Harapan Rahasia Sang Angin

40 21 16
                                    


Windi tidak pernah menyalahkan kedua orangtuanya. Tanpa firasat. Tanpa wasiat. Mereka tewas dalam kebakaran dan kerusuhan di pasar pasca masa pilkada. Meninggalkan dirinya yang otomatis jadi tempat bergantung adik laki-laki dan perempuannya.

Beruntung, ayah-ibunya mengasuransikan sejumlah besar uang untuk pendidikan dirinya dan dua adiknya. Hasil tabungan seumur hidup sebagai pedagang sayur kecil-kecilan. Setidaknya biaya sekolah mereka bertiga sampai lulus SMA, aman. Rupanya itulah alasan mengapa selama ini mereka hidup begitu sederhana.

Namun, untuk biaya sehari-hari, Windi harus memutar otak. Pekerjaan yang bisa dilakukan anak SMA masih terbatas. Tahu begitu dulu dia menurut saja untuk masuk SMK. Tidak muluk-muluk bermimpi kuliah.

Windi menjadi wakil di sekolah untuk berbagai lomba, memberi les anak-anak kecil di sekitar rumahnya, menjaga toko dan warung milik para tetangganya, sampai sesekali menyanyi di kafe bersama teman-teman bandnya. Terakhir ayah dari teman bandnya itu memberinya kesempatan untuk menjadi kasir di minimarketnya walau Windi belum punya ijazah SMA. Untuk pertama kalinya Windi bersujud syukur karena bisa punya gaji tetap.

Ia bersikeras tetap tinggal di rumah itu bersama adik-adiknya. Tidak mau merepotkan keluarga ayah-ibunya. Meskipun beberapa dari mereka yang berada tak berkeberatan mengulurkan tangan.

Ketika masih hidup ayah-ibunya selalu mengajarkan untuk hidup pantang menumpang apalagi berutang.

"Jadilah seperti pohon kelapa, bukan benalu."

Windi terbiasa hidup dengan menegakkan kepala meski harus meniti jalan dari bawah.

Kebanyakan orang salut padanya.

"Tak pernah mengeluh". 

"Tak pernah macam-macam."

"Anak kuat dan tegar."

"Dia bakal sukses kalau sudah dewasa."


Namun, sebenarnya Windi ingin sekali bisa mengeluh.

Ingin sesekali bisa membolos bersama teman-temannya yang seolah tak pernah punya beban.

Ingin bisa menangis, menjadi lemah, lalu dikuatkan orang lain.

Tak bisakah Tuhan tak perlu Menunggunya jadi dewasa lebih dulu untuk memberikan kesuksesan yang ia butuhkan?

Windi tersentak dari lamunannya. Buru-buru ia memasang senyum dan menyapa ceria ketika seorang pelanggan melangkah masuk.

"Selamat datang di minimaret. Selamat berbelanja."

Wordcounts: 300

Tema: Perempuan 18 tahun

Beyond The Purple Sky [RAWS FESTIVAL November 2019]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang