09. Antara Lari dan Jalan

151 21 15
                                    

"Laper banget?"

Kila mengangkat kepala, menatap Bintang dengan mata berbinar lalu mengangguk semangat.

"Tadi pagi nggak sempet sarapan," katanya sambil menyendok mie ke mulutnya.

Bintang meneguk es tehnya. "Kalo belum sarapan ya jangan makan mie, lah," protesnya menarik mangkuk milik Kila.

"IHHH!"

Bintang mendorong piring berisi sepaket nasi dan ayam membuat Kila mengernyit.

"Makan ini aja."

"Eh? Tapi kan—" Ucapan Kila terhenti. Matanya melotot melihat Bintang dengan santainya memakan mie miliknya.

Bintang mengangkat alis melihat Kila yang kini melongo menatapnya. "Kenapa?" tanyanya tenang.

"Kak..." Kila mengerjap beberapa kali. "Itukan sendok bekas aku," cicitnya.

Bintang mengangkat alisnya, mengangkat sendok di tangannya. "Emang kenapa?"

"Nggak papa sih..."

"Oh. Lo orangnya jorokan?" tanya Bintang mengerti.

"Eh, enggak!" sahut Kila cepat.

Bintang tersenyum miring, "Ya terus kenapa?"

Kila menatap Bintang dengan mulut terbuka tanpa suara. Matanya mengerjap beberapa kali lalu ia berdehem singkat.

"Nggak papa..." Tangan Kila menarik piring berisi makanan Bintang. Ia tertegun melihat ayam di piring sudah disuir.

Kila merunduk, makan dalam diam. Ujung bibirnya berkedut, gatal ingin tersenyum lebar.

"Kok gue baru tau lo anak VG."

Kila mengerutkan keningnya menatap Bintang. "Gak pernah liat? Aku sering ngisi acara sekolah, kok."

"Gak keliatan," balas Bintang. "Kecil, sih," ejeknya lalu tertawa membuat Kila mendelik kesal.

"Mata Kak Bintang kali yang kecil," cibirnya pelan.

"Heh! Dasar rasis!"

Kila meleletkan lidah mengejek. Ia mencibir sesaat lalu kembali melanjutkan makannya.

Bintang memandangi Kila dengan senyum tipis.

Gini ya rasanya bucin. Dikata-katain juga tetep seneng.

"Eh, iya," ucap Kila tiba-tiba. "Kak Bintang mau lanjut kemana?"

"Kuliah?" tanya Bintang memastikan.

Kila mengangguk sambil menyedot es tehnya.

"Pengennya sih Jogja. Gue mumet sama Jakarta," lanjut Bintang.

Mata Kila membulat. "Sama dong!"

Bintang merapatkan bibir sesaat. Merasa gemas melihat Kila bersemangat. "Mumet sama Jakarta?"

Kila tertawa renyah, kemudian menggeleng. "Bukan, ih! Aku juga pengen di Jogja."

Bintang jadi tertawa. "Kirain," sahutnya.

"Mau ngambil jurusan apa?"

Bintang jadi diam. Teringat hal yang membuatnya khawatir belakangan ini. Garis wajahnya berubah menyendu. Ia menunduk memainkan sendok di mangkuk.

Kila menyadari itu. Ia mendorong piring dan gelas ke samping. Melipat kedua tangan menatap Bintang.

"Ada apa kak?" tanya Kila.

SomedayWhere stories live. Discover now