xxxviii

14.5K 2.4K 1K
                                    

"Nu, ngapain? Kamu nggak salah ngetuk pintu, kan?"

Yanu melepas helm, kacamatanya hampir jatuh tertarik. Pemuda itu membetulkan letak kacamatanya, lalu menatap Laras lurus-lurus. Yang ditatap rasanya ingin menyatu dengan kusen pintu.

"Kalau yang muncul kamu, ya berarti nggak salah," jawab pemuda itu.

"Biasanya kan nyarinya Silvia?" tanya Laras bodoh. Ia sendiri tidak tahu mengapa menanyakan hal itu.

"Sekarang nggak lagi nyari Silvia."

"Tapi kan kamu--" Laras urung melanjutkan perkataannya. Kenapa juga ia perlu memberitahu bahwa Silvia suka pada Yanu?

"Kamu pasti ngayal yang aneh-aneh." Yanu menggeleng tak habis pikir. Ada sedikit heran bercampur geli menghiasi raut wajahnya.

Laras ingin membantah. Ia bukan berkhayal, tapi memikirkan kemungkinan paling logis yang ditemukannya. Bukankah kalau dua orang saling menyukai biasanya berakhir bersama?

"Udah selesai UTS-nya?" tanya pemuda di depannya. Laras hanya mengangguk kaku.

"Berarti nyari pesugihannya udah kelar, kan?"

Garis-garis muncul menghiasi dahi Laras. Kenapa pesugihan?

Oh, sialan. Yashinta benar-benar bilang begitu rupanya.

"Aku nggak nyari pesugihan, ya. Aku nyari wangsit," sangkal Laras. Yanu tertawa kecil mendengar respons tersebut.

"Udah nemu wangsitnya?" Yanu malah meladeni ucapan ngawurnya. Laras menghela napas, lalu memperhatikan pemuda di depannya. Semudah ini ternyata menghancurkan sistem pertahanan yang telah dibangun selama sesi mengasingkan diri.

Selalu begitu.

"Belum. Mr. Wasp masih mandek," gumam Laras sambil mengalihkan tatapannya dari Yanu ke keramik kotak-kotak di bawah.

Lalu seperti teringat sesuatu, ia mendongak lagi, menemukan mata Yanu yang masih lekat memandangnya.

"Sebentar. Kamu nggak baca tulisan di pintu kalau cowok nggak boleh naik ke atas?" tanya Laras cepat. Tulisan di pintu depan dicetak tebal-tebal dengan huruf balok, seperti tulisan "Awas Anjing Galak" yang sering ditemukan di gerbang properti orang kaya. Meski ia tahu ada beberapa orang yang melanggar, tapi Yanu ini berani sekali menyelonong naik ke atas.

Pemuda di depannya mengangkat kantong plastik yang luput dari perhatian Laras. "Mungkin disangka tukang delivery," ujarnya dengan nada suara sedatar lantai.

Mata Laras menyipit, sudut bibirnya terangkat sedikit. Bola mata menatap Yanu dengan tak percaya. Ia mendengus geli, namun tak urung menerima kantong plastik tersebut.

"Apaan, nih?" tanyanya.

"Konsumsi," jawab Yanu. Memang benar, kantong plastik tersebut berisi aneka makanan ringan dan kotak-kotak susu berperisa. Laras mengalihkan pandangan dari bungkus-bungkus makanan ringan ke Yanu yang menatapnya lekat.

"Makasih, Nu," gumam Laras pelan. Walau ia bingung kenapa pemuda itu memberinya kantong plastik tersebut. Bukannya biasanya cowok suka bawa martabak? Seperti yang sering diceritakan Yashinta.

"Itu juga buat aku, Ras," kata Yanu ringan.

"Oh."

Paham. Laras paham. Ada yang harus dibicarakan ditemani makanan ringan.

"Ke bawah aja, ya. Nanti kamu diteriakin sama ibu kos," ujarnya sambil menutup pintu. Yanu menggeleng cepat.

"Nggak usah."

Parade NgengatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang