20. Once In A Blue Moon

4K 502 194
                                    

Tysm buat yang masih antusias setelah MWL jarang update. Apalagi yg minta link dan password untuk chapter sebelumnya banyak banget lewat email, dm, dan wall.

Serius deh, aku bingung antara seneng sama kecewa kayak em .. banyak banget kemarin yg baru vote semua chapter. Jadi selama ini jadi sider dong? Jadi mikir seandainya part itu nggak aku kunci, masih ngesider gitu. Terus ada lagi follow, vote 1 part, unfoll, terus dm minta link dan pass. Itu maksudnya apaan woy:V

Satu lagi, aku nggak ngasih password 2x. I'm kinda disgusted with part 19. Aku bacanya aja cuma sekali doang, pas nulis doang. Jadi aku gabakal ngasih password buat dibaca ulang.

***

Seungwan.

***

"Bibi membelikan ini untukku?" Aku bertanya antusias. Lalu Nyonya Kim di sana berbalik, menatapku sedikit kesal.

"I--bu!" Nyonya Kim menekankan kata itu.

Aku mengangguk. Ah, rasanya lidahku masih belum terbiasa saja. Apalagi kami yang memang jarang bertemu membuatku tidak biasa memanggil Nyonya Kim dengan panggilan ibu. Tapi bagaimana lagi, kenyataannya beliau adalah ibu mertuaku, kan?

"Tapi kurasa ini terlalu berlebihan, Bi---" aku langsung melilit lidahku. "Ibu," ucapku lagi. "Hari valentine 'kan sudah lewat."

Tatapanku terarah pada beberapa coklat bertuliskan To'ak pada kotaknya yang kuyakini berharga sangat mahal. Atau setidaknya, mahal untukku tapi tidak untuk keluarga Kim.

"Kita tidak sempat bertemu saat hari valentine lalu," ucap Nyonya Kim. Wanita paruh baya yang tadinya sibuk menata aksesoris di meja rias itu berjalan ke arahku. Omong-omong, kami sedang berada di kamar jika aku belum memberitahu hal itu pada kalian.

Nyonya Kim datang pagi-pagi sekali. Aku yang mengingat jelas kejadian semalam langsung terbangun dengan perasaan malu. Untungnya, aku sudah mengenakan piyama. Aku tidak tahu apa Nyonya Kim yang melakukannya mengingat pertama kali membuka mata, Nyonya Kim langsung menghujaniku dengan senyuman yang tidak aku ketahui artinya.

Dan aku mengaku, aku malu sekali.

"Kau suka coklat?" Aku langsung mengangguk. Sementara Nyonya Kim membukakan coklat itu untukku. "Aku memesannya pada suamiku saat ia pergi untuk urusan bisnis."

Nyonya Kim menyodorkan coklat itu padaku. "Mau tahu satu fakta menarik?"

Alisku terangkat. "Apa, Bu?"

Nyonya Kim menyuapiku dengan coklat itu. "Chanyeol tidak suka coklat," katanya. Satu fakta yang menambah pengetahuanku tentang pria yang berstatus sebagai suamiku itu.

"Serius, Bu?"

Nyonya Kim mengangguk, "anehnya, dia suka memberi coklat."

Pernyataan yang itu membuatku merengut kemudian. "Untuk siapa?" tanyaku.

Nyonya Kim kemudian tersenyum. "Untukku." Dan serius, aku tidak terlalu percaya. Maksudku Chanyeol mungkin memang memberi coklat untuk Nyonya Kim. Tapi ia juga pasti memberi coklat untuk seseorang yang lain.

Someone special? Bisa saja.

"Aku pikir dia memberi coklat untuk sekretarisnya."

"Brina Jung?"

"Ya."

Nyonya Kim menutup kotak coklat itu setelah aku menggeleng, tanda bahwa aku tidak ingin lagi. "Brina Jung itu sahabat Chanyeol," ucap Nyonya Kim yang membuat mataku membulat.

"Kata orang, tidak ada laki-laki dan perempuan yang benar-benar bisa bersahabat. Selalu ada yang jatuh cinta setelahnya."

"Ya, memang."

Bite The Bullet ✔Donde viven las historias. Descúbrelo ahora