26. DIA YANG SELALU ADA

9.4K 973 105
                                    

26. DIA YANG SELALU ADA

“Setelah kami melakukan pemeriksaan secara menyeluruh melalui tes diagnostik CT scan. Pasien mengalami cedera berat di kepala atau biasa di sebut dengan gegar otak berat yang menyebabkan pendarahan otak dan kerusakan saraf oleh benturan keras di kepala. Kami juga sudah melakukan operasi kraniotomi. Pasien saat ini kami nyatakan koma setelah melewati pemeriksaan glasgow coma scale (GCS). Dengan hasil penilaian melalui komponen respon membuka mata dengan nilai 1, respon terhadap suara nilai 1, dan respon motorik juga nilai 1. Ini berarti pasien pada skala terendah yaitu 3 yang berarti pasien mengalami koma,” jelas Dokter Erick yakni dokter spesialis bedah saraf yang terkenal.

Prasasti tidak bisa berkata-kata. Penjelasan dokter Erick sulit untuk Prasasti mengerti. Namun, yang Prasasti ketahui saat ini adalah bi Surti mengalami koma.

“Dok, tapi bi Surti bisa sembuh lagi kan?” tanya Prasasti, menatap penuh harapan pada dokter Erick.

“Kemungkinan untuk pulih secara total dari koma tidak besar,” jawab Dokter Erick tidak ingin memberikan harapan palsu pada Prasasti. “Berdoa saja, mungkin ada keajaiban dari Tuhan.”

“Pasien akan kami pindahkan ke ruang ICU dan untuk saat ini pasien masih belum bisa untuk dijenguk,” jelas Dokter Erick lagi.

Thank you, Dokter,” ucap Zayn yang diangguki oleh Dokter Erick sebelum pergi.

Bi Surti masih bisa bertahan sejauh ini karena berkat dari Zayn juga. Sebenarnya dokter Erick tidak bisa menangani bi Surti karena akan berangkat ke Amerika untuk menghadiri Asosiasi Medis Dunia. Namun berkat Zayn, akhirnya dokter Erick mau menangani bi Surti dan tidak jadi menghadiri Asosiasi Medis Dunia.

“Gimana keadaan bi Surti, Sas?” tanya Aarav yang baru saja tiba setelah membeli air mineral di kantin rumah sakit.

“Bi Surti koma,” jawab Prasasti. Tampak putus asa.

“Gue bawain air mineral buat lo. Takut kalau nanti lo dehidrasi,” ujar Aarav, menyerahkan sebotol air mineral pada Prasasti.

“Makasih,” ucap Prasasti menerima botol air mineral pemberian Aarav.

“Gue mau ngurus pembayaran administrasi rumah sakit dulu,” ucap Zayn yang diangguki oleh Prasasti. Kemudian pergi meninggalkan Prasasti bersama Aarav.

“Lo belum makan, kan?” tebak Aarav.

Prasasti menggeleng, nafsu makannya sudah hilang. Meskipun perutnya kosong, tidak ada sama sekali keinginan Prasasti untuk makan. Pikirannya sudah fokus memikirkan keadaan bi Surti sekarang. Seakan tidak ada tempat untuk memikirkan hal lain di dalam pikirannya termasuk makan.

“Ayo keluar cari makan,” ajak Aarav.

“Gue nggak laper, Rav.” Prasasti menolak.

“Tetep aja lo harus makan. Dengan cara lo nggak makan juga nggak bakal ubah kondisi bi Surti sekarang, Sas.”

“Tapi bi Surti—”

“Ada banyak dokter sama perawat yang jagain bi Surti. Mereka lebih paham dari pada lo,” potong Aarav. Bagaimanapun caranya Aarav harus bisa membujuk Prasasti agar mau makan. Jika tidak Prasasti akan jatuh sakit.

Perkataan Aarav ada benarnya, dengan hanya diam Prasasti juga tidak akan mengubah apapun. Bahkan untuk saat ini Prasasti belum bisa menemui bi Surti. Kondisi kakaknya Salwa juga membutuhkan Prasasti untuk selalu ada di samping Salwa. Jika dirinya sakit, maka bagaimana Prasasti akan bisa mengurus Salwa nanti.

“Gue yakin setelah makan sama cari udara segar lo bisa ngerasa lebih baik,” ujar Aarav.

****

Pukul setengah 1 dini hari Aarav membawa Prasasti pergi ke danau. Siapa sangka hamparan pinggiran danau masih lumayan ramai oleh pengunjung yang mayoritas adalah muda-mudi. Danau ini termasuk berada di dataran tinggi, selain dapat memandangi danau. Dari sebuah bukit juga dapat melihat gemerlap lampu kota.

Aarav's (TAMAT)Where stories live. Discover now