07. Sebuah Keputusan

155 26 9
                                    

Kila memegang pulpen dengan kening berkerut. Sesekali ia menggaruk rambutnya frustasi.

"Kenapa otak gue jadi off?" lirih Kila putus asa.

Siang itu, di jam istirahat, Kila memutuskan pergi ke perpustakaan. Tadi di akhir pelajaran, Bu Sri selaku guru Matematika memberikan pengumuman minggu depan ulangan harian. Kila yang kurang paham di materi ini, memutuskan untuk mencari buku latihan soal dan mengerjakannya.

"Ini gimana ya..."

Kila masih berkutat di satu soal yang menurutnya paling susah. Dengan serius membaca berulang kali soalnya dan berusaha mengerjakannya.

Tanpa sadar, seorang pemuda duduk di sampingnya. Ia mengulum bibir, menahan untuk tak tersenyum.

Kila menghela napas. Ia melepas kacamata bulatnya lalu memijat pelan keningnya yang terasa pening. "Contoh soal gampang, latihan soal lumayan, tiket mulai ngaco, ulangan lebih ngaco," racaunya mendadak kesal.

"Bilangin Bu Sri ah."

"WOAHH!"

Kila membeku dengan tangan memegangi dadanya yang hampir saja jantungnya melompat.

Orang yang ditatap Kila pun ikut terlompat kecil.

"MIKI APAAN SIH?!" amuk Kila tersadar.

Miki terkekeh pelan, "lagian kenapa sih ngomel-ngomel sendiri?"

Kila mencibir, kembali menunduk membaca soal. "Materi matematika wajib yang ini susah. Bisa bikin kepala gue botak," katanya agak asal.

Kini Miki tertawa pelan, hati-hati agar tak mengganggu pengunjung yang lain.

"Mau gue ajarin nggak?" tanya Miki sambil membuka buku miliknya.

"Nggak usah," tolak Kila membuat Miki mengangkat alis. "Gue lebih paham belajar sendiri..."

Miki tersenyum sekilas sebelum sibuk menunduk membaca buku yang dibawanya.

Keduanya fokus pada kegiatan masing-masing. Walau pada kenyataannya Kila beberapa kali melirik ke arah Miki.

Miki tuh ganteng. Banget malah. Apalagi sekarang dia pake kacamata bulatnya--nggak keliatan cupu sama sekali malah tambah ganteng-- nunduk baca buku. Tambah ganteng.

Miki, kacamata bulat, dan buku adalah perpaduan yang sempurna.

Kila mengerjap tersadar. Kemudian berdehem pelan, entah untuk apa. Ia berdiri sambil merapikan buku.

"Udah selesai belajarnya?" tanya Miki.

Kila meringis, "Laper."

Miki mengangkat alis, lalu terkekeh pelan. Miki ikut berdiri dan merapikan bukunya.

"Lah lo mau kemana?" tanya Kila bingung.

"Mau ke kantin juga," jawab Miki kemudian menghadap Kila dengan tangan memeluk buku.

"Mau bareng?" Kila tersentak. Kaget dengan apa yang barusan ia ucapkan.

"Boleh."

Sekuat tenaga Kila menahan untuk tak tersenyum lebar. Dengan salah tingkah ia melangkah lebih dulu melewati Miki.

Keduanya menyusuri koridor dengan Kila yang melangkah di depan dan Miki mengikuti di belakangnya.

Miki mempercepat langkahnya mengambil tempat di samping Kila. "Tungguin dong. Katanya bareng," kata Miki setelah keduanya berjalan beriringan.

Dengan langkah cepat, keduanya menyusuri koridor yang siang itu lumayan ramai. Seakan segan, beberapa murid bahkan tanpa sadar menepi. Memberi jalan pada keduanya.

SomedayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang