11. Hukuman Terberat

712 124 46
                                    

"Hidup dengan penyesalan dan rasa bersalah jauh lebih menyakitkan daripada kematian."

-Lia Indra Andriana-


🌸🌸🌸

Iljoon terus melangkah menyusuri jalan setapak di antara batu nisan. Sementara Seonhwa mengikutinya dari belakang. Kondisi itu sama dengan yang dilihat Seonhwa di dalam mimpinya kemarin. Namun, dalam posisi Iljoon yang berjalan bersamanya.

Seikat lily kuning sudah berada dalam genggaman tangan Seonhwa. Sementara Iljoon membawa seikat bunga lily putih. Keduanya melangkah ringan. Seolah benar-benar ingin menemui sang kekasih yang begitu dirindukan.

Usai pembicaraan mereka yang sarat dengan suasana melankolis, mereka telah sepakat untuk berusaha menghadapi kenyataan. Mencoba berdamai dengan segala yang ada pada diri mereka. Terutama dengan kesalahan-kesalahan mereka di masa lalu.

"Apa aku pantas dimaafkan?" tanya Seonhwa ketika mereka bersiap untuk pergi ke area pemakaman keesokan paginya.

"Tentu saja. Semua orang berhak untuk kesempatan kedua. Bukankah manusia tempatnya salah dan lupa?"

"Lalu, bagaimana caranya kau memaafkan dirimu sendiri? Apa kau sudah bisa melakukannya sekarang?" tanya Seonhwa kemudian.

"Sayangnya belum." Iljoon menjawab lirih. "Kadang, aku masih saja menyalahkan diriku. Berpikir seandainya, mungkin saja, dan lain sebagainya. Manusiawi, kan? Toh, aku juga manusia biasa."

"Jika begitu, bagaimana aku bisa memaafkan diriku, Iljoon-ssi? Kesalahan yang kubuat sangat fatal. Aku yang menyebabkan seseorang kehilangan nyawanya." Seonhwa kembali tertunduk lesu. Dadanya kembali terasa sesak, sementara matanya kembali memanas karena cairan emosional yang kembali mendesak.

"Jika melakukannya sendirian terasa berat, mari melakukannya bersama-sama. Mari kita berusaha untuk memaafkan diri kita sendiri," ajak Iljoon.

Lalu di sanalah mereka berada. Berjalan menyusuri salah satu sudut area pemakaman.

"Kau saja dulu. Aku akan menunggumu di sini," ujar Iljoon ketika mereka melewati nisan milik Hyunju.

Seonhwa menoleh kepadanya. Menatap pria Kim itu dengan tatapan bingung. Merasa tidak yakin dengan apa yang harus ia lakukan. Ingin sekali meminta Iljoon untuk menemaninya, tetapi merasa malu untuk mengutarakan.

"Kau ingin aku menemanimu?" tanya Iljoon ketika melihat gelagat Seonhwa yang terlihat bingung itu.

"Bukankah kau bilang kita akan melakukannya bersama-sama?"

Perlahan Iljoon mendekati Seonhwa. Keduanya menatap nisan pria bernama Hyunju itu. Seseorang yang pernah menjadi bagian dari hidup Seonhwa, bahkan hingga saat itu.

Gadis So itu perlahan membungkuk. Meletakkan seikat bunga lily kuning yang dibawanya.

"Apa kabarmu, Oppa?" tanya Seonhwa dengan suara bergetar. Hampir saja tangisnya pecah sebelum tepukan lembut itu terasa di bahunya.  Sebuah tepukan penyemangat dari Iljoon.

"Cukup katakan, aku sudah merelakanmu pergi. Berbahagialah di sana maka aku pun akan berusaha mencari kebahagiaanku di sini," ujar Iljoon lirih. Matanya pun mulai berkaca karena teringat pernah mengucapkan itu kepada mendiang istrinya.

Suasana menjadi hening. Lidah Seonhwa terlalu kelu untuk berucap. Namun, ia tidak berhenti mengumpulkan serakan keyakinan di dalam dirinya. Hingga selang beberapa saat kemudian, gadis itu berucap dengan terbata.

"Selama ini aku berpikir kau hanya tertidur. Kau hanya marah padaku karena pertengkaran kita waktu itu. Kau sedang menghukumku dengan tak ingin bicara padaku. Aku pun begitu. Aku sudah menghukum diriku sendiri dengan tidak bicara selama bertahun-tahun. Sekarang, bolehkah kau berhenti marah padaku?"

[END] Flowery ConversationWhere stories live. Discover now