10. Mas Arif Kenapa?

3.8K 885 22
                                    

"Ahmad, terima kasih ya untuk hari ini. Kamu sudah menyelamatkan aku dari kebosanan," ucapku pada remaja laki-laki yang khas dengan peci hitam itu di tengah perjalanan kami pulang.

"Iye, kalau kamu bosan tinggal samperin aja rumahku yak."

Aku mengangguk pelan. Langit di atas kini menampilkan gradasi warna yang indah. Perpaduan warna jingga, merah muda, dan biru membuatku tak henti-hentinya mengucap syukur kepada Sang Pencipta. Ahmad yang berjalan di sebelahku tersenyum, ia kemudian berkata, "Aku senang melihat kamu tersenyum, Lan,"

"Aku juga senang melihat cengiranmu," balasku terkekeh. Namun, aku serius saat mengucapkannya, cengiran Ahmad benar-benar mampu membuat orang di sekitarnya ikut tersenyum.

"Nah, udah sampai. Sana masuk ke rumah, jangan lupa mandi ye, Lan!" kata Ahmad sesampainya kami di rumah Bu Surnani.

"Iya, Ahmad. Kamu juga yaa! Omong-omong, yang tadi itu cukup menjadi rahasia kita berdua saja ya." Aku berbisik padanya. Ahmad lalu mengangguk pelan, kami menautkan kelingking kami sebagai tanda perjanjian.

"Aku balik dulu ye, dadaaah!" Ahmad melambaikan tangannya seraya berjalan pulang ke rumahnya yang hanya berjarak beberapa meter dari rumah Bu Surnani itu.

Dengan perasaan senang, aku masuk ke dalam rumah. Ku jumpai Bu Surnani sedang duduk di ruang tengah. Beliau tersenyum saat melihat aku pulang. "Lana sudah selesai mainnya?"

"Sudah, Bu. Lana seneng banget hari ini."

"Kamu pulang dijemput Arif ya?" tanya Bu Surnani yang membuatku mengernyitkan dahi.

"Hah? Aku pulang sama Ahmad, Bu," jawabku dengan nada yang sedikit kebingungan.

"Arif pulang, Bu." Suara Mas Arif terdengar, ia menghela nafasnya saat menutup pintu rumah, kemudian menyalimi tangan Bu Surnani. Biasanya Mas Arif akan menyapaku setelah salim kepada Bu Surnani, tapi kali ini tidak. Jangankan menyapaku, menoleh ke arahku pun tidak. Setelah menyalimi tangan sang ibu, Mas Arif langsung menaruh tasnya di meja dan pergi ke bilik mandi.

"Ibu pikir kamu pulang bareng Arif, Lan." Bu Surnani melanjutkan percakapan kami yang sempat terpotong karena kedatangan Mas Arif tadi.

"Enggak, Bu. Lana ke kamar dulu, ya?" ucapku pada Bu Surnani yang dibalas dengan anggukan.

Aku masuk ke kamar, otakku mulai membuat berbagai macam spekulasi terhadap sikap Mas Arif tadi. Namun, pada akhirnya aku memutuskan untuk positive thinking.

Mungkin Mas Arif kecapekan, makanya dia begitu.

Tak mau larut memikirkannya, aku pun pergi mandi setelah melihat sosok Mas Arif yang tengah duduk di meja pribadinya. Ingin sekali aku menegurnya, tapi melihat Mas Arif yang sedang fokus dengan berbagai dokumen di mejanya, aku mengurungkan niatku dan bergegas untuk mandi.

Ya ... mungkin Mas Arif memang kecapekan.

📃📃📃

Cahaya matahari yang menyorot wajahku membangunkanku dari tidur yang nyenyak. Bu Surnani tidak ada di sampingku, beliau pasti sudah pergi ke pasar. Aku beranjak dari kasur, lalu keluar kamar dan duduk di ruang tengah. Di waktu yang bersamaan, Mas Arif baru saja kembali dari bilik mandi. Ia melirik ke arahku sekilas, sebelum akhirnya mengalihkan pandangannya dariku. Tanpa mengucapkan sepatah kata, Mas Arif meraih tasnya yang tersimpan di atas meja, kemudian pergi keluar rumah.

Sikap Mas Arif sejak kemarin sore benar-benar aneh. Ia terlihat seperti tengah menjaga jarak denganku. Namun, beberapa menit kemudian Mas Arif kembali. Ia membuka pintu, lalu menoleh ke arahku dan menutup pintunya lagi. Setelahnya, Mas Arif benar-benar pergi.

Tanah Airku [SUMPAH PEMUDA]Where stories live. Discover now