part. 11

14 0 0
                                    


Di simpang jalan, Sasha memperlambat laju motornya, dia baru ingat jika tadi membuatkan beberapa slice sandwich untuk Arash. Sasha menyalakan lampu sen, hendak memutar arah kembali ke kedai.

Tinnn ....

Sasha mengerem sekuat tenaga, saat sebuah motor keluar dari gang.

"Doni ...!" Sasha mengenali motor itu. Milik Doni. Lelaki itu pun menepikan kendaraannya, dan menoleh ke arah Sasha. Lelaki itu turun dari motornya dan menghampiri Sasha.

"Sorry, Sha!" serunya.

"Don, lu mau ke mana?"

"Ke kedai! Sarapan sama Arash."

"Bukannya Arash biasa sarapan sama Vera di kampus?" Sasha menyelidik.

"Siapa bilang? Sejak awal masuk kampus, dan sampai detik ini. Gue yang jadi partner breakfast dia," jawab Doni terus terang.

Ada sedikit kebahagiaan dalam diri Sasha saat mengetahui bukan Vera yang menemaninya sarapan. Sedikit lega juga bahwa antara Arash dan Vera hanya sekadar teman dan Vera yang jatuh cinta sebelah hati.

"Heh, malah bengong." Doni menjentikkan jari di depan wajah Sasha. Gadis itu tergagap dibuatnya.

"Hehe sorry, Don. Oh iya, btw gue nitip sesuatu sama lu, bisa?" Sasha meraih tas selempang dan mengambil bekal yang ia siapkan dari rumah.

"Apaan nih, Sha?" tanya Doni.

"Ucapan terimakasih gue buat Arash. Tadi pagi dia jemput gue ke kedai buat ambil motor."

"Humm, nggak pake bumbu cinta, kan?" Doni menangkap sekilas rona merah di wajah Sasha.

"Ngarang, lu. Udah ah. Gue ada kelas pagi. Nanti akan ada pengumuman kan buat tugas kelompok. Kata Bu Marta kelas A dan B bakal digabung?"

"Humm, ya udah. Sukses ya presentasinya." Doni mengepalkan tangan menyemangati.

Sasha tersenyum simpul dan melajukan motornya menuju kampus.

**

"Ini Kak, sarapan yang aku buat buat Kak Arash." Vera duduk menghadap Arash. Tangan mungilnya menyodorkan sebuah kotak makan berwarna merah.

Arash membetulkan letak kacamatanya yang dirasa sedikit miring.

"Kamu yang buat?" Arash menyelidik.

"Iya, Kak. Cobalah. Semoga suka." Vera memandang Arash dengan penuh harap.

Arash meneguk kopi hitam miliknya, pandangannya tertuju pada bekal makanan pemberian Vera.

"Hey, Rash. Sorry telat." Doni tiba-tiba datang. Arash meletakkan kembali kotak bekal yang hendak ia buka.

"Dari mana aja, lu. Siang bener!" tanya Arash sewot.

"Tadi di jalan ketemu Sasha, dia nitip ini." Doni mengeluarkan kotak makanan dari dalam tasnya, lalu meletakkan di atas meja bersebelahan dengan bekal pemberian Vera.

Kedua lelaki itu saling pandang, dan sama-sama beralih pada dua kotak makanan di atas meja. Doni duduk di sebelah Arash.

Vera merasa diasingkan, saat kedua lelaki di hadapannya asyik mengobrol dan tidak mempedulikannya.

"Aku masuk ke kelas ya, Kak Arash." Vera meraih tasnya dan berlalu dari kedai. Arash tak memedulikan kepergian Vera dan asyik mengobrol dengan Doni.

"Bro, itu kotak merah dari siapa? Vera?" tanya Doni.

"Humm. Nggak tau dia bawa apaan." Arash menimpali, "Itu si Sasha ngasih apaan lagi. Tumben bener dia bisa manis." Arash membuka bekal pemberian Sasha.

"Apaan isinya, Rash?"

"Roti sandwich, Don!"

"Buka tuh kotak dari Vera!" Arash menyuruh Doni membukanya.

"Nasi goreng, Bro!" seru Doni.

