POSSESIVE BROTHERS | Part 2

119K 8.3K 67
                                    

—————

Playlist : Psycho - Red Velvet

—————

Iris coklat itu terbuka merasakan sentuhan di kepalanya, ia mengalihkan pandangan pada seorang wanita yang sedang mengusap rambutnya.

Saat mereka berkontak mata, jantung Steela berdetak kencang dan seolah telah di atur, air mata menuruni pipinya saat merasakan dekapan hangat dari wanita tersebut.

Kini perhatiannya teralihkan pada pria yang baru masuk, pria itu tersenyum lebar saat menatapnya.

Sang wanita akhirnya melepaskan pelukan mereka, meninggalkan Steela dalam kekosongan.

"Kalian siapa?" Pertanyaan spontan Steela tanpa sadar membuat raut wajah kedua orang itu menjadi muram.

Si pria tersenyum maklum sebelum menjawab, "Perkenalkan, saya Satrio Bagaskara dan ini istri saya, Anne. Kami adalah orang yang menabrakmu kemarin."

Seolah tersadar, Steela langsung mencoba bangun dari kasur. Membuat jarum infusnya hampir terlepas sehingga suami istri itu menatapnya panik.

"Apa yang kau lakukan, nak?"

Steela masih bergerak gelisah, "Ibu pasti mengkhawatirkanku."

Wajah keduanya berubah saat Steela menyebut kata 'Ibu'. Pria yang mengaku bernama Satrio itu mendekat dan menyentuh pundak Steela.

"Kamu anak kami, sayang." ucapnya sendu membuat sang istri ikut mendekat, gadis itu masih terdiam mencoba mencerna apa yang barusan ia dengar.

"T-tidak, tidak mungkin." Kepalanya menggeleng pelan saat mereka memeluknya penuh kasih sayang.

Hati Steela bergetar merasakan euforia yang saat ini memenuhi perasaannya.

"Kamu anak gadis kami yang menghilang 10 tahun lalu—" Nada suara Satrio sarat akan penyesalan. "Maafkan kami yang baru menemukanmu sekarang." Air mata kembali menuruni pipi gadis itu.

"B-bagaimana kalian bisa begitu yakin?" Steela bertanya parau.

Satrio memberikan seberkas surat yang yang sedari tadi berada dalam genggamannya.

Isi surat tersebut adalah hasil tes DNA yang menjadi bukti bahwa Steela memiliki hubungan darah dengan pria tersebut.

Perasaan Steela bergejolak. Marah, senang, terkejut, sedih, semua bercampur aduk.

Anne menggenggam tangannya. "Ikutlah pulang bersama kami, sayang." Permohonan itu sukses membuat hatinya seperti tersayat.

Steela berpikir, tidak mungkin ia meninggalkan ibunya yang sudah merawatnya dengan sepenuh hati.

Selama ini, mereka berdua selalu bersama. Saling menemani sepanjang beberapa tahun terakhir. Ibunya-lah yang mengajarkannya arti kehidupan.

Steela tertunduk dalam. "Maaf om, tante, Steela nggak bisa.."

Perkataan itu membuat dada orang tuanya seperti ditusuk belati tajam. Mereka menangis dalam hati mencoba menepis kenyataan bahwa sang putri baru saja menolak ajakan untuk kembali pada keluarga kecil mereka.

Satrio bersuara serak, "Ada apa?"

"Steela tidak mau meninggalkan ibu." Gadis itu menunduk, tak tega melihat ekspresi kedua orang tuanya.

Satrio menggeleng pelan, mencoba meyakinkan. "Kita akan menemui ibumu. Berterima kasih karena sudah merawatmu hingga sebesar ini."

Lama berpikir sebelum akhirnya Steela mengangguk pelan, ia tidak bisa menghiraukan hatinya yang merasa nyaman. Dan melihat hal tersebut, Satrio dan Anne langsung memeluknya dengan sangat erat dan membisikkan ucapan terima kasih mereka.

Bersamaan dengan itu, dokter yang menangani Steela masuk dan berkata bahwa gadis itu sudah bisa dibawa pulang.

Dalam perjalanan, Steela samar mendengar Anne yang menyuruh seseorang membersihkan kamar tidur milik gadis itu.

Steela menyenderkan kepalanya pada kaca mobil, menatap kosong sang mentari yang bergerak mengikuti. Nafasnya berhembus pelan.

Sepertinya mulai saat ini kehidupannya akan berubah.

***

Mulut Steela terbuka saat melihat ukuran rumah yang ia pijaki, bahkan dua kali lipat lebih besar dari rumah yang ia tempati kerja.

Ketiganya masuk dan terlihatlah seluruh kemewahan yang ditutupi oleh dinding kokoh.

Netra coklat itu terus berkelana hingga terhenti pada sebuah foto berisi keluarga yang berjumlahkan 7 orang.

Satrio membuka mulutnya, "Itu adalah kami, orang tuamu. Sedangkan yang berdiri ialah kakak-kakakmu, Savier, Farren, juga si kembar Arkan dan Aksa," jelasnya sambil menunjuk. "Terakhir, yang sedang kami gendong adalah kamu."

Steela menatap dirinya yang saat itu masih sangat kecil, kira-kira berumur 5 tahun.

Suami istri itu lalu mengantarkannya ke lantai dua, tepat pada ruangan berpintu putih dan membukanya. Terlihatlah kamar dengan dinding cream dan semua furniture berwarna putih.

"Kamu menyukainya?" Tanya Anne.

"Ini sangat indah, terima kasih." ujar Steela tulus.

"Kami punya sedikit urusan. Buat dirimu nyaman, nak." Satrio dan Anne mengecup pelan pipi Steela lalu melangkah menjauh.

Seperginya mereka, gadis itu menjelajahi kamarnya dan kembali terkagum-kagum.

Ia membaringkan tubuhnya di kasur dengan alas pink pastel yang begitu empuk dan lembut. Tanpa sadar matanya terpejam hingga ia tertarik ke alam bawah sadar.

***

Steela tidak tahu sudah berapa lama dirinya tertidur disana. Setelah usaha mengembalikan kesadarannya, gadis itu mengerang dan bergerak turun dari kasur.

Ia memutuskan untuk keluar dan mendapati 3 pintu yang ia perkirakan adalah kamar kakak-kakaknya.

Kakinya terhenti pada salah satu pintu yang berhadapan tepat dengan kamar miliknya. Ia mengetuk pelan hingga suara berat menjawab dari dalam, "Siapa?"

Pertanyaan itu membuat Steela membuka mulut walau ia tidak tahu harus menjawab apa.

Tangannya mengetuk sekali lagi, kini terdengar langkah kaki mendekat diikuti ganggang pintu yang terputar.

Gadis itu mundur selangkah saat pintu terbuka cepat menampilkan wajah yang langsung berhadapan dengannya.

Jantung Steela berdetak kencang saat lelaki itu menatapnya terkejut. Ralat, sangat terkejut. Terdengar langkah kaki kedua dan sosok lain muncul.

"Lo kenapa, Aksa?"

***
26-01-2020

Possesive Brothers✔️Where stories live. Discover now