia lakukan saat ini adalah menghindari kesempatan itu sendiri.

"Kenapa ngga mau?"

Wooseok berujar penasaran tanpa mengalihkan pandangannya dari wajah manis Hyungjun yang sedang fokus membuat origami pesawat dan perahu kertas.

"Karena... Gue udah suka warna rambut pink?"

Minhee ragu sendiri dengan alasannya, "Gue suka tattonya, gue juga ngga mau pindah universitas lagi."

"Lo ini ngomong apa?" Wooseok tidak habis pikir hanya karena sesuatu tidak penting seperti itu, Minhee menolak kesempatan untuk terbebas darinya.

"Lagian mata kanan lo juga masih error."

Wooseok mendelik tidak percaya. Apa Minhee pikir karena masalah sepele itu Wooseok jadi lemah di arena? Yang benar saja? Mengovertake, Slipstream, Rolling Speed, dan Manuver sudah jadi naluri alami yang membimbing Wooseok di lintasan dengan mobil berkecepatan tinggi diatas aspal.

"Lo pikir gue jadi amatiran sekarang?!"

"Engga sat! Santai aja."

"Terus kenapa ngga mau balapan?"

"Gue kan udah bilang anjing... Gue ngga mau pergi."

Anak itu langsung menunduk menghindari tatapan mengerikan seorang Kim Wooseok. Minhee sendiri tidak tau kenapa dia menolak pergi dan menginginkan tetap bersama mereka. Mungkin karena luka dan masalah yang selalu mereka hadapi bersama selama ini membuatnya menemukan sebuah keluarga dimana orang asing saling menjaga satu sama lain.

Wooseok menghembuskan nafas kasar, beranjak berdiri untuk membersihkan beberapa bungkus snacks dan kulit buah yang berserakan memenuhi meja depan tv untuk di buang ke tempat sampah. Juga menyimpan sisa Pizza yang masih ada didalam kotak ke meja dapur.

"Lah anjing, dia beres-beres kaya pembantu gue aja."

Minhee berkomentar diam-diam saat Wooseok masih ada dibelakang.

"Kaka Minhee kenapa si kalo ngomong sering nyebut-nyebut anjing?" Hyungjun kecil menatapnya penasaran.

"Oh, itu gaya jaman sekarang, lo mana tau."

Minhee menjawab tanpa berfikir, namun setelahnya malah tersenyum usil.

"Lo harus gitu juga. Misal gini; kalo lagi kesel sama Wooseok, bilang aja; anjing kaka Wooseok! Gitu. Terus kalo lagi marah bilangnya; bangsat kaka Wooseok! Gitu. Lagi seneng juga gitu. Sebenernya bebas si, mau bangsat, anjing, anjir, anjay, anju, dan semua sodaranya. Gue ajarin dah semuanya."

Hyungjun yang malang, mengangguk-angguk mengerti dan menyimak memahami.

Wooseok datang dari arah dapur, berniat menyuruh keduanya tidur karena sudah malam.

"Hyungjun, udahan yuk bikin perahu kertasnya?"

"Bangsat kaka Wooseok, hehe..."

Wooseok menjatuhkan rahang sejadi-jadinya mendengar Hyungjun kecil kesayangannya mengatakan hal yang diluar kepala. Sementara Minhee jungkir balik di sofa sambil menangis karena tertawa.

"Sayang, siapa yang ngajarin itu?"

"Kaka Minhee."

Hyungjun menunjuk ke arah cowok berambut pink yang sedang lompat dari sofa dan lari terbirit-birit meninggalkan mereka untuk masuk ke kamarnya, serta mengunci pintu untuk menyelamatkan diri.

EINSERZ | CatLemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang