Chapter 24 :: Rhizophora

5.6K 910 85
                                    

Berawal dari Terry yang tiba-tiba mengirim pesan pada Jennie, menanyakan perkembangan katalog mineral rombelnya sampai mana, berujung dengan ajakan Terry untuk mengantarnya ke tempat jilid hard cover yang harganya murah.

Tempatnya memang agak jauh dari kampus, tapi harganya sangat murah. Jika di tempat foto copy sekitar kampus rata-rata 25 ribu ke atas, maka di sana hanya 15 ribu saja. Lumayan bisa hemat 10 ribu terlebih tidak banyak yang menjilid ke sana jadi antriannya tidak terlalu banyak.

Sebenarnya ketika Jennie minta rekomendasi tempat menjilid laporan praktikum, ia sama sekali tidak bermaksud modus. Toh, Jennie berencana akan pergi bersama Bintang, tapi Terry tiba-tiba menawarkan diri dan Jennie tidak berani untuk menolak.

Alhasil setelah review materi geologi berakhir mereka berangkat bersama. Jennie terpaksa harus buka jasa titip untuk Bintang setelah cowok itu puas meledeknya.

"Laprak geologi gue sekalian dijilid aja Jen." Bintang menyerahkan tumpukan laporan geologinya yang baru saja dibagikan beberapa menit lalu.

"Buset Bin, ini gue bawa banyak banget!" protes Jennie. Totebagnya sudah penuh berisi kumpulan laporan praktikim geologi dan kartografi miliknya dan Bintang.

"Amal Jen, kan lo bareng doi juga. Kalau kesusahan minta bantuan dia dong."

"Bangke emang!" Bintang tertawa lalu menepuk bahu Jennie sebelum meninggalkannya lebih dulu.

Tak lama Terry muncul dengan motornya dan berhenti tepat di depan Jennie. Dahinya berkerut begitu melihat isi totebag Jennie.

"Banyak banget."

"Punya Bintang sekalian."

Terry hanya bergumam lalu menyuruh Jennie segera naik ke motornya. Mereka sama sekali tidak sadar kalau dari kejauhan Jebi diam-diam memperhatikan dengan tatapan yang sulit diterka.

"Responsi tuh cuma tes lisan doang apa gimana Kak?" Tak tahan dengan suasana hening di perjalanan, Jennie akhirnya memilih untuk membuka topik pembicaraan.

"Tergantung, ada yang cuma lisan ada yang tertulis juga."

"Susah gak?"

"Kalau selama ini lo merhatiin semua materi praktikum ya lo gak bakal kesusahan, toh pertanyaannya gak bakal jauh dari sana." Jennie mencebikkan bibirnya. Jawaban Terry memang benar, tapi sangat tidak membantu. Yang ada Jennie kesal mendengarnya apalagi nada bicaranya yang terkesan angkuh.

Akhirnya Jennie menyerah untuk mengobrol dengan Terry. Ia membiarkan perjalanan mereka begitu saja tanpa sepatah katapun hingga sampai di tempat tujuan.

"Mau ditungguin apa gimana? Ngejilid hard cover lumayan lama."

"Kalau ditungguin emangnya Kak Terry gak keberatan?" tanya Jennie ragu-ragu. Sejujurnya ia lebih memilih untuk menunggu daripada harus bolak balik untuk mengambilnya. Jiwa mager Jennie menolak keras.

"Gak masalah."

"Yaudah Kak kita tungguin aja gimana?" Terry mengangguk setuju. Mereka berdua duduk di bangku kayu yang sudah disediakan. Namun baru lima menit Terry sudah berdiri dan mengajak Jennie pergi.

"Kita mau kemana Kak, bukannya mau nungguin sampe beres?"

"Masih lama, kita jalan dulu aja sekalian nungguin. Mumpung lagi di bawah juga."

"Hah?"

"Gak usah banyak tanya, ayo naik!" Jennie menuruti ucapan Terry dengan patuh. Mereka melaju semakin menjauh dan Terry sama sekali tidak memberitahu akan membawa Jennie kemana.

Jennie memang sering ke Semarang bawah bersama Momo untuk sekadar jalan-jalan atau belanja di mall, tapi ia sama sekali tidak tahu ke arah mana Terry melajukan motornya. Mulanya ia hapal karena searah dengan bandara, tapi semakin lama jalan yang dilewati mereka semakin asinng.

Yestoday [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang