xli

16.7K 2.5K 1.8K
                                    


Bagian ini aku beri rating Mature. Bukan karena ada adegan eksplisit, tapi karena ada sedikit topik yang mungkin tidak nyaman dibaca anak kecil.
Oke, selamat membaca!

***

Mulanya, teman-teman kelompok Yanu menatap kehadiran gadis asing tersebut dengan kerutan di dahi dan alis-alis yang naik. Laras duduk di ujung bangku, tepat di sebelah Yanu yang meletakkan ransel milik gadis itu di pinggir meja. Sudut bibir Laras tertarik menjadi lengkungan sopan, kepala mengangguk kecil saat empat pasang mata jatuh mengamatinya tanpa suara.

Yanu tertawa pelan, namun memilih untuk tidak melemparkan kata.

Teman-temannya saling bertukar pandang.

"Oke, jadi mau apaan, nih?" Ellie, gadis berkacamata kotak yang duduk di sebelah Yanu membuka suara setelah berdeham pelan.

"Aku beneran males kalau yang udah mainstream," gumam Afia, gadis berkerudung hitam di depan Ellie.

"Tapi males juga bikin original play?" sambar Nadira, gadis dengan potongan rambut sebahu menyahut.

"Bagusan original play, tahu. Fresh gitu," celetuk Ellie.

"Kalau mau original play, gue ada ide," gumam Yanu pelan. Teman-temannya berhenti bicara, mata-mata beralih menatapnya, menanti.

"Apaan cepet biar bisa masuk timbunan," tuntut Ellie.

"Bukan asli ide gue sih, tapi dari Laras."

Laras yang tengah menggulir-gulir layar ponselnya mengangkat kepala begitu mendengar perkataan Yanu. Ia melempar tatapan penuh tanya pada pemuda yang duduk di sampingnya. Yanu hanya mengangkat bahu.

"Emang ide kamu, kan?" sambung pemuda itu. Laras meringis kecil.

"Oh, hai?" sapa Nadira sambil melambaikan tangan sekilas, diikuti oleh mahasiswi-mahasiswi lainnya.

"Halo," balas Laras singkat, "Laras," imbuhnya kemudian. Senyumnya mengembang lebar.

Ellie yang duduk di samping Yanu menyenggol lengan temannya. Matanya meminta penjelasan, yang dibalas oleh Yanu dengan satu alis terangkat.

"Jadi, tadi Laras nyaranin tentang pemusnahan buku. Gue mikir sih, kalau jatuhnya Library of Alexandria pas dikembangin jadi script seru juga." Sejurus kemudian Yanu larut dalam penjelasan mengenai konsep naskah yang ada di pikirannya. Teman-temannya tekun menyimak, beberapa kali mengangguk atau menulis sesuatu di buku catatan.

"Hm. Menarik. Tapi bakal susah, nggak, propertinya?" tanya Afia yang mengampu jabatan sebagai penata kostum dan latar.

"Gue juga mikir itu, sih," imbuh Nadira yang berperan sebagai sutradara dalam pementasan kali ini.

"Ambil setting-nya pas masa Julius Caesar. Tanya Teh Ory kostum Julius Caesar tahun lalu pinjem di mana," jawab Yanu enteng.

"Tapi, lo yakin gitu, Nu? Bikin script dari awal banget nggak gampang loh. Gue sih mikir adaptasi aja. Fahrenheit 451, misal." Ellie yang merupakan project leader bertanya serius.

"Atau The Book Thief," gumam Laras pelan, membuat semua kepala tertoleh padanya. Gadis itu hanya meringis kecil.

"Sori, nimbrung."

"Enggak kok. Enggak apa-apa," sambut Afia cepat-cepat. Yanu tertawa kecil.

"Please, The Book Thief aja. Aku belum tamat Fahrenheit 451," sambung Afia kemudian.

Parade NgengatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang