Tutor Ekonomi

448 130 48
                                    

* * *

Aku merapikan buku-bukuku dan menaruhnya di kolong meja. Aku tak pernah membawa buku-bukuku pulang ke rumah. Aku hanya membawa pulang buku pelajaran yang keesokan harinya ada PR—walaupun akhirnya aku tetap mengerjakan PR di sekolah. Jadi wajar saja bila tasku tidak terlalu berat. Mungkin kalian bisa mencobanya di sekolah. 

"Ayo!" seru Alvaro. 

"Ngapain?" 

"Ke Pak Johan." 

"Kita?" 

"Iya." 

"Bukannya gue?" 

"Iya, lo sama gue." 

Aku memerhatikannya. Apakah dia berbohong? Tadi dia bilang bahwa aku yang dipanggil oleh Pak Johan. Lalu mengapa sekarang dia bilang bahwa dia juga ikut serta? Apa dia ingin menguntitku? 

"Ayo!" serunya lagi. 

Aku menggendong tasku, berjalan keluar kelas bersama Alvaro. Entah, aku merasa ada yang aneh. Merasa ada yang berbeda saat dekat dia.

Abaikan Mira, itu hanya perasaanmu saja! 

Kami berjalan menuju ruang guru. Jika dilihat-lihat Alvaro itu tampan, seperti Albert. Hanya saja dia sedikit lebih kalem daripada Albert, mungkin karena dia masih anak baru di sekolah ini. Tetapi tetap saja dia itu menyebalkan. Tunggu, mengapa aku jadi memikirkannya? Membuang waktu saja.

Saat sampai di ruang guru aku segera mencari meja Pak Johan. "Siang, Pak." Aku dan Alvaro menyalami Pak Johan. 

"Silakan duduk." Aku dan Alvaro duduk. 

"Ada apa, Pak?" tanyaku to the point

"Miracle, kenapa kamu bolos di jam pelajaran Bapak? Jadinya kamu tidak mengikuti ulangan harian, jadi kamu harus ulangan susulan." 

"Sekarang, Pak?" 

"Minggu depan saja." 

"Oke. Jadi Bapak cuma mau ngomong gitu doang?" 

"Jadi begini, Miracle. Kamu, kan, nilai Ekonominya kurang, Bapak tahu sebenarnya kamu bisa. Mungkin kamu tidak mengerti jika Bapak yang menjelaskan—" 

"Jadi intinya apa, Pak?" tanyaku tak sabar. Aku sebal dengan Pak Johan yang bicara suka mutar-mutar, apa susahnya langsung ke inti pembicaraan? Dan, apa tadi katanya? Nilai Ekonomiku kurang? Padahal tidak terlalu buruk bagiku. Dan lebih parahnya lagi dia mengatakan itu di depan Alvaro, kalau nanti pria itu mengejekku, bagaimana?! Sungguh memalukan. 

"Sabar Miracle. Bapak berniat mengadakan tutor Ekonomi sebaya untukmu dan tutornya adalah Alvaro." jelas Pak Johan. 

Aku dan Alvaro saling pandang satu sama lain. Alvaro juga nampak terkejut sepertiku. Tunggu, mengapa harus Alvaro yang menjadi tutorku? Banyak siswa pintar di kelasku, bahkan menjadi juara kelas bertahan. Lalu mengapa Pak Johan memilih Alvaro si anak baru yang menyebalkan? 

"Soal waktu, kalian bisa atur kesepakatan kalian sendiri. Dan kamu Alvaro, kamu harus membuat laporan peningkatan belajar Miracle, ya." 

"Iya, Pak." ucapku dan Alvaro serentak. 

Aku dan Alvaro menyalami Pak Johan dan sesegera mungkin keluar dari ruangan itu. "Lo pulang bareng gue." ucap Alvaro saat kami berjalan di koridor lantai dasar. 

"Gue sama Edward." 

"Lo sama gue." 

"Gak mau." 

"Kita sekalian omongin jadwal tutor Ekonomi." 

"Kan, bisa besok," 

"Sekarang. Gak baik menunda-nunda sesuatu." 

Story About Miracle [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang