xii

14.2K 2.2K 93
                                    

Yanu tidak suka olahraga.

Bukan yang benci, tapi lebih karena malas bergerak. Sebagai manusia yang lebih suka membaca buku atau bermain gim, aktivitas fisik adalah salah satu musuh terbesarnya. Apalagi olahraga. Lari pagi di kampus atau bermain basket. Mending dia tidur.

Sayangnya, aktivitas itu telah tertulis di jadwalnya. Yanu tipe orang yang merencanakan besok mau apa, nanti sore makan apa. Prinsipnya adalah sebisa mungkin rencana-rencana tersebut terlaksana. Dan meski dia sebenarnya malas, kalau ada yang mengajak keluar ya ayo saja. Kalau tiba-tiba rencana dibatalkan ya disyukuri saja.

Seperti biasa, Rahdian akan menggeretnya untuk bermain basket di hari-hari tertentu. Ditambah dukungan Dodit yang tengah menggalakkan lari pagi setiap Minggu pagi dan menyebarkan tentang pentingnya aktivitas fisik di kalangan kaum mageran di kontrakan, terutama menyasar Yanu dan Arief yang memang paling malas bergerak.

"Lo pada tau gak, faktor risiko paling gede penyakit-penyakit kekinian macem diabet, jantung tuh karena mager. Sono olahraga! Gue nih udah baek-baek kagak mau kalian pada mati muda," ceramah Dodit tiap kali ada yang protes.

Yanu malas berdebat. Kalau Arief pasti masih saja membalas, "Ahelah Dit, umur manusia itu kuasa Allah."

Kalau sudah begitu, Dodit biasanya akan merepet lebih lanjut mengenai Tuhan menentukan tapi manusia mesti usaha dulu dan lain-lain. Yanu yang duduk di sofa ruang tamu hanya menguap sambil memeluk guling, terkantuk-kantuk.

Sehingga, di hari Minggu pagi bulan Desember yang anehnya cerah-cerah saja ini, Yanu menyeret langkahnya di di arboretum setelah menyerah mengikuti Dodit dan Rahdian berlari hampir memutari separuh kampus. Arief dan Ihsan berjalan di belakangnya, berbagi gorengan yang mereka beli di dekat pangdam.

Ketiganya memilih duduk-duduk di dekat danau kampus sambil menunggu Dodit dan Rahdian menyelesaikan lari pagi mereka. Hari Minggu artinya kampus berubah menjadi area umum. Tidak cuma sebagai tempat olahraga, namun juga wahana hiburan. Keluarga-keluarga yang sengaja datang untuk piknik. Muda-mudi yang berkencan di area arboretum. Atau, seperti ketiga pemuda yang tidak melakukan apa pun, duduk sambil menghirup udara pagi.

"Kenapa kita gak balik duluan. Toh, Bang Dodit sama Bang Udin nggak bakalan ilang," usul Ihsan tiba-tiba. Mahasiswa tingkat satu tersebut menguap lebar.

"Ide bagus," gumam Yanu. Arief yang tiduran di atas rumput hijau ikutan menguap.

"Males jalan gue," ujarnya. Ihsan menendang kaki Arief.

"Bang Aming apa sih yang gak males. "

"Mungkin perlu dipanggilin keranda," komentar Yanu, membuat Arief alias Aming melotot.

"Astaghfirullah, lo kenapa sih ngomong gitu mulu," balasnya dongkol.

"Padahal lo juga termasuk golongan ahli neraka pintu bermalas-malasan!" tandas Arief lagi. Yanu hanya nyengir mendengarnya.

"Males gue beda sama lo, Ming. Kalo gue males melakukan perbuatan-perbuatan yang merugikan."

Arief langsung terduduk. Mukanya yang kusut tampak semakin kusut. Namun kemudian matanya tampak terfokus.

"Eh, Nu. Itu temen lo bukan, sih?" ujarnya sambil menunjuk ke arah jalan kampus.

"Kagak baik, Bang, nunjuk-nunjuk orang," tegur Ihsan sambil mengunyah bala-bala. Mengabaikan Ihsan, Yanu mengikuti arah telunjuk Arief.

Silvia sedang berjalan bersama seorang gadis dan seorang pemuda yang tidak Yanu kenal. Gadis itu mengenakan kaos dan training, rambutnya terikat di belakang. Pemuda di sampingnya mengatakan, sesuatu, membuat Silvia dan gadis yang lain tertawa. Yanu terdiam di tempatnya, matanya mengikuti ketiga sosok itu hingga hilang dari pandangan.

Parade NgengatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang