Bagian 1 - 1 [Ingin Mati Rasa]

103 19 46
                                    

Kamu berjalan dengan membawa buket bunga di tangan kanan dan sebotol minuman di tangan kiri. Pandanganmu tampak kosong, seperti melamunkan sesuatu. Dari cara jalanmu, terlihat sangat tidak bergairah. Bahkan, dari segi penampilan pun tidak begitu rapi untuk datang ke sebuah acara resmi. Celana sobek yang dipadu dengan kemeja hitam bergaris putih itu memberikan kesan yang bertolak belakang. Alias tidak sepadan.

Kini, langkahmu terhenti di pintu gerbang bertuliskan 'Tempat Pemakaman Umum'. Sejenak kamu terdiam, lalu memasuki area tersebut seraya menyapu pandangan ke sekitar batu nisan di sana. Rupanya, bukan tempat acara resmi yang kamu datangi, melainkan tempat ziarah.

"Di sinilah tempatku akan berakhir," ucapmu perlahan dengan pasrah.

Beberapa langkah kemudian, kamu berhenti berjalan dan berdiri di hadapan sebuah batu nisan bertuliskan nama 'Luella Seraphina' yang sudah dihiasi bunga kamboja dan juga bunga lily. Botol hijau tua di tangan kiri itu, mulai diayunkan pelan ke arah batu nisan tersebut, sehingga menciptakan suara kecil. Isyarat mengajaknya bersulang.

"Untuk ketenanganmu."

Lantas, kamu meminum air tersebut dengan cepat sampai mengalir melewati tenggorokan. Pakaianmu dibuat basah, akibat terus meneguk tanpa henti yang membuat airnya berhamburan. Setelah minuman itu tersisa setengah lagi, kamu menuangkannya ke tanah kuburan Luella yang masih basah. Mulai dari batu nisan sampai ke ujung dialirkan minumannya dan menyisakan seperempat botol. Sisanya, kamu minum kembali sampai habis, tidak tersisa.

Setelah menghabiskan minuman itu, kamu berjalan lebih dekat dengan batu nisan tersebut. Kemudian, berjongkok dan mengayunkan botol kosong itu ke arah batu nisan sampai pecah. Kepala botol itu kamu tancapkan di atas tanah kuburannya. Lalu, kamu mengambil serpihan kaca yang berserakan di sana. Penuh tekad, bagian tajam kaca tersebut memberikan goresan lurus di telapak tanganmu. Cairan kental berwarna merah pun mulai menetes dan langsung disuguhkan ke arah batu nisan untuk menghiasi tulisan namanya. Perpaduan warna hitam dan merah, terlihat sangat kuat dan estetik.

"Aku berani menghabiskan semua darahku di tanahmu ini, Luella. Haruskah aku berada di sini sampai tubuh ini kehabisan darah? Aku selalu mengikuti jalanmu, tetapi takdir terus menolakku."

Pandangan beralih menatap pergelangan tanganmu. Rupanya di sana terlihat ada banyak luka kering hasil goresan benda tajam—lebih tepatnya luka hasil menyakiti diri sendiri, atau lebih parahnya percobaan bunuh diri. Terdapat satu goresan yang masih basah di sana. Mungkin, goresan itu baru saja dibuat olehmu, seakan hal itu sudah menjadi hal biasa bagimu. Sebenarnya, kamu membutuhkan bimbingan yang ketat dari psikolog untuk mengatasi masalahmu.

"Bahkan semua goresan ini masih dapat dirasakan. Bagaimana caranya agar aku tidak merasakan sakit lagi, Lue? Apa aku harus membiusnya?"

Tidak akan ada jawaban yang akan kamu dapatkan. Bertanya hanya akan membuat dirimu terlihat gila.

"Maafkan aku, Lue."

Kamu mengelus batu nisannya, lalu meninggalkan tempat pemakaman umum tersebut dengan darah yang masih mengalir ke area jemarimu sampai akhirnya mendarat di jalanan. Apakah luka-luka itu adalah sebuah harapan agar setiap luka tidak dapat lagi dirasakan? Tidak mungkin. Setiap luka akan selalu terasa pada saat situasi apa pun. Kamu tidak dapat menampik atau menghindar dari rasa sakit yang sudah diperbuat. Jika memang tidak ingin merasakan sakit, lalu mengapa dirimu terus menyakiti diri sendiri seperti itu? Bahkan seseorang yang memang benar kehilangan akal pun tidak pernah menyakiti dirinya sendiri.

Tampak, kamu berjalan sempoyongan seperti orang mabuk. Sesekali menangis dan sesekali pula tertawa tanpa sebab. Sepertinya, beban hidupmu begitu berat setelah mendatangi pemakaman seorang gadis yang bernama Luella itu. Seakan semuanya terkumpul pada titik pikiran terdalammu. Mungkin, kamu berusaha untuk tidak peduli, tetapi tidak dapat memungkiri bahwa pada masa lalu itu akan terus teringat.

Kesalahan Mematikan (TAMAT) Where stories live. Discover now