part. 15

27 2 5
                                    

Arash melajukan motornya ke arah berlawanan dari caffe yang baru saja mereka tinggalkan. Sasha masih diam tak menjawab meski berulang kali lelaki di depannya bertanya 'kenapa. Kaget, juga rasa tak percaya pada apa yang baru saja dilihat masih membekas.

“Sha ....” Tangan kiri Arash kembali menyentuh punggung tangan Sasha yang memegang erat tali ranselnya, kali ini tangan gadis itu tidak melingkarkan tangannya di pinggang Arash seperti saat mereka tiba di caffe.

“Kenapa?” jawab Sasha.

“Dodol! Harusnya gue yang nanya lu kenapa. Malah nanya balik. Sadar nggak sih lu aneh banget hari ini.”

“Nggak penting. Bawa gue ke mana aja. Gue nggak mau pulang!” Sasha menyandarkan kepalanya yang tertutup helm di punggung Arash. Kepalanya terasa sangat berat.

“Lu nggak takut gue macem-macem sama lu?”

“Nggak! Gue yakin lu nggak akan tergoda sama cewek kaya gue!” jawab Sasha datar. Gadis itu memejamkan mata, dengan pasrah ia membiarkan Arash membawa ke mana pun yang ia inginkan. Semilir angin sore menerpa tubuhnya, berharap segala beban di dalam dirinya sirna.

Dengan tenang Arash  melajukan kendaraannya ke arah barat. Di sana ada sebuah pantai yang sangat lengang jika menjelang sore.

“Sha ... udah sampe.”

Lelaki itu memarkirkan motor di bawah pohon kelapa yang sedang berbuah lebat. Arash memejamkan mata, membiarkan gemuruh angin menerpa wajahnya yang masih tertutup helm. Juga membiarkan Sasha tetap bersandar pada punggungnya. Meski pinggangnya dirasa sedikit kram karena terlalu lama tegak demi agar Sasha tidak terganggu, juga supaya gadis di belakangnya tidak banyak bicara.

Sasha membuka mata, saat telinganya menangkap deburan ombak yang berkejaran. Ia Melihat kanan kirinya yang  berjejer saung kecil yang beratapkan daun kelapa, juga pemandangan sunset di depan mata.

“Ngapain lu bawa gue ke pantai? Mau mesum lu ya!” tuduh Sasha. Gadis itu turun dari boncengan dan menjauh beberapa langkah dari Arash yang masih menutup mata.  Lelaki itu perlahan membuka mata, saat merasakan beban di punggungnya sudah pergi.

“Ngapain lu berdiri di situ?” Arash melihat Sasha dengan tatapan heran, gadis itu memandang ke arahnya seperti melihat seorang psikopat.

“Ngapain lu bawa gue kemari? Mau ngambil kesempatan dalam kesempitan lu ya?” tuduh Sasha lagi. Ucapannya tadi sepertinya tidak didengar karena kepala yang masih tertutup helm juga suara ombak yang bergemuruh.

“Nggak usah suudzon sama gue. Lu tadi yang bilang nggak mau balik. Terserah gue mau dibawa ke mana. Ya udah gue bawa aja lu kemari.” Arash beranjak setelah menurunkan standar motor dan berlalu meninggalkan Sasha yang masih diam Memandanginya. Lelaki itu berjalan mendekati bibir pantai, lalu melepas sepatu hitam juga helm yang dikenakannya dan meletakkan di bawah pohon kelapa tempat motornya terparkir. Arash melipat celana jeans nya sampai lutut, lalu berjalan perlahan mendekati ombak. Lelaki itu dengan pasrah membiarkan saat gelombang air laut menyentuh kakinya. Rambut hitamnya menari-nari tertiup angin pantai.

Sasha menikmati pemandangan di hadapannya. Arash yang biasa memasang wajah galak, juga sok cool kini terlihat sangat manis juga hangat. Tanpa alas Sasha duduk di bawah pohon usai melepas helm, kedua matanya tak lepas dari sosok Arash. Ini adalah momen langka baginya, melihat Arash dengan wajah sesantai juga selembut itu.

Cekrek ....

Gadis itu mengambil potret lelaki berkacamata itu dengan ponsel saat dirinya sedang asyik bermain berkejaran dengan ombak.. terlihat semakin tampan saat angin memainkan rambut hitamnya yang selalu tersisir rapi. Lelaki itu menatap lekat pada Sasha yang berlindung di bawah pohon.

My SunshineOnde histórias criam vida. Descubra agora