22. Precious Tears

2.7K 438 123
                                    

Jangan lupa vote dan komen yasssh.

***

"Bagaimana keadaan Chanyeol?"

"Apa maksudmu? Dia baik-baik saja. Tunggu, jangan bilang kau menyukai suamiku."

"Sialan! Aku masih waras tau. Tapi serius, dia sudah baik-baik saja?"

"Dia selalu baik-baik saja. Memangnya ada apa, sih?"

"Kau tidak tau? Dua malam lalu Chanyeol berkelahi dengan komplotan preman yang berkumpul di jalan dekat rumahmu. Aku sengaja lewat sana untuk memastikan kau sudah pulang apa belum."

"D--dia terluka?"

"Em. Dia hebat sekali asal kau tau. Sebelum Chanyeol membuat preman-preman itu terkapar, perutnya sempat ditendang keras oleh salah satu dari mereka. Aku sudah menawarkan diri untuk membantunya mengobati lukanya tapi katanya dia bisa melakukan itu sendiri."

"Dan kau tau apa yang lebih hebat? Well, tunggu. Tapi jangan terkejut, ya. Aku akan mengatakannya padamu."

"Aku bertanya kenapa dia bisa berkelahi dengan para preman itu, dan tau dia menjawab apa?"

"Istriku selalu pulang lewat jalan ini, manusia-manusia sialan itu pasti akan mengganggunya."

***

Suara Lucas yang meneleponku tadi pagi masih terngiang di kepalaku. Lelaki itu tidak menanyakan perihal aku sudah makan atau belum, sudah mandi atau belum, pun tidak menggangguku seperti biasanya. Justru aku tidak terpikirkan bahwa kalimat Lucas akan menyakitiku hingga membuatku menangis sendiri di kamar.

Nyaris setengah jam setelah aku dan Chanyeol berbicara lewat telepon, aku mendengar knop pintu diputar. Aku sontak mendongak saat sosok tinggi yang kutunggu sejak tadi sudah terlihat, pria itu masih lengkap dengan jas kerjanya.

Wajahnya seperti kesal sekali dan ingin bertanya perihal kenapa aku meneleponnya dan memintanya pulang dengan cepat bahkan ketika pekerjaannya di kantor belum selesai.

Tidak menunggu waktu lama. Aku langsung berjalan buru-buru, nyaris berlari menuju pria itu. Aku sempat melihat raut wajahnya yang kebingungan. Tapi aku tidak peduli, aku malah langsung memeluk erat tubuh Chanyeol.

Aku tidak mengerti apa yang ada di dalam kepalaku, namun saat ini aku langsung mendongak, tanpa sempat memberi waktu untuk Chanyeol berbicara. Aku menangkup wajahnya, berjinjit lalu meraup material basah miliknya. Untuk beberapa detik, aku merasakan Chanyeol tidak melakukan apapun. Pria itu diam dan membiarkan bibirku bergerak sendiri.

Persetan dengan itu. Aku tetap tidak melepaskan bibirku dari bibirnya. Air mataku mengalir, aku semakin merasa kesakitan saat mengingat semua cerita Lucas tentang Chanyeol yang merasakan sakitnya sendiri.

Semakin aku mencoba melupakannya, ingatanku terus membawaku ke sana. Dan semakin aku mengingatnya, hatiku sakit sekali membayangkan fakta bahwa barangkali aku tidak seberharga itu untuk menjadi tempat Chanyeol menumpahkan segala masalahnya. Aku tidak tahu dia terluka bahkan saat fakta mengatakan aku adalah istrinya.

Terlalu rakus. Aku tahu.

Itu adalah dua kata yang tepat untuk menggambarkan diriku yang sekarang. Karena aku tidak merasakan Chanyeol membalas ciumanku, pun tidak merasakan tangannya memeluk pinggangku. Tapi aku tetap tidak ingin berhenti bahkan saat kemungkinan terbesar yang akan pria itu lakukan adalah mendorong kasar tubuhku.

Aku merasakan air mataku sendiri yang turun membasahi bibir kami. Aku yakin Chanyeol juga merasakannya. Berbanding terbalik dengan dugaanku, pria itu malah meraih pinggangku, lalu membalas ciuman yang kuberikan.

Bite The Bullet ✔Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon