Prolog

209K 10.9K 364
                                    

Suara dering telepon yang berbunyi sejak 10 menit lalu, membuat Aretha terpaksa bangun dari tidurnya. Ia yakin yang menelpon pasti managernya, Putri. Jam menunjukkan pukul dua dini hari. Dengan malas ia mengambil handphone di atas nakas dan menggeser tombol hijau.

"Halo-"

"Lo udah gila ya?!"

Aretha menjauhkan handphone dari telinganya. Sudah ia duga akan seperti ini adegan dan kata-kata yang akan diucapkan oleh Putri. Dan sudah bisa dipastikan bahwa Putri akan mengomel selama kurang lebih 30 menit ke depan saat tahu fakta bahwa Aretha tak ada di apartemennya pagi ini.

"Put, gue baru merem, baru nyampe juga dan lo mau ngomel-ngomel?" tanya Aretha sembari menurunkan selimut hingga sebatas dada yang menutupi tubuhnya.

"Manager mana yang gak ngomel-ngomel saat tahu artisnya menghilang dari apartemen dan cuma ninggalin notes yang ditempel asal-asalan di pintu kulkas!"

Nampaknya, kemarahan Putri kali ini beda. Aretha tahu itu. Selama 5 tahun mendampinginya sebagai manager, Aretha sudah tahu betul karakter dan sifat Putri begitu juga sebaliknya. Aretha bahkan sudah menganggap Putri sebagai sahabatnya sendiri. Dan Aretha paham, kali ini Putri memang benar-benar marah.

"Sori Put, gue suntuk banget di Jakarta. Lagian 2 minggu lalu gue juga udah bilang kan sama lo. Maaf. Gue akui gue salah, tapi serius kali ini gak akan lama paling 3 hari doang kok. Ya?"

Terdengar helaan nafas dari seberang telepon. Terdengar dari nada suara Putri tadi, Aretha yakin ia benar-benar mengkhawatirkannya dan ia berharap bahwa Putri kali ini memaafkan kelakuan random-nya.

"Tanggal 10 lo ada jadwal talk-show di stasiun TV jam 9 pagi. Terus tanggal 11 sampai 16 lo ada tour promo film baru. Tanggal 20 gala premiere-nya. Usahain lo pulang sebelum tanggal 8 biar bisa istirahat."

Aretha tersenyum mendengar penuturan Putri. Walaupun yang diucapkan Putri adalah serentetan jadwal kegiatannya yang padat merayap seperti jalanan Jakarta, tapi setidaknya managernya itu sudah menurunkan nada bicaranya yang itu berarti ia tak lagi marah pada Aretha.

"Siap bu manager laksanakan!" Aretha memeragakan posisi hormat walau Putri tidak bisa melihatnya.

"Halah kambing! Jadi sekarang lo dimana? Di notes lo bilang mau ke luar negeri. Lo di Singapure? Apa Thailand?" tanya Putri sambil merapikan meja tamu di apartemen Aretha yang sedikit berantakan.

"Di Venice, Italia."

"Apa?! Pantes aja ya lo bilang baru mau tidur. Emang lo ambil flight jam berapa sih? Hah?! Lo gak takut---"

Dan ketika tahu Putri akan memulai serangan amarah kedua, Aretha segera mengakhiri telepon secara sepihak dan memutuskan untuk mematikan ponselnya sekaligus. Karena Aretha tahu, serangan itu tak akan pernah berhenti dan akan membuat ponselnya berdering sepanjang hari.

***

Sudah hari ketiga sejak Aretha memutuskan untuk short-trip sendirian di Venice, Italia. Ia sudah menjelajahi berbagai wisata di kota yang digadang-gadang sebagai salah satu kota romantis di dunia. Aneh rasanya ketika ia datang kesini sendirian tanpa pasangan. Hah, pasangan apanya bahkan terakhir kali ia menjalin hubungan asmara adalah saat ia SMA.

Hari ini merupakan hari terakhirnya disini. Dan lokasi terakhir yang akan ia jelajahi adalah Rialto Bridge atau jembatan Rialto. Menurut informasi yang ia baca di internet, jembatan ini merupakan satu dari empat jembatan yang melintasi Grand Canal, dan menjadi pemisah antara distrik San Marco dan San Palo yang ada di kedua sisi kanal.

Rialto Bridge berbentuk jembatan melengkung yang permukaannya berbentuk anak tangga dan diatasnya terdapat jajaran pertokoan. Tak jauh dari Rialto Bridge, terdapat sebuah pasar yang dinamakan Rialto Market yang tentu saja merupakan pusat perbelanjaan disini.

Aretha berjalan sendirian menyusuri Rialto Bridge. Lalu lalang para pengunjung yang berdesakan di sepanjang jembatan menjadi pemandangannya kali ini. Walaupun sendirian, Aretha merasa nyaman. Matanya menelusuri berbagai sudut yang ada di tempat ini. Deretan toko dengan penjual yang menawarkan barang dagangannya dan proses tawar-menawar antara penjual dan pembeli.

Karena terlalu asyik mengamati aktivitas orang-orang disekitarnya, tanpa sengaja Aretha menabrak seseorang dan membuat beberapa buku yang ada di genggaman orang itu terjatuh di jalanan.

"Sorry, sir, I didn't mean it. Once again sorry--"

Aretha tidak lagi melanjutkan kata-katanya, lidahnya mendadak kelu. Bukan, bukan karena orang yang ditabraknya tanpa sengaja itu mendadak meninggal sambil berdiri. Ini lebih mengejutkan daripada itu. Laki-laki yang kini berdiri menjulang di depannya justru berbalik menatap ke arahnya.

Laki-laki itu mulai berjalan mendekat, dan Aretha juga mulai berjalan satu langkah ke belakang.

"Rere?"

"Radhi?"

🌻🌻🌻

Setelah bersemedi di bawah pohon mangga, aku tiba-tiba mendapat sebuah ide untuk menulis cerita ini.

Happy reading♥️
Saranghaja♥️

Copyright 2020

( FOLLOW IG : @hellochingu__ )

After Met You (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang