24. I'm Here

2.6K 411 102
                                    

⚠ : hampir 2000 words. Jangan lupa napas ya:) gatau dah ngefeel apa kagak.

Vote okayyyy. Bentar lagi tamat neeeh.

***

"Kenapa kau memukulnya? Kenapa kau melakukan itu? Kau nyaris membunuhnya asal kau tau!"

"Karena dia menghajarmu."

"Kau bahkan sudah memukulnya sebelum tangannya mengenaiku."

"Aku tidak marah sebelum dia memukulmu."

"Dia tidak sengaja, Chanyeol."

"Aku tidak peduli."

Pada akhirnya aku menghela napas kasar. Rasanya benar-benar putus asa menghadapi Chanyeol yang keras kepala. Pria itu sedang mengobati luka di dahiku yang ternyata berdarah, tidak parah, namun cukup sakit sampai membuatku pingsan.

"Kau marah karena dia memberitahu rahasiamu padaku," kataku, mengingatkan perihal apa yang Luhan katakan tadi.

"Sebelum ini, Luhan sudah memberitahuku tentang seseorang yang kau cintai. Wajahnya mirip denganku, itulah alasanmu menerima pernikahan ini. Aku jelas terluka mendengarnya, tapi aku berusaha melupakan semua itu. Aku menahan diri untuk tidak bertanya apapun padamu karena aku berpikir aku tidak berhak marah atas masa lalumu." Aku menghela napas. Seperti ada ratusan pisau yang menghantam hatiku, kalimatku tidak dapat kuselesaikan lagi karena air mataku yang mengalir deras.

Chanyeol terdiam. Pria itu benar-benar tidak melakukan apapun. Setidaknya sampai aku mendengar kotak obat yang ditutup dengan kasar olehnya. Ia menghela napas berat, sebelum berjalan meninggalkanku.

Seharusnya aku memang tidak mengharapkan apapun. Tidak bahkan sekadar penjelasan mengenai kalimat Luhan.

Lantas aku menghapus air mataku. Bukankah ini lucu? Bagaimana bisa aku sempat berpikir bahwa aku mungkin bisa menjadi seseorang yang Chanyeol lindungi karena ia menyayangiku? Disaat dunia pria itu ternyata begitu tertutup hanya untuk perempuan yang ada dimasa lalunya.

"Don't you dare to move."

Mataku yang masih sedikit berair beralih menatap Chanyeol. Pria itu sedang berjalan ke arahku dengan nampan berisi mangkuk bubur dan air mineral.

"Aku ingin pulang," lirihku. Itu adalah alibi yang buruk. Tapi aku benar-benar ingin pulang. Chanyeol tidak membawaku ke rumah kami. Pria itu malah membawaku ke rumah keluarga Kim.

Chanyeol mengeraskan rahangnya. Setelah meletakkan nampan itu, Chanyeol menarik kakiku yang terulur ke lantai, membawanya kembali ke kasur.

"Aku bukan orang baik," ucapnya. "Aku tidak bisa berbuat baik dalam waktu lama. Jadi selagi aku baik kepadamu, diam dan turuti apa kataku!"

Chanyeol kemudian meraih mangkuk bubur. Tangannya sibuk mengaduk bubur itu sambil sesekali meniupnya.

"Kau terluka," lirihku, suaraku nyaris tidak terdengar. Air mataku kembali turun. Aku jadi sering bertanya-tanya, kenapa aku cengeng sekali jika itu menyangkut tentang Kim Chanyeol?

Dulu sekali, aku pernah berpikir bahwa aku mungkin aneh. Aku terlihat seperti heartless bitch karena sulit sekali menangis. Bahkan saat menonton drama keluarga yang sangat menyedihkan bersama teman-temanku, hanya aku yang tidak menangis.

Tapi begitu menginjakkan kaki ke rumah ini, aku bahkan sudah menangis dihari pertama Chanyeol mengancamku. Dan sampai saat ini, aku semakin cengeng. Semakin banyak menangis karena Chanyeol.

Chanyeol memandangku cukup lama sebelum berdecak singkat. "Ini tidak sakit," jawab Chanyeol. Pria itu tau bahwa aku sedang memperhatikan luka-luka yang ada di wajah hingga tangannya.

Bite The Bullet ✔Où les histoires vivent. Découvrez maintenant