Epilog

5.2K 905 222
                                    

"Bukan hanya kamu yang mengalaminya, Lana," ucap Ahmad yang disertai dengan cengirannya.

Tunggu, apa maksudnya?  

"Jangan bercanda! Apa buktinya kalau kamu Ahmad?" Akal sehatku menolak untuk percaya bahwa orang yang ada di depanku adalah Ahmad. Jelas-jelas Ahmad yang kukenal di tahun 1928 memiliki perawakan yang sangat berbeda dengan orang ini. Lantas, bagaimana mungkin aku mempercayainya? Ia pasti berbohong!

Ahmad menatapku bingung, ia lalu menggeleng-gelengkan kepalanya dan berkata, "Buseet, ini anak kagak percaya ye. Hmm ... oh iya! Masih ingat waktu kita ngerjain centeng, Lan?"

Aku tak langsung menjawabnya karena tengah mengingat-ingat apa yang baru saja orang tersebut katakan, kemudian setelah berhasil mengingatnya, aku pun mengangguk dan mengajukannya sebuah pertanyaan. "Aku ingat. Sekarang giliran aku yang bertanya. Pertanyaan ini hanya bisa dijawab oleh Ahmad. Jadi, kalau kamu gak bisa menjawabnya, aku gak akan percaya kalau kamu benar-benar Ahmad."

"Hah? Pertanyaan apa tuh, Lan?" balasnya sembari menggaruk-garuk lehernya.

"Dalam waktu satu hari, berapa kali Ahmad makan? Dan apa makanan kesukaannya?" tanyaku dengan tatapan mengintimidasi.

Laki-laki yang ada di hadapanku itu tertawa terbahak-bahak, tetapi setelah sadar di mana kami tengah berdiri saat ini, ia pun menghentikan tawanya. "Lan, itu pertanyaan sungguhan?"

Sebuah anggukan kuberikan kepadanya. Ia pun menjawab, "Ahmad makan tiga kali sehari, makanan kesukaannya adalah semua masakan Nyak Siti. Bagaimana, Lan? Apa sekarang kamu percaya kalau aku adalah Ahmad?"

Ini di luar nalarku! Jadi, yang mengalami perjalanan melintasi dimensi waktu bukan hanya aku? Tanpa ragu aku langsung memeluk Ahmad erat, aku sangat merindukan sosoknya! Ahmad membalas pelukanku dan mengusap kepalaku lembut. Aku melepaskan pelukan kami dan bertanya, "Ahmad, kenapa kamu bisa terlempar ke tahun 1928? Lalu ... kenapa fisikmu di tahun 1928 dan sekarang berbeda? Aku bingung, Ahmad."

"The lost soul, Lana."

Sebelah alisku kunaikkan ketika mendengar jawabannya. "The lost soul? Apa maksudnya?"

"Jiwaku tersesat dan berkelana ke masa lalu, mengisi raga yang kosong," katanya yang membuatku semakin bingung.

"Ahmad, tolong jelaskan secara detail. Aku masih gak mengerti," pintaku seraya mengambil bunga yang sempat kujatuhkan karena terkejut tadi. 

Ia berdeham, kemudian menggulung lengan kemejanya dan memaparkan penjelasannya. "Ini semua karena kecerobohanku, Lan. Aku tinggal sendirian di rumah dan kebetulan sore itu aku baru saja pulang bekerja. Kebiasaanku setelah pulang kerja adalah mengisi daya ponsel dan laptopku di ruang tengah, lalu kutinggal mandi. Namun, sore itu aku lupa kalau beberapa perangkat elektronik lain masih terhubung dengan stop kontak yang sama. Jadi ... ya bisa kamu tebak kejadian selanjutnya gimana, Lan."

"Korsleting listrik?" dugaku. Ahmad mengangguk sembari terkekeh. "Lalu, bagaimana ceritanya kamu bisa menjadi lost soul, Ahmad?"

Ahmad menghela napasnya berat dan melanjutkan pemaparannya. "Korsleting listrik itu menyebabkan kebakaran di rumahku, Lan. Aku yang saat itu baru selesai mandi benar-benar terkejut ketika menyadari bahwa api sudah melahap sebagian sisi dari ruang tengah. Aku langsung mengambil alat pemadam api, tapi sia-sia. Api bergerak jauh lebih cepat daripada aku. Yang kuingat saat itu, asap sudah memenuhi isi rumah dan setelahnya aku gak ingat apapun, Lan."

Tubuhku merinding mendengar penjelasan dari Ahmad. Aku sangat sensitif bila mendengar cerita tentang kebakaran. "Ahmad, lalu apa yang terjadi setelahnya?"

Tanah Airku [SUMPAH PEMUDA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang