Something Wrong

319 95 25
                                    

* * *

Satu. Dua. Tiga. Empat. Lima. Lima orang sedang mengerubungi tempat duduk Gideon si juara kelas bertahan. Ya, memang mau apa lagi mereka jika bukan menyontek PR? Hari ini memang ada PR sejarah dari Bu Betty. Namun sayangnya, aku tidak membawa buku sejarah. Dan, aku hanya bisa berdoa semoga Bu Betty tidak masuk kelas hari ini, atau aku akan bolos saat jam pelajarannya. 

Kulihat Michelle memasuki kelasku. Dia berjalan menghampiri tempat dudukku. "Mir!" serunya. 

"Kenapa, Chelle?" 

"Ke toilet, yuk! Gue mau curhat." 

Aku dan Michelle segera keluar kelas menuju toilet. Michelle nampak gembira dan begitu bersemangat. Ada apa dengannya, ya? Apakah Edward menyatakan cinta padanya? 

"Kenapa?" tanyaku saat di toilet. 

"Semalam gue senang banget tahu, Mir." Michelle tersenyum manis. 

"Coba cerita," 

"Semalam Edward nelepon gue, terus dia cerita. Isi ceritanya itu; Gue mau cerita, Chelle. Malam ini gue nginap di rumah Mira. Gue, Mira, dan Kak Nathan main karambol, Mira cemong semua mukanya, kocak dah. Habis itu Albert datang sama kembarannya dan ganti permainan jadi monopoli. Kita main monopoli sampai jam sepuluh. Udahan, tuh, mainnya karena Mira udah ngantuk. Mira kejedot tembok, terus Albert antar Mira masuk kamar. Ih so sweet banget, sih, lo sama Albert, coba Edward begitu." 

Aku tersenyum. "Ed gak cerita tentang gue yang akan menginap di rumah Albert selama Kak Nathan magang di Bandung?" 

"Serius?! Astaga. Lo pasti senang, kan, nginap di rumah Albert," godanya. 

"Ya senang, sih. Tapi kembarannya itu nyebelin banget, Chelle."

"Hati-hati, Mir. Jangan terlalu benci, nanti jadi cinta. Apalagi kembarannya Albert mirip sama Albert, mudah aja bagi lo untuk berpindah hati dari si Albert ke kembarannya. Oh iya, siapa, sih, namanya?" 

"Alvaro. Udahlah, gak usah dibahas. Lanjutin aja Ed cerita apa tadi," 

Michelle melanjutkan cerita Edward yang sempat tertunda. Edward benar-benar rinci menceritakannya. Mulai dari ekspresi Albert yang diintrogasi oleh Kak Nathan saat keluar dari kamarku, Albert yang berusaha menjelaskan bahwa dirinya tidak berbuat apapun selain mengelus rambutku dan juga mencium keningku. "Ya ampun, senang banget gue, Mir!!" pekiknya. 

"Lo senang karena Ed nelpon lo atau karena Albert cium kening gue?" 

"Ya, dua-duanya lah. Mir, Albert sayang banget sama lo." Michelle menatapku serius.

"Chelle, kami hanya—"

"Mir, gue gak mau lo sia-siain orang yang tepat." Michelle tersenyum. "Ayo balik ke kelas. Udah mau bel." 

Kami keluar toilet dengan aku yang memikirkan ucapan Michelle. Kelas Michelle belok kiri saat keluar dari toilet, sedangkan kelasku belok kanan. Aku menghentikan langkah saat melihat tali sepatuku terlepas. Aku pun berjongkok dan mulai mengikat tali sepatuku. 

"Permisi," 

Aku mengangkat kepalaku dan mendapati Alvaro berdiri di hadapanku. "Lewat sini bisa!" Aku menunjuk sisi kanan dan kiriku. Percayalah, aku hanya berjongkok di tengah koridor, bukan berarti tubuhku sebesar dan selebar koridor lalu menghalangi jalannya. 

"Gue maunya lewat sini." 

"Ribet banget, sih." ketusku.

Aku bangkit berdiri dan menglangkahkan kaki lalu—Alvaro menahan lenganku kuat-kuat. Ya ampun, hampir saja. Kakiku menginjak tali sepatuku yang belum sempat terikat. Beruntung Alvaro menahan tanganku, jadi aku tidak terjatuh dan malu di hadapannya. 

"Ceroboh banget, sih." Alvaro menjitak kepalaku pelan. Apa katanya? Aku ceroboh? Hey! Dia lah yang membuatku jadi seperti ini! "Ikat dulu itu tali." 

"Lo lewat dulu."

