Bab 12

58.3K 5.2K 34
                                    

Jangan lupa vote dan komennya ya😘

🌻🌻🌻

Aretha tidak tahu pasti, bagaimana ciuman itu bisa terjadi. Semuanya terjadi begitu cepat dan tiba-tiba dan itu membuatnya cukup sulit untuk menjelaskan, bahkan jika diingat-ingat lagi, tujuan utamanya ke dapur saat melihat Radhika berkutat di depan tempat cuci piring adalah untuk mengambil mie instan kemasan cup, karena perutnya masih terasa lapar. Tapi, bagaimana bisa berakhir dengan ciuman seperti ini?! Ini nggak benar!

"I miss you."

Dan setelah Radhika mengatakan kalimat itu, sejurus kemudian kaki Aretha terangkat dan menendangkan kakinya tepat di tulang kering laki-laki ini. Radhika yang tidak tahu bahwa akan ada bencana lain yang melandanya, ia kemudian jatuh terduduk dengan rasa sakit yang luar biasa di bagian kaki kirinya.

Aretha menegakkan posisinya berdiri, merapikan ujung pakaian yang kusut dan menata kembali tatanan rambutnya yang berantakan. Ia meraup mie instan yang berada di meja, lalu berjalan menuju dispenser dan menekan tombol merah untuk air panas.

"Sudah kan? Kalau gitu, silahkan keluar." Ucap Aretha tanpa menoleh lagi kepada Radhika yang masih berdiri dibelakangnya.

"Re, maaf. Tapi aku--"

"Oh, pintu keluarnya ada disana. Nggak lupa kan?" Ucap Aretha sambil menunjuk ke arah sebuah pintu yang cukup terlihat dari arahnya berdiri.

Radhika mengangguk kecil, kemudian berjalan menuju pintu secara perlahan. Dari ekor matanya, Aretha melihat Radhika berjalan dengan kaki kiri yang pincang. Mungkin efek dari tendangan yang Aretha layangan dengan kakinya tadi. Sejujurnya, tindakan tadi terjadi begitu saja. Ia tak mampu berpikir cara apa yang lebih aman untuk menjauhkan Radhika dari hadapannya, selain menendang kaki laki-laki itu.

Sesaat setelah pintu unitnya terdengar ditutup, Aretha langsung menjatuhkan tubuhnya ke lantai. Iya, tadi dia hanya berakting seolah tak terjadi apa-apa diantara mereka berdua. Seolah-olah ciuman yang mereka lakukan beberapa saat lalu, hanya sebuah ciuman yang tak ada artinya. Berkali-kali Aretha menghembuskan nafas panjang dan menepuk-nepuk dadanya perlahan, mencoba menenangkan dirinya sendiri. Ia tak memungkiri bahwa detak jantungnya memang berjalan tidak normal tadi, tapi kini sudah jauh lebih tenang. Untuk kesekian kalinya, ia merasa beruntung karena mempunyai kemampuan akting yang baik. Tentu saja, keahliannya yang satu ini sangat amat bermanfaat ketika ia harus berada di situasi yang dirinya sendiri tak mampu mengatasinya. Dengan bersikap sedikit arogan dan seolah menganggap angin lalu ciuman yang Radhika berikan, itu sudah lebih dari cukup untuk menegaskan kepada Radhika bahwa semua hal tentang dia sudah tak berarti lagi bagi Aretha. Semoga saja.

🌻🌻🌻

Mata Aretha mengerjap perlahan ketika tangannya sibuk mencari-cari handphonenya yang nyaring berbunyi. Melirik jam yang berada diatas nakas, pukul 7 pagi. Dan siapa orang yang berani membangunkannya sepagi ini?!

"Ya, halo?"

"Re, kamu baru bangun?"

"Iya Ma. Ada apa?"

"Enggak apa-apa. Mama cuma mau ngingetin kamu aja, hari ini kamu ada janji ketemu sama anak teman mama kan? Kamu udah janji loh minggu lalu kalau gak bakal nolak."

Aretha menghembuskan nafasnya pelan. Padahal minggu lalu, ia hanya reflek saja mengiyakan permintaan Mamanya saat ia mampir ke rumahnya sebelum melaju ke lokasi photoshot untuk majalah bulan depan. Ia mengira bahwa keinginan Mama untuk mengenalkan dirinya dengan anak salah seorang temannya hanya candaan biasa. Nyatanya, pertemuan itu benar-benar terjadi hari ini.

"Iya Ma, Rere gak lupa. Jam makan siang kan?"

"Iya. Santai aja nak, cuma kenalan. Kalau cocok ya dilanjutkan, kalo enggak cocok kan masih bisa temenan. Ya?"

