Bad Day

1.1K 174 99
                                    

* * *

Aku berjalan tergesa-gesa di koridor lantai dasar sekolah. Aku datang pagi-pagi sekali hari ini, dan kini aku merutuki kakiku yang berjalan dengan langkah pendek-pendek. Seharusnya aku memiliki kaki yang lebih panjang lagi, agar bisa berjalan dengan langkah yang besar-besar.

Aku harus memberi pelajaran pada Albert, dan harus sepagi ini agar guru BK tidak melihatnya. Aku geram sekali pada pria itu, jadi seperti ini ceritanya; semalam aku chatting dengan Albert, di tengah percakapan Albert mengirimiku video payudara wanita, aku tak memutar video itu dan langsung memblokir kontak Albert. Kurang ajar sekali, kan, pria itu. Akan kuhajar dia, itu namanya pelecehan!

Langkahku terhenti saat melihat orang yang kini kucari memasuki ruang Tata Usaha. Aha! Itu dia! Aku bersembunyi di balik tembok. Saat dia keluar, akan kuseret dia, lalu kuhajar sampai aku puas dan dia berjanji tak akan mengulangi lagi. Lebih kurang lima menit aku menunggu dan bersembunyi di balik tembok, Albert pun keluar dari ruang Tata Usaha.

Dengan secepat kilat-bahkan melebihi kecepatan kilat-aku menarik tangannya, membawanya ke tempat yang sepi dan aman untuk menghajarnya agar tidak ketahuan oleh guru. Dia menghentak tanganku. "Apa-apaan sih?!"

"Lo yang apa-apaan?!" Aku mendaratkan pukulan di wajahnya. Dia tidak melawan. Aku mencengkeram kerah seragamnya lalu kembali meninju pipinya.

Tepat saat pukulan ketiga hendak kulayangkan ke wajahnya, dia menahan tanganku, dan menatapku tajam. "Dasar cewek aneh! Gue enggak kenal sama lo, kenapa lo pukulin gue?!"

* * *

Keheningan mencekam. Jika diibaratkan sebuah jarum, kini jarum-jarum keheningan itu menusuk pori-poriku. Pria yang memiliki dua lebam di kedua pipinya itu mengaku bukan Albert. Kini kami duduk di sofa ruang BK, menunggu Bu Jennifer yang sedang berbicara di telepon.

Aku berpikir keras. Jika pria di sampingku ini bukan Albert, lalu siapa dia? Arwahnya Albert? Jelas sekali dia adalah Albert, wajahnya, tinggi badannya, postur tubuh serta suaranya. Iya! Dia adalah Albert, bohong sekali dia jika mengaku bukan Albert.

Bu Jennifer selesai dengan urusan teleponnya, lalu ia duduk di sofa seberang. Matanya menatapku jenuh, seakan lelah melihatku lagi dan lagi berada di ruangan ini. Sebenarnya aku juga lelah berada di ruangan ini, lagi pula siapa yang akan sujud syukur seperti pemain bola sedang melakukan selebrasi saat berada di ruang BK?

"Jadi bagaimana kronologinya?" tanya Bu Jennifer.

"Saya keluar dari TU langsung ditarik sama dia, terus dia pukulin saya." ucap pria yang mengaku bukan Albert itu.

"Benar begitu, Miracle?" Bu Jennifer beralih padaku.

"Benar, Bu. Tapi dia duluan, Bu! Dia ngirim video jorok ke saya semalam!" Aku membela diri.

"Gimana cara ngirimnya? Kontak lo aja gue enggak punya?!"

"Tenang, tenang, kalian tenang, ya. Memang benar kamu tidak melakukannya Albert?" tanya Bu Jennifer pada si bukan Albert.

"Saya bukan Albert, Bu. Saya Alvaro, kembarannya Albert. Saya siswa pindahan di sini."

Mataku membulat sempurna-bahkan sepertinya bola mataku ingin keluar saja dari tempatnya. Aku menggigit bibirku. Rupanya salah sasaran, aku seperti pemburu yang salah membidik senapan dan mendapat mangsa yang salah pula. Aku hanya diam, lebih tepatnya aku tak tahu harus bicara apa.

"Sungguh? Kau sangat mirip dengan Albert. Hingga Miracle menghajarmu sebagai Albert," ucap Bu Jennifer.

Pria itu menatapku. Aku mengalihkan pandangan. Aku malu sekali telah memukulinya, apakah aku harus meminta maaf? Akan aku pikirkan nanti.

Story About Miracle [ON GOING]Where stories live. Discover now