14. Perubahan Kecil

157 22 12
                                    

Kila melipat kedua tangan di tembok pembatas balkon, kemudian menumpu dagu di sana. Memandang ke arah lapangan, menangkap sosok Bintang yang sedang tertawa puas hingga terjatuh.

Kila tiba-tiba teringat ketika Bintang menegur orang-orang yang menggosipkannya. Saat itu Kila terlalu sedih ketika mengetahui dirinya terlihat serendah itu hanya karena menyukai seseorang yang berakhir bertepuk sebelah tangan. Hingga tak menyadari Kila merasa aman saat Bintang membelanya.

Apalagi setelah Bintang mengatakan tak ada yang salah dari mengungkapkan, hal itu membuat hati Kila menghangat. Hingga akhirnya Kila memiliki kepercayaan diri bahwa tak ada yang salah dari mengungkapkan perasaan.

Kila menegak ketika tatapannya dibalas Bintang. Di bawah sana Bintang mengangkat alis melihat Kila menatap lurus ke arah dirinya.

Kila hanya menggeleng pelan ketika Bintang bertanya tanpa suara. Bintang menunjuk teman-temannya yang bersiap memulai pertandingan tanpa kata. Membuat Kila langsung mengangguk mengerti.

Bintang tak langsung beranjak. Masih tetap bertatapan dengan Kila dengan bibir yang tersenyum lebar. Kila terkekeh ketika Juni meneriaki nama Bintang dan menyuruhnya cepat. Bintang mencibir sesaat, kemudian beranjak bergabung bersama teman-temannya.

Kila bersandar pada tembok balkon membelakangi lapangan. Ia menunduk memandangi sepatu putihnya, mulai merasa bosan. 

"Nggak ke kantin?"

Miki berdiri di samping Kila menghadap lapangan. Pemuda tinggi itu menumpu tangannya pada tembok pembatas.

Kila masih bertahan di posisi membelakangi lapangan. "Gue bawa bekel," jawab Kila seadanya.

Kila melirik ke sekitar, menyadari beberapa pasang mata memperhatikannya sinis.

"Eh, mau kemana?"

Kila menunduk menatap pergelangan tangannya ditahan Miki.

Miki mengerjap tersadar. "Sorry," kata Miki melepaskan tangannya.

Murid SMA Jehan yang berkali-kali mencuri pandang ke arah keduanya, refleks membulatkan mata. Beberapa langsung mengalihkan wajah, pura-pura tak melihat. Dan sebagian lainnya masih memperhatikan mereka penasaran.

Rasanya Kila ingin maju menjambak rambut mereka.

Kila menarik napas panjang. "Miki," panggilnya. "Nggak usah kaya gini bisa?"

Miki jadi mengerutkan kening. Bingung dengan sikap Kila yang tak seperti biasanya. "Maksud lo?"

Kila melirik kumpulan siswi yang menatapnya sengit. Ia menarik napas, mencoba menenangkan diri.

"Lo kenapa sih, Kil? Bukannya lo yang minta ke gue buat biasa aja? Kenapa malah lo yang ngehindar?" tanya Miki heran. Terlihat jelas Kila menghindarinya, dan entah kenapa Miki kesal melihat itu.

Kila mengalihkan wajah. Memilih tak menjawab pertanyaan Miki. Ia hanya ingin pergi sekarang juga. Sepertinya telinga Kila akan meledak jika terus disini mendengar orang-orang berbisik sambil terang-terangan memandanginya dengan tatapan meremehkan.

Miki menghela napas. Menarik Kila ke sampingnya, membuat Kila tertarik pasrah.

"Lo pikir gue bisa biasa aja setelah kejadian itu?"

Kila tersentak samar. Namun, ia segera tersadar. Ia segera menguasai raut wajahnya. "Bisa lah. Kan lo nggak suka gue. Jadi ini biasa aja buat lo."

"Kenapa lo mikir gitu?"

Kila menghela napas. Ia memberanikan diri berhadapan dengan Miki.

"Ya kenyataannya emang gitu kan? Selama ini gue yang terlihat ngejar-ngejar lo. Orang-orang juga liatnya gue yang ganjen," ucap Kila tenang, tapi terdengar menyakitkan.

SomedayDonde viven las historias. Descúbrelo ahora