Part. 8

16 1 0
                                    


"Sha, udah enakan?" tanya petugas kesehatan.

"Udah, Bu. Saya mau pulang saja. Lagian kelas udah selesai," jawab Sasha. Setelah mengucapkan terimakasih ia pun menuju tempat parkir.

"Udah baikan, Sha?" Arash muncul tiba-tiba dan mengagetkan Sasha yang baru keluar dari ruang kesehatan.

"Astagfirullahal'adzim. Dasar lu, setan. Suka bener muncul tiba-tiba." Mata Sasha mendelik kesal.

"Sorry, kalo gue bikin lu kaget." Arash menelungkup tangannya pertanda ia meminta maaf, "Balik sama siapa? Gue anter ya?"

"Nggak usah, gue bisa balik sendiri." Sasha berlalu melewati Arash yang terdiam di depan pintu. Lelaki itu pun mengikuti langkah Sasha.

"Lu bisa nggak sih, manis dikit jadi cewek." Arash berjalan mensejajarkan langkah.

"Gue udah Manis, kalo gue bicara manis, lu bisa diabetes ntar." Sasha mempercepat langkahnya.

"Udah baikan?" tanya Arash. Wajahnya memperhatikan Sasha yang sedikit canggung.

"Humm ...." Sasha melihat sekilas wajah Arash, lalu membuang pandangan lurus ke depan.

"Nggak pusing? Kalo masih sakit gue anter lu balik. Mau?"

Sasha menghentikan langkahnya.

"Bisa nggak lu jangan ngikutin gue, Rash!" Sorot mata Sasha tampak sedih.

"Kenapa? Gue salah lagi?" Arash mulai bingung menghadapi Sasha. Begitu juga dirinya yang bingung menghadapi lelaki di hadapannya, saat ada Vera di sampingnya, ia bersikap seolah-olah tidak mengenalinya, tapi jika saat mereka berdua seperti ini, Arash begitu perhatian.

"Gue udah baikan, dan gue bisa balik sendiri!" Sasha menatap tajam, begitu pun Arash yang sama memandang ke arahnya.

"Mata lu, kenapa? Kok sembab? Habis nangis?" Arash menunjuk ke wajah Sasha.

"Uhh ... ini, gue kebanyakan tidur tadi. Udah sana balik. Jangan sok perhatian sama gue!"

"Ya Allah, Sha. Lu gini banget sama gue. Salah gue apa coba sama lu?"

"Sana, gue pengen sendiri!" Sasha membuang muka.

"Ya udah, nggak usah ngegas kan bisa." Arash berlalu meninggalkan Sasha. Hatinya kesal atas sikap Sasha yang tidak pernah bersikap manis padanya.

**

Waktu itu ....

Vera mempercepat langkahnya keluar dari ruang kesehatan, namun dengan cepat Sasha bisa menangkap lengan gadis itu. Keduanya beradu pandang di dalam ruangan yang hanya ada mereka berdua, karena petugas kesehatan sedang tidak berada di tempat.

"Kamu siapa? Ngapain tadi ada di ruangan saya?" tanya Sasha menginterogasi.

"Saya Vera, teman dekat Kak Arash. Lebih tepatnya, pacar Kak Arash." Vera menatap berani kepada Sasha.

Degg ... dada Sasha serupa dihujam benda berat, sakit, juga sesak. Tapi di hadapan Vera ia harus kuat.

"Oh, lalu kenapa kamu ke ruang kesehatan? Kan Arashmu tidak ada di sana!" Sekuat tenaga Sasha menjaga agar nada bicaranya tetap normal.

"Saya tahu kalo Kak Arash tidak ada di sana."

"Lalu ...?" Sasha mulai bingung.

"Nggak ada apa-apa. Saya cuma mau bilang kalo saya sama Kak Arash punya hubungan yang lebih dari sekadar teman. Dan semoga Kakak paham apa yang saya bicarakan."

Kedua tangan Sasha meremas pinggiran gamisnya,  degup jantung memompa lebih cepat, sekujur tubuhnya menggigil seperti habis disiram air dingin.

Usai mengucapkan kalimat itu, Vera pergi meninggalkan Sasha yang hatinya entah bagaimana dirasa. Sasha kembali ke dalam ruang kesehatan dan kembali berbaring, kedua matanya terpejam, air matanya mengalir tanpa diminta. Merasakan sakit yang melanda hati.

My SunshineWhere stories live. Discover now