Forgive Me, Sam

210 57 50
                                    

* * *

Aku menatap langit-langit kamar. Memikirkan semua yang terjadi hari ini. Marco, Albert, dan Alvaro. Ketiga pria itu yang sedari tadi menari-nari di pikiranku. Marco yang pindah ke Jerman, Albert yang patah hati karena diriku, dan Alvaro yang memperlakukanku dengan sangat manis. Tunggu, aku teringat sesuatu!

Tanganku terulur mengambil surat dari Marco yang terletak di atas nakas. Amplop putih itu bertuliskan Keajaiban yang Bersinar. Aku tersenyum, itu adalah arti dari namaku. Aku membuka amplop itu dan membaca surat di dalamnya.

Hai...

Mira, selamat tinggal.

Terima kasih, Mira.

Terima kasih telah memberiku pelukan terakhir sebelum aku pergi. Walau kau tak membiarkan aku mencium bibirmu malam itu. Tidak apa, yang pantas mendapatkan ciuman pertamamu adalah seseorang yang kau cintai.

Setelah malam itu, paginya aku berangkat ke Jerman. Seperti yang kau tahu, Edward yang mengantarku ke Bandara.

Aku tidak akan kembali ke Indonesia, tidak akan. Jika kau bertanya apa alasanku, kau lah alasannya. Aku takkan bisa hidup tenang di atas bayang-bayang masa lalu. Bayang-bayang masa lalu bersamamu. Aku tak peduli jika kau menganggapku pria yang lemah. Aku bisa melawan banyak musuh dengan tangan kosong. Tetapi jika masalah hati, tidak. Aku tak bisa melawannya. Kau benar, kisah kita memang telah berakhir, telah lama berakhir. Aku salah, aku selalu berharap kau kan kembali. Kembali merajut kisah cinta yang indah seperti dulu. Nampaknya kau tak mau memberi kesempatan kedua untukku. Andai kau memberikannya, aku takkan menyia-nyiakan kesempatan itu. Kau tahu? Kau gadis yang mampu membuat hatiku bahagia. Ya, kau juga bisa mematahkan hatiku. Kutahu kau juga terluka.

Aku akan tinggal di Jerman, melanjutkan sekolah, kuliah, dan meniti masa depan di negeri orang. Hingga menua dan menghembuskan napas terakhir disana. Daddy membiarkanku tinggal sendiri dan mungkin Daddy akan menyusulku ke Jerman kapan pun dia mau.

Sekali lagi terima kasih, Mira.

Marco Syvan

Aku menghela napas panjang. Benar kata Edward, Marco tidak akan kembali. Aku menyesal, aku adalah alasan Marco pindah dan takkan kembali.

Kau perlu tahu satu hal, Marco, di dalam cinta segitiga pasti ada salah satu pihak yang terluka. Cicilia telah terluka, bahkan sampai menemui ajalnya. Sangat adil jika kau dan aku juga terluka karena tak bisa bersama. Biar sakit, itu hukuman bagi kita, Marco. Atas perginya Cicilia.

Tugas kita hanya membenahi diri, melupakan masa lalu yang takkan terulang. Aku yakin kau akan menemukan gadis yang tepat, yang lebih sempurna dariku. Kau akan lebih bahagia jika tanpa aku. Aku yakin itu.

Terdengar suara ketukan di pintu kamar. Aku segera menghapus air mataku, menyembunyikan surat dari Marco di balik bantal.

"Masuk aja!" ucapku sedikit berteriak.

Pintu kamar terbuka menunjukkan Albert memasuki kamar. Albert duduk di pinggir ranjang. "Kak Nathan ngehubungi lo dari tadi gak bisa, kenapa?"

Aku menyengir. "Gue turn off daya."

Albert tersenyum. "Kak Nathan nanya lo nyaman gak nginap di sini, gue jawab pasti nyaman, karena ada Al." ucapnya lalu meninggalkan kamar ini.

Aku menghela napas. Suasana hati Albert masih belum stabil. Aku tahu dia tengah patah hati dan betapa kusesali aku lah penyebabnya.

Story About Miracle [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang