Plan

141 30 49
                                    

* * *

Karena terus memikirkan pesan dari Hans—aku ingin menghajarnya, tetapi kuurungkan. Aku tidak ingin berbuat gegabah. Lagi pula bila aku menghajar pria itu di sekolah akan panjang urusannya, aku akan berurusan dengan BK. Maka dari itu, pagi ini aku mengumpulkan teman-temanku di rooftop untuk mendiskusikan bagaimana cara memberi pelajaran si pria berengsek itu.

Sudah terdapat Albert, Alan, Mike, Stefan, Michelle, Alicia, dan juga Caroline. Sebenarnya aku hanya mengundang Albert cs, tetapi Michelle, Alicia, dan Caroline ingin ikut, ya sudahlah.

"Hans ngirim pesan ini ke gue." Aku menunjukkan layar ponselku pada mereka.

"Wah, parah banget! Hajar, Mir!" seru Mike.

"Tangan gue juga udah gatal."

"Gini aja, kalau dia ganggu lo di sekolah jangan lo tanggapi, dia emang sengaja mancing emosi lo." usul Stefan.

"Pulang sekolah lo jegat dia," ucap Albert.

"Terus lo palakin." lanjut Alan.

"Si-Alan! Ini lagi rapat penting!" balas Albert.

"Iya dah, Mira emang selalu penting bagi lo." cibir Alan.

"Iya lah, Mira's my everything." Albert mengedipkan sebelah matanya ke arahku. Aku hanya tersenyum.

"Serius, Lan." ucap Mike.

"Iya, my Mike." balas Alan.

"Si-Alan! Jangan panggil gue kayak gitu!" protes Mike.

"My Mike hahaha... Orang jadi ambigu dengarnya." Stefan terkekeh.

Aku tertawa, mereka juga, kecuali Mike. "Oke, serius ya, guys. Jadi gimana, nih?"

"Gue punya usul, lo jangan kemana-mana sendirian, ajak gue atau yang lain. Kalau udah pulang sekolah, kan, pisah, Albert dan Alvaro yang tugasnya jagain lo." jelas Michelle.

"Nah, betul tuh!" seru Stefan.

"Intinya, kita harus kerja sama untuk jagain Mira." ucap Mike.

Aku tersenyum. "Makasih, ya. Kalian ini emang the best." Aku senang memiliki teman-teman yang selalu ada untukku, teman-teman yang membantuku di keadaan sulit.

Kami kembali menuju kelas masing-masing. Saat di koridor kelas sebelas Albert menahan tanganku—membiarkan cs-nya jalan lebih dulu. Aku mengerutkan dahi.

"Hati-hati, jangan terlalu percaya sama teman." ucap Albert.

"Maksud lo?"

Albert tersenyum. "Nanti juga lo tahu." Albert menarik tanganku menuju kelas.

Aku sungguh tidak mengerti dengan apa yang dikatakan Albert. Maksudnya di antara teman-temanku ada salah satu pengkhianat? Aku menelan ludah. Bagaimana pun juga pengkhianat lebih berbahaya dari pada musuh sebenarnya.

* * *

Sedari Tadi perasaanku tidak enak. Selalu saja dihantui rasa penasaran dan rasa takut. Penasaran terhadap siapa pengkhianat sebenarnya yang dimaksud Albert. Dan takut jika pengkhianat itu adalah orang terdekatku.

Kini aku sedang berada di kantin bersama Michelle dan Alicia. Caroline sedang bersama Mike, kabarnya mereka sedang dekat dan hampir jadian. Aku ikut senang, lagipula mereka sangat cocok dan saling melengkapi.

"Andai Edward sekolah di sini... Pasti gue dan dia bisa kayak Mike dan Caroline" ucap Michelle seraya mengkhayalkan sesuatu.

Alicia melempar kerupuk ke arah Michelle. "In your dream." cibir Alicia.

Story About Miracle [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang