Bagian 1 - 8 (Menyalahkan Diri Sendiri)

19 4 4
                                    

Terlihat kamu berjalan mondar-mandir di samping ranjang David, dengan melipatkan kedua tangan pada dada. Sesekali kamu menengok ke arahnya yang masih belum sadarkan diri. Menit demi menit, jam demi jam telah terlewati. Namun tetap saja dia tidak kunjung sadar. Kamu mulai berhenti dari aktivitasmu dan beralih duduk di sampingnya.

"Aku tidak habis pikir kamu dapat melakukan ini, David. Kamu berbicara padaku seolah jalan yang kutempuh adalah kesalahan. Aku tahu bagaimana rasanya ingin mati, tetapi Tuhan masih bersikap baik untuk tetap membiarkanku hidup. Lalu apa lagi? Kupikir kita berdua baik-baik saja, Dav. Ternyata pada kenyataannya kita sama-sama merasa tidak berdaya."

Kamu menarik napas dan terdiam sejenak. Lalu memandangi wajah David yang terbaring tidak berdaya itu dengan intens. Kamu menggelengkan kepala dan sesekali mengacak rambutmu. Kemudian mengusap seluruh wajahmu.

"Aku merasa ini memang salahku, Dav. Kamu membuktikan bahwa akulah yang bersalah. Jika hari itu aku menemanimu, mungkin kamu tidak akan berada di sini." Kamu menunduk. "Ini semua memang salahku."

Kedua tanganmu mejambak rambut hitam milikmu. Kamu tarik dengan kuat sampai akhirnya seseorang datang menghampiri dan menarik tanganmu. Kamu menatapnya dengan mata yang merah. Lalu kembali melakukan aktivitasmu.

Dia, ibumu, sangat panik melihat tingkah lakumu. Dia berteriak agar kamu dapat berhenti menjambak rambutmu sendiri. Namun kamu tidak mendengarnya. Kamu semakin menjadi, seperti seseorang yang sedang kesurupan. Jelas, ibumu menangis menyadari itu. Dia menggoyangkan tubuhmu, seakan berharap dapat menyadarkanmu dan menghentikan semua itu. Tidak ada perubahan, kamu tetap melakukannya lagi dan lagi.

Ibumu bergegas meminta pertolongan. Dia berteriak memanggil dokter dan perawat yang ada di sana. Kebetulan, ada seorang perawat yang hendak memasuki salah satu kamar lain pun, langsung berlari ke arah ibumu. Dia langsung menanyakan permasalahan yang sedang terjadi. Setelah mengetahuinya, dia langsung memasuki ruangan dan mencoba menyadarkanmu dengan berbicara. Kamu mengamuk dan melarang perawat itu untuk menyentuhmu. Tidak ada pilihan lain, dia meminta tolong ibumu untuk menahanmu dan perawat tersebut dengan mudah dapat memberikan obat penenang kepadamu.

Kamu terbaring di sofa. Matamu terbuka secara perlahan, lalu kamu menengok ke arah kirimu ada beberapa orang yang sedang mengobrol dengan ibumu. Kamu bangun dan duduk seraya memegangi kepalamu. Setelah itu, kamu berjalan menghampiri mereka dengan sempoyongan.

"Bu," panggilmu. Sontak mereka semua menatap ke arahmu. "Ada apa ini, Bu?"

Ibumu beranjak, meminta izin sebentar kepada kedua orang yang berada di hadapannya itu. Lalu ibumu mengajakmu sedikit menjauh dari jarak mereka. Wajahnya nampak tegang, begitu pun dengan raut wajahmu yang terlihat kebingungan. Kemudian ibumu memegangi wajahmu.

"Nak, maafkan Ibu. Ibu harus memasukkanmu ke suatu tempat," ucapnya.

"Tempat mana?"

"Ibu merasa kamu butuh pertolongan. Kamu tidak dapat mengendalikan diri, Gerald. Ibu benar-benar khawatir padamu," jelasnya.

"Apa Ibu pikir aku sudah gila?" tebakmu.

Dengan cepat ibumu menggeleng. "Tidak, Nak. Tidak. Ibu tidak pernah berpikiran seperti itu. Justru selama ini Ibu percaya kamu baik-baik saja, maka dari itu hanya Davidlah yang menjalaninya. Lalu kamu berada dalam pengawasan lepas, karena Ibu memintanya."

"Lalu kenapa? Kenapa sekarang Ibu ingin memasukkanku ke sana? Apakah Ibu sudah tidak percaya padaku?" tanyamu dengan menaikkan nada suaramu.

"Sudah Ibu jelaskan bahwa kamu butuh pertolongan, Gerald. Ibu ingin kamu sembuh. Ibu sudah gagal merawatmu dan saat ini Ibu semakin takut kamu bertambah parah."

Kesalahan Mematikan (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang