DGMM: 08

1.9K 333 63
                                    

Sebelum mulai, pastikan sudah Vote jika perlu Comment sebagai wujud apresiasi kalian untuk cerita kali ini.

Sebelum mulai, pastikan sudah Vote jika perlu Comment sebagai wujud apresiasi kalian untuk cerita kali ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Huang Milan

Sedikit canggung dan aneh bagiku kala Ahin yang tersenyum sambil duduk manis memandangi luar jendela bus. Aku tidak bisa mengendarai mobil atau kendaraan lainnya, jadi aku mengantar Ahin menggunakan bus.

Kukira dia bakal menolak dan tidak mau pergi ke sekolah, ternyata di luar dugaanku. Ahin dengan bersemangat pergi ke sekolah menaiki bus.

"Ayo Ahin kita turun," ajak aku sambil menggendong Hakkun. Dia tertidur karena mabuk.

Mendadak wajah Ahin berubah masam. "Aku kira perjalanannya akan memakan waktu lama," gerutunya turun dari bus.

Kami masih harus berjalan 10 meter untuk benar-benar sampai pada gerbang sekolah. "Nanti Ahin di kelas harus aktif dan tidak boleh nakal ya. Inget pesan daddy kamu," kataku mengingatkan Ahin, takut kalau dia menjadi anak yang introvert.

"Kamu kira aku ini anak pendiam, tingkat kemarin aku mendapatkan peringkat satu di kelas."

Ahin mendongak melihat ke arah dua orang laki-laki dan satu orang perempuan sepantarannya yang melambaikan tangan sambil memanggil nama Ahin. "Aku permisi, aku akan mengikuti kata-kata daddy. Terima kasih," pamit Ahin, anak perempuan yang berkuncir dua ini lari menghampiri teman-temannya.

Aku lihat dia memang aktif. Teman-temannya mulai berkumpul menyambut Ahin.

Andai nanti aku punya anak seperti dia dan Hakkun. Batinku.

"Ahin, jangan lupa makan siangnya di habiskan," teriakku pada Ahin. Ia mengangguk tanpa ekspresi dan masuk ke dalam kawasan sekolah bersama teman-temannya.

━━━━━️°✨•°🦋°•✨°️━━━━━

"Bagaimana, Milan?" tanya Taeil membuyarkan lamunanku.

Sungguh aku tidak habis pikir apa yang aku alami sekarang. Taeil dengan niat membeliku gaun pesta yang mewah dan sangat cantik, sudah tertebak gaun ini sangat-sangat mahal.

"Woah cantik," puji Hakkun terhadap gaun yang di kenakan manekin. "Daddy dan aunty akan menikah?" tanya Hakkun polos.

Mendadak suasana menjadi awkward. Aku maupun Taeil saling menghindari pandangan agar tidak terlihat betapa terkejut dan malunya kami berdua.

"Tidak Hakkun, aunty akan pergi ke pesta. Tidak akan menikah dengan daddy," jawabku lembut.

Hakkun mengangguk mantap, lalu memeluk kakiku. "Hakkun boleh ikut ke pesta?"

"Tidak boleh sayang, Hakkun dan kakak Ahin nanti sama aunty besar ya. Tidak apa-apa 'kan?"

"Aunty besar? Raksasa?"

"Bukan sayang. Aunty besar, ibunya aunty. Hakkun suka susu dan permen pisang bukan? Aunty besar punya banyak makanan pisang."

Setelah membujuk Hakkun dengan segala cara, akhirnya Hakkun mau ku titipkan pada ibu. Yah siapa lagi yang mau mengurus ke dua bocah ini, sementara aku dan Taeil pergi. Yang terdekat hanya orang tuaku.

Aku menepuk-nepuk bahu Hakkun saat ibuku sudah siap menjemput Hakkun. "Ibu, Ahin masih di sekolah. Sore bisa ibu jemput?" tanya aku khawatir.

"Tidak masalah, ibu sekalian mau membeli beberapa bahan makanan."

Lalu mata ibu beralih pada Hakkun yang bersembunyi di balik tubuh Taeil. "Nak Hakkun, mari ke rumah aunty. Aunty dengar, Hakkun suka pisang. Aunty punya banyak susu pisang," rayu ibu pada Hakkun, dan bocah laki-laki ini langsung terbuai oleh rayuannya dengan embel-embel pisang.

"Kalian berdua tidak usah khawatir. Serahkan saja Ahin dan Hakkun pada ibu. Baik-baik di pesta ya."

Aku dan Taeil membungkukan tubuh  saat ibu keluar dari rumah.

Canggung. Ya itu yang ada di antara kami. Sungguh aku sangat membenci keadaan ini, aku tidak berdaya dan tidak tahu harus melakukan apa.

"Kamu suka dengan gaun yang aku belikan?" tanya Taeil tiba-tiba.

Aku tidak bisa apa-apa selain mengangguk, kemudian menunduk bermaksud berterima kasih.

"Kenapa kamu tidak mencobanya? Kalau di rasa kurang cocok, kita bisa beli lagi yang kamu suka."

Sontak aku menolak Taeil. "Tidak, kurasa ini akan cocok."

Taeil duduk di sofa santai berwarna krem dengan satu kaki yang menopang kaki lainnya. "Aku menunggumu."

Aku langsung mendorong manekin ini ke dalam ruangan kosong agak sempit yang biasa aku gunakan untuk bersantai-santai kala tidak ada pekerjaan. Untung saja ada kaca yang tidak terlalu lebar dan lumayan pas dengan tinggi badanku.

Aku mulai memakai gaun mewah ini, berharap akan cocok untuk ukuranku yang terlalu sederhana.

Pertama yang aku rasakan adalah nyaman saat gaun ini menyelimuti tubuhku, dan kedua bagaimana ini bisa sebanding dengan tinggi badanku.


















"Oh Ya Tuhan, kamu sangat cantik dan anggun."

Aku terlonjak kaget dengan Taeil yang tiba-tiba masuk ke dalam ruangan ini, kemudian memeluk tubuhku sendiri untuk menutupi bahuku yang telanjang. "Kenapa kamu masuk tiba-tiba?" tanyaku kikuk.

Bukannya menjawab, Taeil malah mendekatiku. Tangan kekarnya merengkuh pinggulku. Dagunya santai bertengger di bahuku sambil menghirup aroma tubuhku dalam-dalam.

"Um, Taeil? Maaf, tapi..."

Buru-buru Taeil menjauh dariku sambil memijat pelipisnya. "Kamu tidak apa-apa?" tanyaku khawatir.

Taeil menggeleng dan menghentikanku untuk tidak mendekatinya. "Kurasa aku kurang toleran terhadap minuman beralkohol. Ingatkan di pesta nanti."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
[The End] Daddy, Give Me Mom ✖ Moon TaeilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang