DGMM: 21

1.7K 293 77
                                    

Sebelum mulai, pastikan sudah Vote jika perlu Comment sebagai wujud apresiasi kalian untuk cerita kali ini.

Sebelum mulai, pastikan sudah Vote jika perlu Comment sebagai wujud apresiasi kalian untuk cerita kali ini

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"DADDY!!!" teriak Ahin sangat kencang. Gadis malang yang tengah di peluk oleh kegelapan menangis sambil memeluk gagang sapu dan pengki.

"Daddy cepat, Ahin takut!"

Sialnya Taeil malah menjahili putri kecilnya ini. Dia memanggil nama Ahin dengan suara lembut, tetapi dingin di telinga.

"Moon Ahin..." panggil Taeil selayaknya suara hantu.

"Huaaa... Daddy... Hiks daddy dimana? Ahin takut... Hiks."

Tangis Ahin menjadi-jadi membuat Taeil tidak tega dengan puteri kecilnya ini. Taeil langsung memeluk Ahin, menenangkannya dalam pelukan hangat.

Lalu...


























"DADDY! MATA HAKKUN BUTA!"

Taeil melupakan satu orang yang sedang tidur sendirian di kamar atas. Dengan cepat ia menghampiri Hakkun sambil menggendong Ahin.

"Hakkun!" panggil Taeil. Ia menyalakan senter, menyorotkan tepat ke kasur Hakkun.

Hakkun langsung memeluknya dan memanjat ke bahu Taeil yang lebar. "Hakkun kira mata Hakkun buta," katanya lalu menangis.

Pria ini menggendong kedua anaknya, menimangnya supaya mereka berdua berhenti nangis. Taeil menurunkan keduanya setelah tangisan mereka agak reda. Kemudian melihat keluar jendela. "Ternyata semuanya mati lampu," katanya pelan.

Lalu handphonenya bergetar, ada pesan yang masuk.

Huang Milan
Apa kamu punya lilin? Di sini sangat gelap, susah sekali mencari pencahayaan. Handphone ku tidak lama lagi akan mati daya dan orang tuaku sedang tidak ada di rumah

Wajah Taeil mendadak panik, ia segera membalas secepat kilat pesan dari Milan.

Moon Taeil
Aku akan ke sana

"Hakkun dan Ahin mau ikut daddy atau tetap di rumah? Kalau tetap di rumah, daddy akan bangunkan ibu."

Ibu yang di maksud Taeil adalah babysitter kedua anaknya. "Ahin tidak mau mengganggu waktu tidur ibu. Kalau daddy tidak keberatan, daddy bisa ajak Ahin dan Hakkun. Iya 'kan Hakkun?" Ahin menyenggol pelan lengan Hakkun.

Hakkun mengangguk semangat. "Iya, Hakkun tidak akan nangis lagi."

"Baiklah kalau begitu, mari ikut daddy," seru Taeil.

Sebelum keluar rumah, Taeil mengambil beberapa batang lilin lalu pergi ke rumah Milan.

Tanpa permisi, Taeil masuk begitu saja ke dalam rumah Milan diterangi oleh senter sebagai pemandu jalan.

"Daddy takut," lirih Hakkun sambil memeluk erat kaki ayahnya.

Untuk menenangkan Hakkun, Taeil menggendongnya dan kembali berjalan.

"Milan, kamu di atas?" tanya Taeil.

"Iya, aku di atas," balas Milan dengan suara yang menggema.

Langsung saja mereka bertiga naik ke lantai atas menuju kamar Milan. "Aku sudah di depan kamarmu," kata Taeil.

Taeil menunggu Milan keluar. Sebelum pintu terbuka, mereka bertiga mendengar suara Milan yang sepertinya terjatuh.

"Aunty!!!" teriak Hakkun dan Ahin  langsung memeluk erat kaki jenjang Milan yang berbalut celana pendek di atas lutut.

Betisnya yang mulus berhasil membuat Taeil malu. Dengan cepat Taeil memalingkan pandangan, wajahnya sudah memanas. Pasti terlihat jelas wajahnya memerah jika saja lampu menyala.

Taeil berdeham. "Anu Milan, bisakah kamu menutupi kakimu?" tanya Taeil ragu-ragu. Takut kalau anaknya memikirkan hal lain.

Mendadak Milan malu setengah mati. "Maaf, boleh pinjam senternya sebentar?" tanya Milan sambil mengulurkan tangan. Taeil mengangguk dan memberi senternya.

Tidak lama kemudian Milan kembali berhadapan dengan mereka bertiga, sudah memakai rok hitam panjang di bawah lutut.

Taeil reflek menutup mulutnya melihat Milan yang begitu cantik di matanya. Bidadari apa lagi yang ada di hadapanku, Tuhan. Batin Taeil.

"Aku akan mengambil pemantik api di kamar sebelah," kata Milan sambil menunjuk kamar kosong di sebelah kamar Milan.

Sementara itu, Taeil dan kedua anaknya duduk membuat setengah lingkarang sambil mengeluarkan lilin dan menyusun rapi.

Milan kembali dengan pemantik api di genggamannya. "Mari kita terangi dengan cahaya lilin," kata Milan sambil menyalakan satu persatu lilin.

"Waahh... Lihat-lihat, ada bayangan daddy. Besar sekali," ujar Hakkun menunjuk tembok di belakang Taeil.

Kemudian Ahin mendekati jari-jari tangannya ke cahaya lilin. "Lihat ini! Aku membuat burung," cetusnya sambil menggerak-gerakkan jari-jarinya.

Hakkun mendekati Ahin dan duduk di sebelahnya. "Ajari Hakkun, ajari Hakkun!" kata Hakkun sangat antusias.

Mereka berdua kini sibuk bermain dengan cahaya lilin, tidak mengetahui betapa gemasnya Taeil dan Milan melihat tingkah mereka berdua.

Tidak sengaja Milan bertatapan mata dengan Taeil membuatnya menjadi malu. Taeil langsung tersenyum sambil meraih tangan Milan, menggenggamnya dan menyembunyikan di belakang tubuh supaya kedua anak mereka tidak menyadari hal tersebut.

"Taeil," panggil Milan pelan. Taeil malah tersenyum, "sstt... Boleh 'kan?" Milan tidak bisa berkata-kata lagi selain mengangguk pelan.

 Boleh 'kan?" Milan tidak bisa berkata-kata lagi selain mengangguk pelan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
[The End] Daddy, Give Me Mom ✖ Moon TaeilWhere stories live. Discover now