POSSESIVE BROTHERS | Part 30

46.9K 3.5K 66
                                    

—————

Playlist : Calrity - Zeed; Foxes

—————

Seorang gadis menunggu dengan gelisah di depan gerbang suatu sekolah.

Beberapa murid yang lewat menatapnya aneh, mungkin berpikir apa yang ia lakukan di sekolah yang sudah mengeluarkannya.

Mata gadis itu berbinar melihat kehadiran orang yang sedari tadi di tunggunya, lelaki yang berjalan dengan pelan bersama ketiga orang lainnya.

     "Aksa!"

Merasa namanya dipanggil, Aksa segera mengedarkan pandangannya mencari si pelaku.

Saat pandangan keduanya bertemu, ada jantung yang berdetak kencang. Tapi sayangnya, hanya salah satu.

     Raka yang juga berbalik langsung menyenggol lengan sahabatnya, "Mantan lo tuh!"

Aksa menatap acuh dan langsung memutuskan kontak mata mereka membuat hati gadis itu teriris-iris. Risa mendekat menghiraukan tatapan tajam Arkan yang menghujaninya, ia tidak peduli.

     "Aksa, gue mau bicara." Aksa menatapnya dingin, meruntuhkan sebagian pertahanan Risa.

Dari jarak sedekat ini, Risa bisa melihat dengan jelas keadaan lelaki itu.

Wajah lesu, kantong mata membesar, serta bibir pucatnya. Ia menatap Aksa dengan miris.

     "Aksa.." panggilnya lagi, enggan menyerah.

Tanpa menunggu lagi, Arkan segera menarik tangan kembarannya itu. Ia tidak mau Aksa terpengaruh dengan gangguan kecil itu.

Mereka berdua meninggalkan Risa yang memandang kepergian keduanya, gadis itu mengejar mereka. Persetan dengan harga diri, sesuatu yang akan ia sampaikan lebih penting dari apapun sekarang.

     "Gue mau ngomong sesuatu!" Risa menghadang jalan di depan mereka membuat Arkan menggeram kesal.

     "Apa?!"

     "Ini tentang Steela!"

Tubuh Aksa menegang, begitu juga Arkan. Mereka berdua menatap Risa memperingati.

     "Lo gak tau apa-apa tentang adik gue!" Aksa tersulut emosi dan perlahan mendekat, membuat Risa mundur perlahan.

     "Gue mohon, dengerin gue.." Pinta Risa dengan pasrah, menatap sayu netra lelaki di depannya.

     Arkan yang mengerti situasi langsung maju mewakili Aksa, "Jelaskan."

     Risa sedikit lega akan sikap Arkan, "Ini ada hubungannya dengan kakak gue."

     Kening Arkan berkerut dalam, "Kak Aiden?"

     "Ya," Gadis itu berdeham pelan. "K-kakak gue punya penyakit alterego," Risa memandang ragu, "Dia punya dua kepribadian." Lanjutnya.

Keempat kata itu sukses membuat keduanya mematung tidak percaya.

     "Omong kosong!!" gertak Aksa, nafasnya naik turun dengan cepat.

     "Gue tau penjelasan gue gak masuk akal. But please, percaya sama gue." Nada suara gadis itu berubah memohon, mencoba meraih simpatik kakak beradik di depannya.

Arkan termenung lama. Sudah 2 hari Steela menghilang tanpa jejak, dan itu sukses membuat mereka kehilangan arah.

Selama dua hari itu juga Arkan merasakan perasaan kecewa dan rindu yang kian menggerogoti hatinya.

     Sebenarnya, ia tidak terlalu percaya dengan perkataan Risa. Namun tidak ada salahnya mendengarkan. Lelaki itu akhirnya memandang gadis didepannya, "Lanjutkan."

     Menyadari mata Arkan yang memancarkan sebuah harapan besar,
Risa tersenyum. "Awalnya kak Aiden tidak seperti itu, tapi karena kejadian masa lalu hadirlah sosok kedua dalam tubuhnya. Brandon."

     "Brandon?"

Ketiganya berbalik dan mendapati Farren yang mematung disana, dengan wajah terkejut.

     Aksa yang melihat reaksi itu ikut penasaran, "Lo kenal?"

     "Sedikit, gue gak sengaja dengar dari Daddy dan Savier." ucapnya dengan alis yang hampir menyatu.

     "Lo dengar gadis ini?" Farren mengangguk, ia masih mencerna apa yang barusan didengarnya.

Risa berdiri dengan gelisah. Pasalnya, ia tau kalau Farren adalah sahabat kakaknya. Ia takut dibilang pembohong.

     Setelah hening cukup lama, Farren membuka mulutnya. "Kejadian masa lalu apa yang lo maksud?" tanyanya dengan penasaran.

Risa mendongak lega, ia kira Farren akan memarahinya karena mengira ia membual tentang Aiden.

     Ia menggeleng pelan, "Gue nggak tau, kejadiannya udah lama banget."

Farren, Arkan dan Aksa menghela kecewa, mereka kembali ke titik awal. Tidak mendapatkan petunjuk apapun kecuali fakta mengejutkan tentang Aiden.

     "Tapi gue tau satu orang yang bisa kalian tanyai, namun sepertinya agak sulit," Nada suara gadis itu meragu.

     "Siapa?" Aksa bertanya dengan tak sabaran.

     "Kak Savier."

***

     "Sampai kapan kalian akan mengurungku disini?"

Brandon dan Laura berbalik ke arah seorang gadis yang menatap keduanya dengan sayu.

Sudah dua hari terlewat, Steela merasa lelah dengan perlakuan kedua orang tersebut. Dia hanya diizinkan makan, buang air dan dibiarkan menunggu dalam keheningan seharian.

Brandon menekan ujung rokoknya pada Asbak, memadamkannya. Lelaki itu berjalan mendekat dengan tatapan khasnya.

Steela menatap mata itu. Ia sudah mulai terbiasa akan perbedaan Aiden dan Brandon.

Keduanya memang sulit dibedakan, Steela hanya bisa mengenali mereka dari tatapan matanya. Tatapan Aiden sarat akan kelembutan. Berbeda dengan Brandon, yang memiliki tatapan sedingin es.

     "Sampai gue dapat apa yang gue mau." Lelaki itu berujar tajam.

     "Dan itu adalah?"

     "Sangat sederhana." Steela menatap Laura yang menghisap sebatang nikotin di sela jarinya, dihembuskannya asap berbahaya itu. "Pembalasan dendam."

Brandon ikut mengukir seringai tipis.

     "Kalian bahkan belum mengatakan apa yang diperbuat kakakku." Steela menyipitkan mata saat asap rokok itu sedikit berhembus ke arahnya.

     "Sepertinya kalian terlalu melebih-lebihkan masalah ini." ujarnya yang berhasil memancing amarah Brandon.

Gadis itu terkejut saat lehernya ditekan dengan keras, Brandon melingkari tangan di lehernya. Mata lelaki itu sekelam malam, seolah menyembunyikan banyak misteri.

     "Lo tau apa yang diperbuat lelaki itu?"

Steela tidak menjawab, ia sibuk mengambil sedikit demi sedikit oksigen untuk memenuhi paru parunya yang sesak.

     "Dia membunuh ibu gue."

***
09-04-2020

Possesive Brothers✔️Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu