6. Stumble

3.3K 527 46
                                    

Setiap kali Im Seungwan mendapat kesempatan untuk menatap iris Chanyeol, ia selalu merasa ketakutan. Iris kelam pria itu bak menjelaskan bahwa ia benar-benar membenci Im Seungwan. Ah, mungkin sangat-sangat membencinya.

Tapi jika benar, apa alasan pria itu sebenarnya? Apa karena perjodohan? Apa Chanyeol memiliki kekasih dan Seungwan merusak hubungan mereka? Terlalu banyak pertanyaan di benak Seungwan, ia tidak tahu harus ditanyakan pada siapa.

Sudah seminggu yang lalu sejak kejadian Chanyeol menyelamatkannya yang nyaris menjadi mangsa para keparat yang mabuk. Saat itu Seungwan benar-benar merasa bersalah. Oh ralat, sampai detik ini pun dirinya masih ingin mengucapkan terima kasih dan meminta maaf atas kecerobohannya.

Bayangkan saja. Jika dirinya tidak nekat berjalan kaki karena pikiran buruknya pada Chanyeol, maka dipastikan saat itu ia tidak akan mengalami hal buruk. Seungwan merasa dirinya sebodoh itu. Padahal Chanyeol berkali-kali berpesan padanya untuk tetap menunggu, tapi ia malah memilih untuk pergi.

Omong-omong. Semenjak kejadian itu, Seungwan tidak pernah benar-benar memiliki kesempatan untuk mengobrol dengan Chanyeol. Ya, sebenarnya hal itu terdengar nyaris mustahil. Mengingat bagaimana sikap Chanyeol tiap kali berhadapan dengan dirinya.

Pria itu bahkan tidak pernah bergabung ke meja makan, pun selalu meninggalkan rumah pagi-pagi sekali dan akan pulang larut malam.

Hari ini, Seungwan berniat menunggu Chanyeol pulang. Besar keinginannya untuk meminta maaf karena telah membahayakan nyawa pria itu. Ya, meskipun pada akhirnya para keparat itulah yang meregang nyawa.

"Seungwan?"

Seungwan terlonjak. Sedikit terkejut, ia nyaris melompat. Membalikkan tubuhnya, ia mendapati Bibi Kim berdiri di dekatnya.

"Apa kau sudah bertemu Chanyeol?" tanya Bibi Kim.

Seungwan menggeleng. "Tidak ada, Bi."

Bibi Kim mengulas senyum tipis yang hangat, khas seorang ibu. "Kurasa putraku itu berangkat lebih pagi lagi," ucap Bibi Kim. Wanita paruh baya itu menarik tangan Seungwan pelan. Membawanya untuk duduk di sofa terdekat.

"Ingin minum susu hangat?" tawar Bibi Kim.

Susu hangat, ya?

Sebenarnya Seungwan tidak terlalu menyukai susu. Apapun rasanya. Tapi karena tawaran Bibi Kim, ia mengangguk. Lagipula, tidak terlalu menyukai bukan berarti dirinya tidak bisa meminumnya, kan?

Bibi Kim memanggil pelayan. Menyuruhnya membawakan susu hangat untuk Seungwan. Sempat ditanya perihal ia lebih suka susu putih atau coklat, Seungwan menjawab ia bisa meminum dua-duanya.

"Ada apa, Bi? Apa ada sesuatu yang ingin Bibi bicarakan?"

Bibi Kim meraih tangan Seungwan. Mengelus punggung tangan wanita cantik itu. Masih dengan senyum tipisnya. "Aku hanya ingin mengatakan bahwa nanti malam kau dan Chanyeol harus bersiap untuk fitting baju, Sayang."

Seungwan membulatkan matanya. Entah kenapa kalimat Bibi Kim membuatnya begitu terkejut. Maksudnya, haruskah secepat ini? Ayolah, ia dan Chanyeol bahkan belum dekat sama sekali.

Dan ya ... barangkali tidak akan pernah.

"Em ... secepat ini, Bi?" tanya Seungwan pelan. Begitu hati-hati. Takut-takut jika pertanyaannya membuat Bibi Kim merasa tersinggung.

Jauh dari perkiraan, Bibi Kim semakin menarik lebar senyumannya. Berdehem sebentar sembari mengelus punggung tangan Seungwan, kali ini dua-duanya.

"Cepat bagaimana, Sayang? Rencana awal kami bahkan ingin melangsungkan pernikahan kalian seminggu setelah kedatanganmu. Tapi putraku sangat sibuk sampai tidak memiliki waktu untuk berbicara." Bibi Kim menjeda sebentar. Meraih nampan dari pelayan, lalu meletakkan susunya tepat di hadapan Seungwan.

Bite The Bullet ✔Where stories live. Discover now