DGMM: 06

1.9K 364 24
                                    

Sebelum mulai, pastikan sudah Vote jika perlu Comment sebagai wujud apresiasi kalian untuk cerita kali ini.

Sebelum mulai, pastikan sudah Vote jika perlu Comment sebagai wujud apresiasi kalian untuk cerita kali ini

Ups! Tento obrázek porušuje naše pokyny k obsahu. Před publikováním ho, prosím, buď odstraň, nebo nahraď jiným.

Sudah lebih dari sebulan Milan jarang sekali berdiam di rumah. Paling malam setelah menjaga kedua anak Taeil, itupun kalau Taeil yang menyuruh dia untuk pulang. Ya kalau tidak, dia akan menginap, tidur satu ranjang bersama Hakkun.

"Selamat datang, kami menawarkan paket murah untuk buah-buahannya," sambut penjaga minimaerket tempat dulu Milan bekerja.

Penjaga tersebut tersenyum sambil menangkupkan kedua telapak tangannya. "Milan, anakmu?" tanya dia antusias.

Milan menggeleng. "Bukan, mereka berdua anak majikanku," jawab Milan kaku.

"Ah kukira kamu menikah dengan duda beranak dua," balasnya sambil tertawa kecil.

Di rasa tidak enak dengan perkataan tadi, Milan langsung membeli susu untuk Ahin dan Hakkun, dan membeli beberapa camilan sehat kalau mereka berdua lapar di malam hari.

Keranjang belanjaan sudah penuh, tapi mereka berdua masih saja berkeliling ke setiap rak untuk menaruh sesuatu di keranjang ini. Terpaksa Milan harus membawa dua keranjang, tapi nyatanya tidak cukup.

"Ahin, Hakkun sudah yuk. Ini sudah 3 keranjang," bujuk Milan, tapi mereka menggeleng. "Daddy selalu membelikan ini lebih banyak," sahut Ahin.

Dan seketika Milan teringat kejadian pertama kali dirinya dan Taeil bertemu. Ia melihat Taeil membawa 3 kantung plastik besar sewaktu menemui dia di tiang bus.

Dirinya tersenyum malu. "Aunty kenapa?" tanya Hakkun polos. Milan hanya menggeleng, lalu mencium pipi gembul Hakkun.

━━━━━️°✨•°🦋°•✨°️━━━━━

Huang Milan

Aku langsung terduduk lemas di atas sofa dengan napas yang tidak beraturan. Hari ini kedua anak Taeil sudah menghabiskan lebih dari ratusan ribu dan memaksaku untuk menguras tenaga karena harus membawa 4 kantong plastik besar.

Mereka berdua tidak puas dengan ini saja, tadi juga mereka mengajakku pergi ke toko mainan untuk membeli UNO blok. Ya Tuhan, dulu sewaktu kecil, aku makan permen saja sudah sangat bahagia.

Lelahku terbalaskan, tawa dan senyuman mereka yang sedang bermain gembira dengan mainan baru telah menghapus rasa penatku.

Jadi ini suka duka mempunyai anak. Batinku.

Aku tersenyum.

"Aunty, kenapa aunty mau menjadi mommy Hakkun?" tanya Hakkun.

Aku terkejut mendengar pertanyaannya. Dia mengira aku menjadi ibunya? Ku usap punggungnya sambil tersenyum. "Aunty 'kan babysitter Hakkun dan Ahin. Mommy Hakkun lagi berjuang,"

"Kenapa  aunty tidak mau jadi mommy Hakkun?"

Aku terdiam. Hakkun terus-terusan memojokan aku dengan pertanyaan-pertanyaan yang kalau aku menjawab pertanyaan tersebut bakal menyinggung Hakkun dan tentu saja suasana hati Ahin akan mendadak suram.

"Aunty? Hakkun lapar," rengek Hakkun. Mata besarnya yang cantik menggodaku untuk menciumnya. Dirinya mirip sekali dengan ayahnya yang tampan.

"Aunty akan siapkan camilan untuk mengganjal lapar kalian, karena belum waktunya untuk makan siang."

Mereka berdua mengangguk.

Kakiku langsung berlari kecil menuju dapur untuk menyiapkan beberapa kue kering dan minuman yang berbeda.

Lalu puteri kecil Taeil datang menghampiriku. Seperti biasa, tatapannya yang garang menatapku lekat-lekat. "Besok aku dan adikku mulai sekolah. Daddy berpesan padaku untuk memberitahu padamu kalau kamu harus mengantarku ke sekolah," ujarnya. Aku mengangguk sambil mengaduk teh.

"Aunty akan mengantarmu."

"

Ups! Tento obrázek porušuje naše pokyny k obsahu. Před publikováním ho, prosím, buď odstraň, nebo nahraď jiným.
[The End] Daddy, Give Me Mom ✖ Moon TaeilKde žijí příběhy. Začni objevovat