"Ikat dulu," 

"Lo! Ribet!" 

"Lo! Ceroboh!" 

Aku mendengus. Aku berjongkok dan mengikat tali sepatuku. Kulihat Alvaro ikut berjongkok di hadapanku. Tangannya melepaskan tali sepatuku yang sebelahnya lagi. Jadi kini tali sepatuku tidak terikat dua-duanya. 

"Jangan lupa nanti nanti pulang sekolah." ucapnya berlalu pergi. 

Aku menatap punggungnya yang kian lama menjauh. Lihatlah, setelah melepaskan tali sepatuku, dia pergi begitu saja. Dasar tidak bertanggung jawab!

* * *

Senyum manis merekah di bibirku. Bagi seorang pelajar, tidak ada yang lebih menyenangkan daripada pelajaran kosong. Kata Louis, Bu Betty sedang ada dinas luar. Untung saja aku belum mengerjakan PR sejarah, jadi tidak sia-sia PR-ku. Dan satu hal yang amat sangat menyenangkan dan juga cukup membingungkan. Alvaro tak menagih bekal makanannya hari ini padaku. Entah dia lupa, atau apalah. Terserah dia. 

Seperti freeclass pada umumnya. Kelasku cukup gaduh. Ricky dan teman-temannya bermain gitar dan bernyanyi, Lily dan teman-temannya membicarakan make up terbaru, dan Albert cs... Tunggu, aku hanya melihat Alan, Mike, dan Stefan. Kemana Albert? 

Rooftop. Kemana lagi dia jika bukan ke rooftop? Aku berjalan keluar kelas menuju rooftop. Aku ingin bercerita tentang mimpiku semalam padanya. 

Aku sangat tidak suka dengan pria yang merokok, lebih-lebih masih berseragam sekolah dan di jam pelajaran. Aku memang tergolong siswi yang nakal, namun masih dalam batas wajar. Aku tidak ingin kenakalanku malah merusak kesehatan dan juga masa depanku. 

Dan kini Albert sedang memejamkan matanya seraya menghisap rokoknya. Aku menghampirinya, merebut benda itu, menjatuhkannya, lalu menginjaknya. 

"Kenapa lo matiin, Mira?" 

"Kenapa lo ngerokok?!" tukasku. 

"Rokok bisa hilangi beban pikiran gue." 

"Iya! Lebih tepatnya bisa hilangi nyawa lo secara perlahan!"

"I don't care, honey." Albert tersenyum. 

Aku duduk di sampingnya. "Kalau ada masalah, cerita. Gue ini sahabat lo," 

"Nothing. Everything will be alright. Yeah, you're my best friend, exactly my girlfriend.

"Sam, lo, lo masih permasalahin hubungan kita?" tanyaku hati-hati. 

"Enggak, Mira. Selagi gue masih bisa lihat lo, lihat senyum lo, lihat lo bahagia, itu udah cukup. Oh iya, gue lebih suka lo panggil gue Sam." 

Aku berdecak. "Jujur aja, sih, kalau ada masalah. Bohong mulu, nanti jadi Pinokio, lho!" ketusku. 

Albert tertawa kecil. "Gak semua masalah bisa gue ceritakan, Mira sayang." Dia mengelus rambutku.

Aku mendengus, Albert tetap saja tidak mau menceritakan apa yang terjadi. "Terserah, deh, kalau lo gak mau cerita. Gue ke sini karena mau cerita soal mimpi gue semalam." 

"Emang Mira mimpi apa?" 

"Buruk," gumamku. 

"Coba cerita," 

"Di mimpi gue hanya ada tiga orang; gue, lo, dan kembaran lo. Gue dan kembaran lo berada di suatu tempat yang asing, kami hidup bahagia, sampai akhirnya lo datang. Lo hancurin kebahagiaan kami dan lo melenyapkan kembaran lo. Setelah itu semuanya gelap, mimpinya ganti, gue terjebak diatas obor yang di pegang Patung Liberty." 

Albert tersenyum samar. "Wow, gue jahat juga, ya? Tapi mimpi lo cukup unik. Bisa jadi Patung Liberty itu adalah gue." 

"Gue juga gak tahu yang jahat itu lo atau kembaran lo. Di mimpi setiap orang semua terlihat samar." 

"Semalam gue juga mimpiin lo, tapi mimpi gue indah." 

"Oh ya? Emang gimana mimpinya?" 

Albert menyeringai. "Adegan dewasa pokoknya." 

Aku melotot. "Itu mimpi basah, Sam!!" 

* * *

Story About Miracle [ON GOING]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon