Penjara Angin

54 21 25
                                    

Suasana serbaremang. Udara yang sejak pagi terasa panas, sore itu digantikan terjangan angin dingin. Mengamuk menderu-deru. Batang-batang pohon bergoyang linglung. Daun-daun bergemerisik panik. Langit menikam bumi dengan jutaan jarum air. Gemuruh halilintar bertabuh memainkan lagu pembuka orkestra kemarahan alam. Jalanan sepi bagaikan kota mati.

Wiper mobil yang tinggal sebelah melambai-lambai kepayahan. Rashi berkali-kali mengumpat. Susah berkonsentrasi menyetir sambil sesekali mengelap kaca depan dan samping yang kian kelabu. Sementara itu, gadis berambut sebahu di sebelahnya dari tadi terus gemetar dan sesenggukan. Sama sekali tidak membantu.

"Cyndi!"

"Namaku Windi!" sentak gadis itu dengan wajah sembap dan penuh ingus. Dari tadi lelaki berwajah angkuh itu terus salah memanggil namanya.

Rashi melemparkan kanebo lembab ke si penumpang. "Bersihin kaca! Daripada nangis nggak guna!"

Dengan kasar Windi meraup kanebo. Sesuai komando, menggosok-gosok kaca samping dan depan. Dengan ganas.

Bentakan Rashi membuat jantungnya semakin bergemuruh. "Pelan-pelan! Ini bukan mobil bapakmu! Memangnya kalau ada yang rusak kamu bisa ganti?!"

Windi melotot. Menyakitkan. Pertama bapaknya tak pernah punya mobil. Kedua, dirinya sendiri sudah tak punya bapak.

Ia bayangkan dirinya menjejalkan kanebo ke lubang hidung Rashi. Namun, ia sadar kalau harus tahu diri. Bagaimanapun, di antara semua orang yang dihadapinya tadi, hanya lelaki itu yang cukup peduli sampai mengambil aksi. Jadi setelah mengelap wajah dengan lengan jaket, ia memelankan sapuan tangannya. Mengatur napas dan mulai berhitung satu-dua-tiga dan seterusnya dalam kepala.

"Aira... Bayu... Kalian di mana?" bisiknya.

Dalam diam, Rashi melirik gadis itu mati-matian menahan tangis.

***

Dua bocah duduk berdempetan di bawah naungan pos satpam hutan kota. Gemetar dikepung penjara angin. Terkesiap kala sebuah pohon besar ambruk tepat di depan mata. Berikutnya, tiba-tiba saja sekujur tubuh mereka basah. Badai mencabut atap dari atas kepala mereka.

***

Embun sedang menggonta-ganti channel TV dengan tampang bosan. Sebuah breaking news spontan membuatnya berhenti menekan remote.

"Allaaah! Ibuuu! Itu kotanya Kak Rashi...."

Wordcounts: 300

Tema: Hutan Kota

Sumber foto: www

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sumber foto: www.fajar.co.id

Beyond The Purple Sky [RAWS FESTIVAL November 2019]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang