Bagian 2 - 1 [Anak Baru]

19 5 0
                                    

Kamu berjalan di koridor sekolah sambil mengaitkan satu tali ransel di sebelah bahumu. Suara mobil berhenti mengalihkan pandanganmu untuk menatapnya. Kamu melihat seorang gadis keluar dari mobil tersebut bersama seseorang. Tidak sengaja kalian saling menatap satu sama lain. Dia menebar senyuman, kamu membalasnya dengan senyum simpul. Namun terlihat seperti dipaksakan, kemudian kembali berjalan.

Kamu sudah berada di depan pintu, tempat tujuanmu. Tiga ketukan pintu kamu lakukan sebagai tanda izin, kemudian kamu memasuki ruangan tersebut. Kamu duduk saling berhadapan dengan seorang pria paruh baya berkacamata. Seraya bersikap tenang, kamu menyimpan tas ransel di samping kursi dudukmu.

"Apakah saya kena skors lagi, Pak?" tanyamu.

Pria di hadapanmu nampak membuang napas amat kasar. Lalu posisinya yang masih bersandar, kini lebih memajukan badannya seraya menyatukan kedua tangan dan menyimpannya di meja. "Ini sudah masuk peringatan terakhir, Gerald. Kamu sering bolos kelas bersama David. Kamu juga lebih memilih ikut balapan liar dibanding pendidikan. Apa kamu tahu, nilaimu anjlok semakin menurun? Saya sudah kehabisan tindakan akan dirimu. Memanggil orang tuamu pun tidak ada gunanya. Kamu tahu, nama baik sekolah ada padamu."

Kamu menunduk sejenak. "Saya menyadari bahwa saya memang sering bolos dengan David. Namun ikut balapan itu bukan semata-mata hanya mengikuti hobi saja. Akan tetapi—"

"—Uang. Karena setiap kemenangan akan mendapatkan uang, begitu?" tebak pria itu dengan memotong kalimatmu sambil mengubah posisinya untuk bersandar ke kursi dan membiarkan tangan kanan tetap berada di atas meja. Dia mengetuk-ngetuk meja dengan jari telunjuk.

"Ya. Sepertinya Bapak sudah mulai mengenal saya lebih jauh."

Pria itu menghentikan ketukan jarinya. "Saya memahami jika keluargamu kekurangan materi, tetapi tidak harus bertaruh nyawa dengan itu juga."

Dia menghela napas panjang. "Saya akan memberikan kesempatan terakhir untukmu, Gerald. Karena kamu murid pintar yang berpengaruh di sekolah ini. Kamu harus ingat! Olimpiade Fisika sebentar lagi. Jika kamu masih bolos kelas tambahan demi balapan liar, terpaksa akan saya cabut beasiswa kamu untuk masuk ke Universitas Bumi Langit."

Kalimat itu bisa menjadi sebuah ancaman serius bagimu. Kamu harus memilih antara bersekolah yang dapat menentukan masa depanmu, atau menjadi pembalap liar untuk mendapatkan uang seadanya. Namun entah bagaimana kehidupan masa depanmu. Kamu harus tahu, bahwa beasiswa itu sangatlah berarti bagi sebagian orang. Pemberian berupa bantuan keuangan yang diberikan kepada perorangan yang bertujuan untuk digunakan demi pendidikan yang akan ditempuh. Pihak sekolah telah memilihmu.

"Jangan cabut beasiswa saya," ucapmu memohon.

"Kalau begitu, patuhi peraturan yang ada."

Sejenak kamu terdiam, lalu mengangguk. "Baik. Maafkan saya. Saya tidak akan mengulanginya lagi pada jam sekolah."

"Silakan lanjut kembali ke kelasmu."

"Terima kasih."

Kamu mengambil tasmu dan melangkah keluar dari ruangan tersebut. Kamu berjalan dengan malas menuju kelas. Dari jendela kaca kelas, kamu menatap seorang gadis yang sama berdiri di depan kelas. Tidak sengaja gadis itu membalas tatapanmu, dia tersenyum kembali. Namun kamu tidak membalas senyumannya, malah memalingkan wajah. Sangat acuh. Mungkin karena merasa kesal dengan pertemuanmu tadi. Kamu mulai membuka pintu kelas tanpa mengetuknya terlebih dulu.

"Maaf, saya telat masuk. Dipanggil oleh guru BP," ucapmu.

Guru itu tampak sudah mengetahui alasanmu. Terlihat ketika dirinya menghembuskan napas dengan kasar. Dari raut wajahnya, dia tidak senang dengan kedatanganmu. "Tidak apa. Silakan duduk, Gerald. Kita sedang kedatangan murid baru."

Kesalahan Mematikan (TAMAT) Where stories live. Discover now