12 Zwölf

647 122 29
                                    

"Udahlah, berhenti."

Bugh!

"Ergh!"

Itu yang terakhir.

Wooseok menyerang titik fatal di wajah dengan tinjunya yang selalu bisa melumpuhkan. Tulang alis sasarannya; darah segar mengalir keluar karena pecah. Belum sepenuhnya rela berhenti menyerang secara brutalㅡ jika saja tidak ada jaksa gadungan yang berusaha membuatnya tetap terkendali dan tidak membuat onar atau masalah yang merugikan.

Han Seungwoo hanya sibuk berjongkok dengan rokok yang terselip diantara belahan bibirnya. Tangannya sibuk menggeser layar smartphone tanpa memperdulikan adegan kekerasan didepan. Berbeda dengan Cho Seungyoun yang berdiri di sebelahnya dengan kedua tangan dilipat didepan dada. Sorot matanya memancarkan rasa iba dan kasihan pada Midam yang terkapar tak berdaya. Tapi juga tak bisa menyalahkan perbuatan Wooseok mengingat dirinya juga tau apa faktor pemicunya.

Salut untuk kedua senior Wooseok yang juga teman satu sirkuitnya itu; karena bisa mengendus bau perkelahian di arena kampus seperti anjing pelacak.

"Cukup untuk pelajarannya. Dia ngga bakal nyentuh milik lo lagi, atau kita yang akan turun tangan. Pergi sekarang, jaga sikap, dia tetap senior." Seungyoun mengatakan apa yang ingin dia katakan. Nada bicaranya tenang, datar, dan terkendali; membuat Wooseok terhipnotis untuk mematuhi perintahnya.

Dia bangkit dari atas tubuh Midam, mengangguk sekilas saat Seungwoo memperlihatkan layar smartphone (foto sebuah M3 mewah yang akan jadi bahan taruhan malam ini) dan melangkah menjauhi mereka.

Wooseok meyakinkan diri sendiri untuk menganggap masalahnya dengan Midam selesai. Perkara Midam akan balas dendam seperti kasus Hangyul adalah masalah belakangan. Toh dilihat dari sudut pandang Seungyoun dan Seungwoo, Wooseok masih melakukan hal yang benar.

Langkahnya berhenti di kafeteria; tempat si peri kecil dan budaknya sedang makan siang bersama. Wooseok meminta Minhee menjaga Hyungjun setelah berhasil menyeret Midam. Cowok itu tidak akan membiarkan si kecil melihatnya ada di sisi brutal memukuli orang untuk yang kedua kalinya.

Wooseok salah untuk satu hal; mereka berdua tidak sedang makan. Tepatnya, hanya Minhee yang makan sementara Hyungjun sedang memperdebatkan sesuatu. Tapi yang di ajak bicara malah mengabaikannya, membuat Wooseok yakin dengan keputusannya memberi satu tinju pada Minhee, secepatnya.

Hyungjun ternyata menuntut jawaban atas tatto tulisan di lengan tangan Minhee, menggunakan kata-kata yang menggelitik telinga, seperti; kenapa nama kaka Wooseok kesayanganku ada di tangan kaka Minhee? Kenapa ditulis di tangan? Kenapa aku ngga pernah nulis begitu di tangan? Aku mau nulis juga. Di pipi boleh?

Wooseok setengah berlari menghampiri mereka dengan senyum geli di wajah. Mendorong tubuh Minhee menjauh dan duduk di tengah mereka. Yang di usir hanya melotot marah dan memindah pantatnya ke ujung kursi.

"Kaka Wooseok abis mukulin orang itu yaa?"

Seketika cowok itu terdiam.

"Ngga papa kok, aku ngga takut atau marah. Kaka pernah bilang cuman mukul orang jahat, kan?"

Wooseok tersenyum damai. Reaksi Hyungjun membuatnya lega. Fakta bahwa anak itu menerima apa adanya dan masih tersenyum saat memandangnya membuat Wooseok tersentuh. "Mau cium?"

"Uhuk!"

Minhee tersedak kuah sup-panas-pedas dan membuat wajahnya merah padam saking tidak-enaknya. Seketika nafsu makannya hilang.

Hyungjun gantian mengabaikan cowok yang mengabaikannya beberapa menit lalu itu dan mengangguk semangat ke arah Wooseok. Ya, mereka berciuman lembut di depan Minhee yang sedang menikmati perihnya tenggorokan karena tersedak.

EINSERZ | CatLemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang