Part. 5

19 2 0
                                    

Sasha melajukan motornya menuju pasar, tempat ayahnya mencari rezeki. Usai memarkirkan motor, ia berjalan mencari kios sang ayah.

Ia melihat dari kejauhan saat lelaki paruh baya itu menyeka keringat di kening, dalam hatinya terasa perih. Sampai di usia dua puluh lima yang dibilang sudah dewasa, tapi nyatanya belum mampu memberikan kebahagiaan pada ayahnya.

"Yah ...." Sasha berdiri di depan kios.

"Eh, Sha. Udah pulang?" tanya Ayah Sasha, tangannya dengan teliti melayani pembeli yang berbelanja sayuran.

"Humm ...."

"Kenapa nggak langsung pulang?" Ayah Sasha. Pak Yoga menatap putrinya, "Makasih, Bu," ucap Pak Yoga saat si pembeli membayar belanjaan.

"Pulang bareng, yuk." Sasha menatap Ayahnya. Ini bukan kali pertama Sasha tiba-tiba datang ke kios, Pak Yoga hapal betul sifat putri semata wayangnya ini, jika merajuk seperti ini, sudah dipastikan suasana hatinya sedang tidak bagus.

"Tapi tunggu ya sampe nanti jam tiga, sampai jualan Ayah sedikit lagi. Kamu masuk sini, tiduran aja di dalam." Pak Yoga menggerakkan tangannya menyuruh Sasha masuk. Gadis itu pun menuruti perintahnya. Sasha merebahkan diri di atas kursi kayu panjang, sambil membaca buku.

"Belanja apa, Bu?" seru Pak Yoga.

"Saya mau beli brokoli setengah kilo, wortel setengah kilo, itu bawang daun lima ribu," tunjuk seorang ibu-ibu pada sayur-sayuran di hadapannya. Pak Yoga mengambil sayuran yang disebut lalu menimbangnya.

"Semuanya tiga puluh lima ribu." Pak Yoga menyerahkan bungkusan belanjaan pada si ibu. Wanita itu tampak kebingungan mencari sesuatu dalam sakunya.

"Sebentar ya, Pak." Si Ibu berusaha tersenyum meski hatinya takut.

"Kenapa, Bu?" tanya Pak Yoga.

"Hmm, ini ... anu, Pak. Dompet saya hilang," seru wanita berkerudung hijau tersebut. Wajahnya tampak bingung saat tak ia tak dapati benda tersebut dalam sakunya.

"Astghfrullah, kok bisa, Bu." Pak Yoga nampak iba.

"Duh maaf, Pak. Saya nggak jadi belanja. Ini belanjaan saya kembalikan." Wanita itu menyerahkan kantong plastik berwarna merah tersebut, "Maaf ya, Pak." Wanita itu menangkupkan tangannya meminta maaf.

"Bu, ini bawa saja." Pak Yoga menyodorkan kembali belanjaan si ibu.

"Nggak usah, Pak. Nanti bapak rugi."

"Nggak kok. Ambil saja. Daripada anak ibu dirumah makan nggak ada sayur. Bawa saja ini." Pak Yoga membujuk si ibu agar mau menerimanya.

"Jangan, Pak. Bapak nggak kenal sama saya. Apa bapak nggak takut saya menipu?" Wanita itu berusaha menolaknya.

"Saya percaya pada siapa pun yang berbelanja di sini."

Sasha mendengarkan pembicaraan Sang Ayah. Ia tak mau ikut campur soal ini, Sasha percaya pada Ayahnya yang akan bisa menangani urusan di kios.

Wanita itu melihat sekeliling pasar, sudah sepi pembeli karena hari yang menjelang sore.

"Baiklah jika bapak memaksa. Saya janji, Pak. Besok saya ke sini lagi. Bayar belanjaan ini." Wanita itu pun menerima kembali bungkusan belanjanya.

"Iya, Bu."

"Makasih banget, Pak. Semoga Allah senantiasa memberikan melancarkan usaha bapak."

"Aamiin."

Wanita itu pun berlalu dari kios, menuju halte tempat kendaraan umum biasa berhenti.

"Udah, yuk. Pulang." Pak Yoga bangkit dan mulai menutup kios. Sasha menutup bukunya lalu membantu memasukan sisa dagangan Ayahnya ke dalam peti kayu.

My SunshineWhere stories live. Discover now