xxvi

13K 2.2K 228
                                    

Sejak liburan semester, Laras mulai menulis cerita. Adegan pertama yang ditulisnya adalah tentang seorang pemuda di toko buku tua, yang memiliki kemampuan untuk menelan cerita dari buku. Ada juga anak perempuan dengan pena ajaib, yang tulisannya akan melompat menjadi kenyataan.

Gadis itu menatap layar laptop, ke arah halaman peranti lunak pengolahan kata. Progresnya tidak bisa dikatakan cepat, dua belas ribu kata dalam kurun waktu satu bulan. Namun, Laras tetap merasa bangga akan dirinya. Setelah berbulan-bulan berhenti, menulis terasa seperti pulang ke rumah. Dalam ceritanya, ia adalah tuhan yang mengatur dunia dalam tulisan. Menyenangkan rasanya saat ia memegang kuasa tertinggi akan jalan cerita, karena hal tersebut tak mungkin bisa dilakukannya di dunia nyata.

Farii masuk ke dalam kelas yang hanya dihuni oleh Laras, membawa serta laptopnya. Gadis itu duduk di samping Laras, membuat Laras cepat-cepat mengarahkan kursor ke arah tanda silang di pojok kanan layar. Farii tidak menengok ke arah layar laptop Laras, namun entah mengapa Laras merasa harus menyembunyikan tulisannya.

"Baru masuk tugas udah banyak aja. Pusing Princess," gerutu gadis tersebut. Ia meniup poninya sebal, menggoyangkannya helai-helai pendek rambut yang menutup kening. Laras menghela napas, mengiyakan kekesalan Farii.

"Mana bingung banyak banget kerja-kerjaan. Kerja praktek, lah. KKN, lah. Ngiri gue sama si Saka. Enak banget dia kagak ada KKN cuma magang." Farii makin menjadi-jadi.

"Masih semester depan, kan?" tanya Laras. Farii menyentil dahi temannya dengan gemas.

"Kan, dari sekarang dipikirin, atuh, neng."

"Sori, gue deadliner sejati," gumam Laras.

"Kebiasaan begini dipiara," keluh Farii.

"Lu juga deadliner, Rii, ngaku aja. Dipikirin mah dipikirin, tapi sama aja kalau cuma dipikirin tanpa ada realisasi. Cuma wacana."

Farii kalah telak. Gadis itu tertawa kecil. "Emang cuma Yashinta yang paling ngotak di antara kita bertiga," katanya ringan.

"Ngomong-ngomong, Yashinta nggak masuk kenapa, ya? Gue Line belum dibales." Laras melihat ponselnya lagi, kalau-kalau ada balasan dari Yashinta. Nihil.

Farii mengangkat bahu. "Gue juga belum dibales. Untung aja kagak ada kelas tadi."

"Coba tanya Saka. Besok praktikum ada nggak, sih? Kan hari ini kosong?" usul Laras.

"Entahlah. Gue udah tanya Saka, ya. Gak dibales juga. Emang nih pasangan berdua sehati apa gimana," dumal Farii.

"Gue terakhir ngobrol sama Yashinta waktu di grup pas nunggu TU buka, sih," ujar Laras mengingat-ingat. Sekarang Kamis.

"Lah, sama."

Seseorang masuk ke dalam kelas setelah melambaikan tangan pada sekelompok mahasiswa yang tengah berada di lobi. Sosok super jangkung itu duduk di sebelah Farii sambil meletakkan keripik pisang di atas meja. Roni menyunggingkan senyum lebar kepada Laras dan Farii, lalu menawarkan oleh-oleh khas Lampung yang dibawanya.

"Nah, gini dong, Ron. Sekali-kali lu yang bagian konsumsi," komentar Farii ringan. Ia segera menyerbu penganan dalam kantong plastik kedap udara tersebut. Roni tertawa kecil, lalu ikut mengambil keripik pisang.

"Nyampe Nangor kapan, Ras?" tanya Roni pada Laras. Laras mengulurkan tangan untuk mencomot keripik pisang berlumur bubuk berperisa cokelat tersebut.

"Jumat," jawab Laras singkat.

"Gak nanya gue nyampe kapan?" tanya Farii dengan nada bercanda.

"Yee, lo mah rumah deket. Paling Senin lo baru menangor," balas Roni. Farii tergelak karena perkataan Roni tepat sasaran.

Parade NgengatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang