He is Annoying

603 138 64
                                    

* * *

Bel Istirahat berbunyi. Aku bergegas menuju kantin bersama; Albert, Alan, Mike dan Stefan. Kami sudah ada janji ingin makan bersama di kantin dengan teman-temanku yaitu; Michelle, Alicia dan Caroline. 

Baru aku ingin melangkah keluar kelas, tiba-tiba Alvaro menahan tanganku. "Lo harus tanggung jawab." 

Albert cs tercengang. "Lo, lo apain Al, Mir?" tanya Albert. 

"Gak gue apa-apain." 

"Terus lebam di wajah gue ini apaan kalau bukan karena lo?" ucap Alvaro. 

"Lo pukulin Al, Mir?" tanya Albert lagi. 

"Iya, dia ngira gue ini lo." jawab Alvaro. 

"Kan, gue udah minta maaf. Lagi pula gue akan bawain lo bekal makanan tiap hari, apalagi tanggung jawab gue?" 

"Lo harus obati luka gue." 

"Obati aja sendiri, manja banget." 

"Mir, sana obati." Albert tersenyum. 

"Tapi—" 

"Makan barengnya lain kali aja." 

Aku menghela napas kasar, lalu segera membawa Alvaro menuju UKS. Entah mengapa, walaupun Albert begitu menyebalkan dan kadang membuatku marah, tetapi aku selalu saja menuruti perkataannya. Seakan aku tak bisa menentangnya. Albert itu lebih dari sekadar teman bagiku. 

Saat masih kelas sepuluh Albert menyatakan cintanya padaku. Aneh menurutku, padahal kami baru saling mengenal selama satu minggu dan tak mungkin Albert jatuh cinta padaku secepat itu. Jadi aku hanya meminta Albert menjadi temanku saja. Aku lebih nyaman jika kami hanya berteman, kurasa begitu. 

Cukup aneh jika banyak pria yang menyukaiku di sekolah ini, mengingat aku berbeda dari gadis lainnya. Aku suka berkelahi, bolos di jam pelajaran, cabut sekolah, aku bahkan selalu keluar masuk ruang BK. Apa yang mereka harapkan dari gadis yang bisanya hanya membuat onar? Atau mereka menyukaiku hanya karena paras? 

Saat di UKS aku tak melihat siapa pun, biasanya ada Stela-penjaga UKS, kemana dia? Aku membuka kotak P3K dan mulai mengobati Alvaro. Menyusahkan sekali dia. Tanganku menekan-nekan lebam di wajah Alvaro dengan kapas yang sudah kuberi obat. Dia hanya diam tak bersuara, sedikit meringis dan matanya menatapku. Setelah mengobati lukanya, aku merapikan kembali kotak P3K. 

"Udah! Gue udah tanggung jawab!" 

Alvaro tersenyum. "Makasih." 

"Iya." 

Alvaro menatapku. Cukup lama. Hingga membuatku menjadi salah tingkah. Tunggu, mengapa aku masih di sini? Seharusnya aku segera keluar karena tanggung jawabku sudah selesai. Suasana cukup canggung. Aku memandang ke arah lain, menghindari tatapan Alvaro. Timbangan, ya! Lebih baik aku memandangi timbangan dari pada pria di sampingku. 

"Besok pelajarannya apa?" tanya Alvaro. 

"Gak tahu." 

"Kok, bisa?" 

"Ya bisa lah." 

"Masa," 

"Berisik nih! Tanya Albert aja ngapa." 

"Gak ada Sam." 

"Yaudah nanti, waktu ada Albert." 

"Maunya sekarang." 

"Kok, lo nyebelin, sih?" 

"Kok, lo jutek, sih?" 

Aku mendengus. 

Story About Miracle [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang