xxxi

11.8K 2.1K 105
                                    

"AHHHHH KODOK TEH KODOK!"

Teriakan tersebut disambung oleh teriakan-teriakan kaget lain.

"TONG CICING WAE ATUH! TANGKEP WOY TANGKEP!"

Beberapa mahasiswa sibuk menunduk-nunduk di bawah meja laboratorium, mencari-cari si kodok sumber kehebohan berasal. Si mahasiswi yang tadi menjerit karena kodok tersebut melompat mengenai mukanya sedang mengelus-elus dada, mukanya pucat pasi hampir menangis. Beberapa temannya mencoba menenangkan.

Si kodok melompat, diburu oleh mahasiswa yang berusaha menangkapnya. Sayangnya, makhluk amfibi tersebut melompat ke tangan seorang gadis berjas putih dan rambut panjang dicepol tinggi.

Laras menangkup hewan tersebut dengan tangannya, lalu melemparkan tatapan datar pada kerumunan mahasiswa di hadapannya. Di depan, koordinator lab menggeleng-geleng sambil tertawa, seolah telah menyaksikan adegan ini berjuta kali.

"Udah ketangkep, kan, kodoknya? Ayo, kok, pada bengong?"

Lalu kerumunan buyar dan para mahasiswa kembali ke tempat mereka masing-masing, sementara Laras mengangsurkan si kodok kembali ke empunya yang langsung membius kodok tersebut dan menguncinya di papan bedah.

Dua jam kemudian, Laras keluar dari laboratorium dengan kepala berdenyut-denyut. Setelah heboh kodok yang pura-pura pingsan, masih ada drama kloroform yang hampir tumpah dan pisau yang kurang tajam sehingga untuk menyayat perlu tenaga ekstra. Hasilnya, sayatan tidak rapi dan malah mengenai paru-paru si kodok malang tersebut. Untunglah dosen dan koordinator praktikum tidak emosian. Laras sendiri, karena baru tahun ini menjadi asisten praktikum, sebenarnya agak pusing. Ternyata berbeda sensasinya praktikum untuk diri sendiri dan mengawasi orang lain praktik. Kadang-kadang gemas kalau ada hal-hal yang tidak dilakukan dengan benar.

Gadis itu menyampirkan jas putihnya di bahu dan menenteng map dengan lesu. Di belakang, anak-anak tingkat satu mengikutinya dengan langkah takut.

"Ras, nanti jarkomin ke asprak besok pada ketemu di lab sebentar, ya. Pagi, deh, sebelum lab dipake." Koordinator laboratorium yang keluar bersamanya berpesan. Laras mengangguk kecil.

"Oke, Teh."

Begitu koordinator laboratorium berlalu, Laras berbalik, menemukan mahasiswa anggota kelompok praktikannya menatapnya ragu.

"Teh, sori tadi bikin heboh," gumam seorang mahasiswi manis sambil menyerahkan catatan praktikum padanya. Laras menghela napas, lalu tersenyum tipis.

"Emang suka ada yang gitu, kok. Nggak apa-apa, nanti juga terbiasa. Waktu tahunku, temanku ada yang mirip kamu. Malah kodoknya udah dibedah dan dipaku tapi masih usaha loncat, organnya jadi nggak karu-karuan. Temenku pingsan," katanya sambil tertawa mengingat-ingat kejadian tahun pertama tersebut.

"Kayak zombi dong, Teh," celetuk seorang mahasiswa. Ia hanya tertawa, lalu meneliti catatan praktikum di tangannya. Sejurus kemudian, Laras mengembalikannya pada si mahasiswi yang tadi diloncati kodok.

"Jangan lupa minggu depan dikumpul, sama modul juga. Jangan telat," pesannya pada lima orang mahasiswa di depannya.

"Siap, Teh!"

Setelah para mahasiswa tingkat akhir itu berlalu, Laras melipat jasnya, lalu mengambil tasnya dari loker. Beberapa adik tingkat yang lewat menyapanya, membuatnya menyapa mereka balik dengan senyum standarnya. Ia mengambil ponsel dan mengirimkan pesan di grup laboratorium taksonomi bahwa asisten praktikum disuruh kumpul besok pagi.

Gadis itu menuruni tangga menuju lobi bawah, lalu keluar dari gedung departemen. Dari tempat fotokopi dekanat yang memang berhadapan langsung dengan departemen Biologi, Yashinta melambaikan tangan.

Parade NgengatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang