Thank U, Al!

225 58 61
                                    

* * *

Hari Senin adalah hari yang menyebalkan. Selain harus mengikuti upacara bendera, hari Senin juga sangat jauh dari weekend. Aku tidak mengikuti upacara karena sakit dan harus berdiam diri di UKS. Lebih tepatnya aku berpura-pura sakit. Aku hanya tidak ingin lama-lama berdiri dan mendengar amanat dari Pak Johan. Jika mendengar Pak Johan yang sedang berbicara aku seperti dibacakan dongeng pengantar tidur.

Aku hanya diam menatap siswa lain yang sedang memejamkan mata, menahan sakit di kepalanya. Merasa bosan, aku memutuskan bermain ponsel. Bertepatan dengan itu Edward mengirimiku pesan.

Edward Collins

Attention, please!
Aku menyeringai. Mengetik balasan untuknya.

Miracle Shine

Kurang perhatian lo?

Jomlo amat haha.


Edward Collins

Dalam:(
Serius, nih. Gue ada announcement penting!

Miracle Shine

Apaan?


Edward Collins

Marco mantan gebetan lo pindah ke Jerman.

Aku terkesiap. Mencoba mengerjapkan mata berkali-kali untuk memastikan bahwa aku tidak salah membaca pesan yang baru saja Edward kirim. Marco pindah ke Jerman? Mengapa? Jariku mengetik balasan.

Miracle Shine

Kapan?


Edward Collins

Kemarin. Gue antar dia ke bandara, dia titip surat untuk lo.
Dia gak akan kembali lagi, Mir.

Mataku membulat ketika membaca kalimat terakhir pesan itu. Marco tidak akan kembali? Tetapi mengapa? Apa dia sudah mempertimbangkan keputusan itu? Aku menghela napas gusar, kembali mengetik balasan.

Miracle Shine

Kenapa malam itu dia gak bilang ke gue?

Edward Collin

Nanti lo baca aja suratnya. Hari ini gue jemput, ya.
Dadah, Mir.

Aku hanya membaca pesan itu tanpa berniat untuk membalasnya. Ponsel kutaruh lagi di saku. Di hari senin yang menyebalkan ini berita mengejutkan dari Edward dapat merusak mood-ku.

Suara microfon tak lagi terdengar dari lapangan, itu artinya upacara sudah selesai. Aku bangkit berdiri dan berjalan menuju pintu keluar. Baru aku ingin keluar UKS, datanglah Rainly dengan Alvaro di sampingnya. Keadaan Alvaro cukup berantakan, kerah seragam kusut, sudut bibirnya berdarah, kupastikan dia berkelahi. Tetapi kali ini bukan aku yang memukulinya.

Rainly membawa Alvaro memasuki bilik UKS. Sial, aku jadi tidak tahu apa yang mereka bicarakan. Aku memutuskan untuk duduk di tempatku tadi. Syukur bila aku dapat menguping pembicaraan mereka.

Tak lama kemudian kudengar suara bentakan dari dalam bilik, itu suara Alvaro. Lalu tirai bilik berbuka sempurna, Rainly dengan wajah merah padam menahan tangis keluar dari bilik. Dia menatapku sekilas, lalu meninggalkan UKS.

Story About Miracle [ON GOING]Where stories live. Discover now