"Makan yang mana, Rash?" tanya Doni, matanya menatap lapar pada kedua kotak di hadapannya.

"Lu mau yang mana?" tanya Arash.

"Nasi goreng, boleh?" ucap Doni sedikit ragu.

Tanpa menjawab pernyataan Doni, Arash sudah melahap sepotong roti sandwich yang Sasha buat, "Enak juga," gumam Arash.

"Enak, Don?" Arash melirik Doni yang makan dengan lahap.

"Agak sedikit asin sih. Tapi masih bisa dimakan lah. Mau coba?" Doni menyodorkan sesendok nasi goreng pada Arash. Lelaki berkacamata itu menggeleng.

"Abisin aja, ini sandwich juga udah cukup buat gue."

Arash menghabiskan sandwich pemberian Sasha. Ia lalu menutup kembali kotak bekal yang sudah kosong, lalu menyimpannya dalam tas. Doni pun melakukan hal yang sama, nasi goreng buatan Vera membuatnya kenyang, kotak bekal merah itu pun Doni simpan dalam tas.

Arash meneguk habis kopi hitam miliknya. Setelah membayar pada kasir, kedua lelaki itu pun kembali ke kampus.

**

Setelah bertanya pada beberapa orang di sekitar kedai tentang blazer yang dipakai Sasha, Rizal dengan semangat mendatangi kampus. Setelah memarkirkan mobil lelaki itupun mulai mencari sosok Sasha.

Tidak mudah memang, mencari seseorang di dalam kampus, dengan ribuan mahasiswa di dalamnya.

"Maaf, Pak. Tahu mahasiswi yang bernama Sasha nggak?" Rizal bertanya pada salah seorang security yang sedang berjaga di pos.

"Waduh, Mas. Ini kampus. Yang namanya Sasha itu bukan cuma satu. Banyak!" Celotehnya.

"Benar juga, ya!" gumam rizal. Ia tidak habis akal, lelaki itu lalu mengeluarkan ponselnya, dan menunjukkan poto Sasha.

Kening security itu pun sedikit berkerut. Seolah pernah melihat gadis yang ada di dalam poto.

"Dia kuliah jurusan apa, Mas?" Security itu balik bertanya.

"Waduh, saya kurang tau, Pak." Rizal menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Benar apa yang dikatakannya, sangat tidak mudah mencari satu orang di dalam kampus.

"Tapi yang saya lihat, dia pake almamater berwarna kuning!" Rizal menjelaskan secara detail sosok Sasha yang terakhir dilihatnya.

"Wah, orang yang Mas cari berarti jurusan akuntansi tuh." Security bertubuh tambun itu lalu menunjukkan letak gedung jurusan akuntansi. Rizal tersenyum penuh semangat, cara untuk bertemu dengan Sasha akhirnya menemukan jalan terang.

Rizal kembali ke dalam mobilnya, ia akan memberikan kesempatan bagi Sasha menetralkan hatinya, setelah kemarin ia rasa syok melihat dirinya hadir di hadapan. Jika memang Sasha sudah memaafkan dirinya, kemarin pun sudah pasti ia bisa menemuinya tanpa harus saling kejar-kejaran di jalanan.

**

"Nih, makasih."Tangan Arash terjulur memberikan kotak makan. Sasha yang sedang asiknya makan sandwich duduk di bawah pohon tanpa alas mendongak.

"Humm ... sama-sama." Sasha meraih kotak bekal miliknya, "Harusnya gue yang bilang makasih, kemarin udah mau gue bantuin gue."Sasha menyimpan kotak bekal kosong tersebut ke dalam tas.

"Sama-sama. Udah jadi kewajiban gue bantuin. Lu udah gue anggap sahabat, Sha!"

Glekk ... uhukkk ....

Sasha menelan bulat-bulat sandwich yang baru saja ia gigit tanpa mengunyah terlebih dahulu. Alhasil ia tersedak. Ia lalu meraih air minum di sampingnya.

Usai mengucapkan itu, Arash berlalu meninggalkan Sasha. Gadis itu mencerna kalimat yang baru saja terlontar dari mulut Arash.

"Sahabat ...?"

My SunshineWhere stories live. Discover now