Prolog

20.8K 1.8K 252
                                    

Jakarta, 2020.

Ah, jadi petugas upacara lagi ....

Aku menghela nafas saat mendengar ucapan Bu Nelly, guru Pendidikan Kewarganegaraan-ku yang meminta agar aku menjadi petugas upacara untuk memperingati hari Sumpah Pemuda nanti.

"Baik, Bu," jawabku kepada beliau.

Jujur, aku malas menjadi petugas upacara. Terlebih lagi peranku selalu saja sebagai salah satu dari pengibar bendera, aku malas sekali berlatih sepulang sekolah untuk persiapan upacara ini.

"Heh! Jangan bengong! Nanti lo kemasukan dedemit, loh!"

Suara Gerald membuyarkan lamunanku. Teman sebangku yang paling menjengkelkan itu membuatku berdecak sebal. "Ck, apa sih? Memang urusannya sama kamu apa?"

"Ya elah, Lan. Kan gue cuma ngasih tau lo supaya jangan bengong. Baperan banget, sih."

Aku menatap ke arahnya. "Aku gak baperan, cuma aku malas aja kalau kamu yang ngomong."

"Tuh kan! Lo ada masalah apa sih sama gue, Lan?" tanya Gerald yang tak terima dengan ucapanku.

"Gak ada masalah apa-apa, cuma aku sebal aja sama kamu."

"Jesus Christ! Memang gue bikin kesalahan apa ke lo sampai-sampai lo malas sama gue, Lan?"

"Kamu gak bikin kesalahan apa-apa, Gerald. Aku malas dan sebal sama kamu karena kamu menjengkelkan," jawabku sejujurnya.

"Hal apa yang membuat lo jengkel sama gue?"

"Kamu selalu menyalin tugas fisika ku, Gerald."

"Cuma karena itu?" Gerald bertanya dengan nada tak percayanya.

"Astaga, Lana! Gue pikir lo kesal sama gue karena gue udah melakukan kesalahan fatal ke lo! Ternyata cuma karena gue nyalin tugas fisika lo?" sambungnya. Ia memicingkan matanya, menatapku dengan tatapan tak percaya.

Aku membulatkan mataku. "Apa tadi katamu, cuma? Hei, Gerald! Aku beri tau ya, aku mengerjakan tugas fisika itu dengan penuh perjuangan! Bukan sekadar searching di google atau nanya ke Brainly! Aku benar-benar memakai otakku untuk berpikir!"

Gerald memutar bola matanya malas. "Ya udah, iya. Gue minta maaf kalau selama ini ternyata gue bikin lo jengkel karena selalu menyalin tugas fisika lo. Tapi Lan, gue benar-benar disibukkan dengan program kerja OSIS, dan tugas fisika itu salah satu tugas yang paling merepotkan. Gue gak punya waktu untuk mengerjakannya di rumah."

"Kan bisa ngerjain di sekolah tanpa harus nyalin tugasku, Gerald."

"Iya iya, maaf. Tapi waktunya gak bakalan cukup, Lan. Lo kan juga tau kalau tugas fisika gak bisa cuma satu menit untuk menjawab satu soal. Apalagi materi vektor, duh pusing banget gue liatnya!" keluh Gerald.

Aku hanya mendelik ke arahnya, kemudian mengalihkan atensiku pada buku Biologi. Habis ini, aku akan belajar pelajaran Biologi, salah satu mata pelajaran favoritku!

"Lan ... kok lo diem sih? Lo marah sama gue?" ucap Gerald lagi.

"Gak, aku gak marah sama kamu. Lebih baik kamu diem, deh. Aku pusing dengar kamu ngoceh mulu dari tadi!" kataku kesal.

"Ih, gemas banget sih lo, Lan! Kenapa sih lo ngomongnya pakai aku-kamu gitu? Kalau gue baper, gimana?" Gerald menggodaku, ia memberikan tatapan penuh percaya dirinya kepadaku.

"Udah kebiasaan dari kecil. Kalau kamu baper sama aku ya terserahmu. Yang jelas, aku gak akan pernah bertanggungjawab atas perasaanmu itu. Bukan urusanku, itu urusan hatimu."

Tanah Airku [SUMPAH PEMUDA]Where stories live. Discover now