"Iya Ma, aku paham kok. Cuma kenalan,"

"Kalo gitu mama kirim nomor dia ke kamu ya? Atau nomor kamu aja yang Mama kirim ke anak teman Mama?"

"Terserah Mama aja. Kalo gitu Rere mau beresin apartemen trus siap-siap, takutnya nanti kalo kesiangan macet."

Setelah menutup telepon, Aretha bergegas menuju ke kamar mandi untuk mencuci muka dan menggosok giginya. Saat mengoleskan lipbalm ke arah bibirnya, tiba-tiba bayangan kejadian beberapa hari lalu muncul di kepala Aretha. Ia menggelengkan kepalanya, mencoba mengusir bayangan Radhika yang menciumnya hari itu. Tak bisa ia pungkiri, bahwa malam itu Aretha benar-benar tidak bisa memejamkan matanya bahkan hanya untuk lima menit. Berkali-kali ia mencoba memunculkan rasa kantuk, namun gagal. Ia menyalakan TV, berharap menonton satu film dapat membantunya mengantuk namun malah berakhir ia menatap layar televisinya dengan tatapan kosong. Kemudian, ia mencoba membuat susu hangat yang menurut hasil risetnya di Google mampu membantu seseorang untuk tidur dengan nyenyak namun hasilnya tetaplah nihil. Akhirnya, ia baru bisa tertidur pukul tiga dini hari sedangkan paginya ia harus stand by di acara penggalangan dana untuk diberikan kepada beberapa Yayasan Pesantren dan Panti Asuhan Yatim Piatu. Dan untuk menutupi fakta bahwa ia tidak tidur semalaman, ia harus mengenakan concealer cukup tebal guna menutupi kantung matanya yang nyaris seperti panda.

Setelah menghabiskan dua potong roti gandum dan segelas kopi hitam tanpa gula, Aretha hendak membawa gelas bekas kopi menuju dapur sebelum akhirnya langkah kakinya terhenti karena handphonenya berdering, menandakan sebuah pesan masuk.

+6281335678xxx : tes.
+6281335678xxx : benar ini nomornya Aretha?

Aretha menatap layar WhatsApp yang menandakan sebuah pesan dari nomor tak dikenal.

Aretha W. Dharma : ya, benar.
Aretha W. Dharma : ini siapa?

+6281335678xxx : saya Rion.
+6281335678xxx : anak tante Ria, teman Mama kamu.

Usai membaca pesan itu, Aretha langsung mengetikkan nama sebuah restoran yang jaraknya sekitar tiga puluh menit dari apartemennya, dan laki-laki yang menyebutkan namanya sebagai Rion menyetujui hal itu.

Kalau boleh jujur, sebenarnya ini bukan kali pertama Mamanya meminta Aretha untuk berkenalan dengan anak dari teman-temannya. Sudah belasan kali bahkan, tapi tak satu pun yang Aretha terima karena memang dia belum berminat sama sekali, lagi pula saat itu jadwal pekerjaan juga sedang padat yang kemudian bisa ia jadikan alasan untuk menolak.

Untuk kali ini, ia sempat ingin menolak lagi. Karena memang dia belum mau untuk menjalin hubungan dengan siapapun saat ini. Namun, setelah Mamanya mengatakan bahwa ini akan menjadi kali terakhir ia meminta pada Aretha, maka mau tidak mau ia menyetujui hal itu. Dan lagi, untuk beberapa waktu ke depan jadwalnya juga banyak yang kosong karena satu dan lain hal sehingga Aretha mengiyakannya, meski ia kira hanyalah candaan.

Dan sesampainya di Restoran yang ia tuju dan sudah di reservasi, ia mengatakan pada resepsionis dan ia diantarkan menuju meja di nomor 12, dan sedetik kemudian ia melihat seorang laki-laki yang memiliki tinggi sekitar 175cm, berkulit kuning langsat dengan pakaian formal khas orang kantoran yang sepertinya memiliki jabatan yang cukup krusial di perusahaannya. Laki-laki itu duduk membelakangi Aretha, sehingga ia tak mengetahui kehadirannya. Baru lah ketika Aretha menarik kursi di hadapannya, ia menatap ke arah depan dan mendapati raut terkejut dari Aretha. Begitu juga dengan dirinya, yang tak kalah kagetnya.

"Kak Rion?"

"Rere? Wah, ternyata Jakarta benar-benar sempit ya?"

🌻🌻🌻

Happy reading semuanya ♥️
Maaf baru update karena, belakangan ini lagi gak enak badan. 😅

Maaf juga kalau ada typo😭
Semoga suka chapter ini ya!
Luvyou♥️

사랑하자 ♥️

Publish : 1 Juli 2020

( FOLLOW IG : @hellochingu__ )

After Met You (SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now